Kebiadaban Travel dalam Memalak Calon Jamaah Umrah

Kamis, 29 Maret 2018 | 21:25 WIB
0
667
Kebiadaban Travel dalam Memalak Calon Jamaah Umrah

Ada fenomena menarik akhir-akhir ini, gencarnya presekusi dari kaum pemakai jubah agama terhadap warung kopi, majalah Tempo, bahkan Polisi, Jaksa, Hakim, semua yang tak sepikiran dengan mereka langsung digeruduk. Cara-cara preman ini luar biasa bejadnya, bagaimana sebuah negara hukum mereka perlakukan seperti barak penampungan kambing.

Sementara urusan pelanggaran moral dari kaum sejenisnya dianggap angin lalu seolah kehalalan melekat kepada mereka untuk semua hal, dan mereka punya stempel untuk jidadnya sendiri, legitimated untuk apa saja selama mereka suka.

Dua travel besar yang menyikat uang jamaah umroh adalah bukti kaum ini bak preman jalanan memamerkan hasil rampokan dengan penampilan mewah, gemah ripah dari uang orang banyak yang dikumpul satu dua rupiah untuk tujuan ke Baitullah. Dan nyatanya dua travel ini adalah koloni yang mendonori komunitas orang suci yang mulutnya gemar memaki-maki.

Bagaimana perasaannya, bagaimana kaum koloni ini tetap menegakkan kepala dan pura-pura lupa bahwa mereka adalah pemalak luar biasa dengan topeng agama. Firaun saja mungkin tidak setega mereka.

Saya dapat kiriman FB yang isinya pernyataan bani micin: "yang kena ujian orang seiman (ditipu itu kata kawan penipu katanya ujian) kenapa kafir teriak-teriak". Jadi nipu boleh, terus yang ditipu dikirimi ayat "ujian" atau "cobaan", absaurd pol. Ini topeng kelas wahid, apakah mereka ber-Tuhan, tidak jelas juga. Kita melihat dari sisi kemanusiaan ini sebuah kebiadaban.

[irp posts="13355" name="Nasehat Abu Hamzah dan Dukungan untuk Perjuangan Gerakan 212"]

Tiga minggu lalu saya jalan bersama Prof Ali Aziz, ada statement yang menarik dari beliau. Orang sekarang ini lahir bersama agama, bukan menjadi manusia, sehingga rasa kemanusiaannya bisa hilang justru karena agamanya didulukan. Memvonis orang yang tak sejalan kafir, dia pikir dia bisa mengkafirkan orang lain hanya karena warna jidatnya beda, atau model pakaiannya tak satu selera.

Rasullulah berkata belajarlah sampai ke negeri Cina, beriqroklah bukan cuma membaca. Ketertinggalan berfikirnya yang paling nyata adalah tidak bisa lagi membedakan mana kebenaran mana kemunkaran, entah apa mimpi kita, kok bisa-bisanya tiba-tiba kita ada tetangga yang beragama cuma pakai gaya tapi kelakuannya membuat banyak orang celaka.

Jangankan manfaat buat kita, mereka tak kumat saja kita sudah bahagia rasanya.

Luar biasa...

***