Catatan Hukum (2): Siapa Berhak Atas “Waduk Sepat” Kota Surabaya?

Jumat, 23 Maret 2018 | 13:11 WIB
0
1000
Catatan Hukum (2): Siapa Berhak Atas “Waduk Sepat” Kota Surabaya?

Menyusul dikeluarkannya SP3 yang diterbitkan oleh Polda Jatim terkait dengan laporan Dian Purnomo atas dugaan pemalsuan yang dilakukan Sdr. Ir. Muh. Adi Dhramawan, M.Eng.SE, maka perlu dianalisis secara hukum atas realita di lapangan tersebut.

Ada beberapa aspek berdasarkan analisis hukum atas penghentian penyidikan dalam sengketa Waduk Sepat tersebut. Subagyo, penasihat hukum warga Dukuh Sepat dari kelompok warga yang tidak menyetujui tukar guling Waduk Sepat, mengungkapkannya.

Aspek Hak Konstitusional. UUD 1945, Pasal 28 I ayat (3) yang menentukan: Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Pemkot Surabaya telah melanggar hak masyarakat tradisional Dukuh Sepat dimana Waduk Sepat merupakan pengikat solidaritas kehidupan kolektif mereka dan identitas budayanya sebab di Waduk Sepat tersebut mereka biasa melakukan ritual bersih desa sejak wilayah tersebut menjadi desa hingga sekarang.

Aspek Hukum Perbendaharaan Negara/Daerah. Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan Perppu Nomor 3 Tahun 2005 jo. UU No. 8 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun 2008, pasal  201 ayat (2) (yang berlaku saat tukar guling waduk Sepat tersebut) menentukan:

Dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan. Dengan demikian Hak Pengelolaan atas tanah waduk Sepat tersebut seharusnya diserahkan kepada Kelurahan Lidah Kulon.

Jika mengacu pada Pasal 74 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah (Permendagri No. 17 Tahun 2007), ditentukan bahwa tukar-menukar (ruislag) terhadap barang daerah terdapat tiga jenis barang, yaitu:

Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa : a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Kepala SKPD kepada Kepala Daerah melalui pengelola; b. tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; dan c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

“Tukar menukar tersebut dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah sesuai batas kewenangannya (ayat 2),” ungkap Subagyo, SH dalam keterangannya kepada Pepnews.com.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, karena tanah Waduk Sepat secara perbendaharaan negara merupakan tanah yang hak pengelolaannya seharusnya diserahkan kepada Kelurahan Lidah Kulon.

“Maka subyek hukum yang melakukan pelaksanaan tukar-menukar adalah pengelola, yakni Kelurahan Lidah Kulon dengan persetujuan Kepala Daerah (Walikota Surabaya). Secara kewenangan, terdapat satu kewenangan yang tidak terpenuhi, yakni kewenangan Kelurahan Lidah Kulon selaku pengelola tanah waduk Sepat,” lanjut Subagyo.

Berdasarkan Pasal 75 Permendagri No. 17 Tahun 2007 tersebut ditentukan bahwa pengelola yang mengajukan usul tukar menukar tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah disertai alasan/pertimbangan dan kelengkapan data.

Selanjutnya dibentuk Tim dengan Keputusan Kepala Daerah guna meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis dan yuridis.

Menurut Subagyo, apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, Kepala Daerah dapat mempertimbangkan untuk menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan.

Tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pengelola melaksanakan tukar menukar selain tanah dan bangunan sesuai batas kewenangannya setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.

Pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima Barang.

Berdasarkan Lampiran Permendagri No. 17 Tahun 2007 dijelaskan, tukar menukar dan lelang barang yang telah diserahkan kepada SKPD/Pengelola harus melalui proses: Pembentukan Panitia Penaksir; Permohonan Persetujuan DPRD; Keputusan Kepala Daerah.

“Berdasarkan persetujuan DPRD tersebut di atas selanjutnya ditetapkan Keputusan Kepala Daerah tentang pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi atau tukar menukar,” ungkap Subagyo.

Pada lampiran Keputusan Kepala Daerah itu harus memuat data atas tanah dan/atau bangunan yakni: Letak/alamat, Luas dan tahun perolehan, nama dan alamat Pihak Ketiga dan besarnya nilai ganti rugi atau nilai tukar menukar tanah dan/atau bangunan tersebut.

Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara ganti rugi dilakukan dengan pelelangan/tender dan apabila peminatnya hanya satu dilakukan dengan penunjukan langsung dan dilakukan negosiasi harga  yang dituangkan dalam Berita Acara.

Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar dilakukan langsung dengan Pihak Ketiga (tidak dilakukan pelelangan/tender) dan dilakukan negosiasi harga yang dituangkan dalam Berita Acara.

Teknis pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan, yakni Perjanjian antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga. Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar (ruilslag) dimaksud harus diatur dalam Surat Perjanjian Bersama antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga.

Dalam Surat Perjanjian Bersama tersebut harus dicantumkan secara jelas mengenai data tanah dan/atau bangunan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, ketentuan mengenai sanksi dan ketentuan lain yang dipandang perlu.

Alasan dilakukannya tukar menukar tanah tersebut adalah: a. Terkena planologi; b. Belum dimanfaatkan secara optimal (idle); c. Menyatukan barang/aset yang lokasinya terpencar untuk memudahkan koordinasi dan dalam rangka efisiensi;

Memenuhi kebutuhan operasional Pemerintah Daerah sebagai akibat pengembangan organisasi; dane. Pertimbangan khusus dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Hankam.

“Pelepasan dengan alasan tersebut dilaksanakan karena dana untuk keperluan memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah tidak tersedia dalam APBD,” jelas Subagyo.

Hal-hal  itu perlu diperhatikan dalam tukar menukar tersebut antara lain: Dalam hal tukar menukar (ruilslag/tukar guling) maka nilai tukar pada prinsipnya harus berimbang dan lebih menguntungkan Pemerintah Daerah;

Apapun yang harus dibangun Pihak Ketiga (swasta) di atas tanah itu harus seijin Pemerintah Daerah agar sesuai dengan peruntukan tanahnya;

Dalam hal pelepasan hak dengan tukar menukar (ruilslag/tukar guling), diperlukan Surat Perjanjian Tukar Menukar antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga yang bersangkutan yang mengatur materi tukar menukar, hak dan kewajiban masing-masing Pihak sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, jika dikorelasikan dengan fakta yang terjadi dalam tukar-menukar (tukar guling) tanah Waduk Sepat dengan tanah hak PT Ciputra Surya Tbk, terdapat contralegem (pelanggaran hukum) – sehingga tidak sah - sebagai berikut:

Secara kewenangan, pihak yang seharusnya diberikan sebagai pengelola tanah Waduk Sepat, yakni Kelurahan Lidah Kulon yang seharusnya ditempatkan sebagai pengusul dan pelaksana tukar menukar tanah tersebut, telah dilanggar kewenangannya.

Walikota Surabaya yang seharusnya hanya bertindak sebagai pejabat yang mengeluarkan keputusan persetujuan, tetapi malah menjadi pejabat yang mengeluarkan keputusan tukar-menukar tanah tersebut.

Secara kepentingan hukum, tukar-menukar tanah dalam pengeloaan Kelurahan seharusnya bukan atas inisiatif Kepala Daerah, tetapi seharusnya atas usul pengelola (dalam hal ini Kelurahan Lidah Kulon).

Selain itu, alasan hukum yang telah ditetapkan juga tidak terpenuhi, sebab tanah Waduk Sepat ditukar dengan tanah Ciputra Surya dengan alasan adanya kebutuhan Pemkot Surabaya untuk membangun Surabaya Sport Center (SSC).

“Sehingga membutuhkan tanah Ciputra Surya dengan menukarnya dengan tanah waduk Sepat yang hak pengelolaannya seharusnya ada pada Kelurahan Lidah Kulon,” ujar Subagyo dalam analisis hukumnya.

(Bersambung)

***

Catatan sebelumnya:

http://pepnews.com/2018/03/22/catatan-hukum-1-siapa-berhak-atas-waduk-sepat-kota-surabaya/