Logika dan Kutukan Tuhan

Selasa, 27 Maret 2018 | 06:00 WIB
0
678
Logika dan Kutukan Tuhan

Selama ini saya sering merenung, apa yang membuat Indonesia kita berjalan seperti siput sedangkan Negara-negara tetangga berlari kencang?

Jangankan dengan Singapura, Malaysia dan Thailand, Vietnam sebentar lagi melewati kita padahal baru "kemarin sore" negara mereka damai dari perang.

Saya sering merenung, kenapa Nusantara yang subur ini tidak mencukupi kehidupan putra-putrinya, sampai harus jadi babu dan kuli ke negeri asing?

Mereka jadi kuli di perkebunan-perkebunan sawit di Malaysia, padahal negeri kita lebih luas tanahnya hampir 7 kali lipat.

Apakah orang Indonesia lebih bodoh? BJ Habibie, Yanuar Nugroho, Ken Kawan Soetanto, Prof DR. Khairul Anwar dan masih banyak anak-anak bangsa lainnya yang kepintarannya di akui Dunia.

Ataukah orang Indonesia lebih malas? Tidak ada orang malas yang berkualifikasi bisa jadi babu dan kuli, maaf memang menyakitkan tapi ini kenyataan.

Setelah perenungan yang mendalam, ditemani nasi kuning berlauk Ayam, eureekaaa...akhirnya saya dapat kesimpulan.

Ternyata bangsa kita jalan di tempat karena berprilaku seperti ayam.

Anak bangsa kita pintar dan pekerja keras tapi sering gagal memakai logika.

Bayangkan ada Bapak-bapak pemotor gila bergaya kecoak, meneriaki para muslimah sebagai teroris hanya karena memakai cadar, eh yang di salahkan para muslimah dan para netizen yang tidak terima perlakuan si manusia kecoak.

Kami yang mempermasalahkannya di anggap memprovokasi, padahal si kecoak itu yang memantik api jadi provokator sejati?

Ada rezim yang jelas-jelas sudah gagal total, karena tidak bisa memenuhi hampir semua janji kampanyenya. Eh, malah disanjung-sanjung dan dianggap pilihan terbaik tanpa lawan.

Ada orang-orang pintar, sebagai profesor atau doktor kualitas keilmuannya tidak diragukan, ahli hukum, ahli filsafat dan ahli siasat, tapi berlomba-lomba menjadi wakil orang yang jangankan berbahasa Inggris, bahasa Indonesia saja masih belepotan.

Ada partai yang bertahun-tahun kadernya menjuarai korupsi, tapi berulang kali Pemilu tetap meraih suara terbanyak. Sedangkan partai paling bersih hanya bertahan jadi partai pecundang.

Ada partai mengaku oposisi, tapi berulangkali pemerintah membuat kebijakan yang merugikan rakyat. Cuma bisa diam dan pasrah tanpa ada tindakan dan perlawanan.

Jadi bagaimana negara kita mau maju, kalau mayoritas rakyatnya gagal berlogika?

Pintar dan bodoh tidak ada masalah asal masih bisa berlogika. Kepintaran sangat berguna tapi bisa jadi masalah kalau dipakai untuk menipu sesama. Sedangkan logika adalah anugerah Tuhan untuk kita pakai menilai kebenaran.

Ketika anugerah Tuhan kita abaikan, wajarlah murka-Nya menimpa kita. Karena hanya logika yang membedakan kita dengan ayam.

Selamat Pagi wahai, Ayam-ayam.

***