Vladimir Putin Anggap Aneksasi Rusia ke Crimea Sebuah Prestasi

Kamis, 22 Maret 2018 | 14:00 WIB
0
889
Vladimir Putin Anggap Aneksasi Rusia ke Crimea Sebuah Prestasi

Ketika ketegangan meningkat antara Rusia dan Inggris hari Rabu lalu atas peracunan mantan intelijen Rusia,  Presiden Vladimir Putin malah tidak menghiraukannya untuk sementara. Ia lebih mementingkan agenda Pemilihan Presiden Rusia, hari Minggu, tanggal 18 Maret 2018 lalu dengan mengunjungi Crimea.

Bagi Putin, mengambil alih Crimea merupakan keberhasikannya sebagai seorang Presiden Rusia selama ini, yang sekaligus memperingati tahun keempat, pasukan Rusia mengambil alih Crimea dari tangan Ukraina, yang dulunya adalah negara bahagian Uni Soviet. Sewaktu Mikhail Gorbachev menerapkan pembaruannya di Uni Soviet, Ukraina yang mencakup sebuah kepualuan terpisah (Crimea) lepas dari Uni Soviet.

Setelah melihat situasi tidak menentu di bekas negara bahagiannya, Ukraina dengan jatuhnya Presiden Ukraina Victor Yanukovych yang tidak mau menandatangani Perjanjian Asosiasi Ukraina dengan Uni Eropa, sehingga berakibat penggulingan dirinya pada 22 Februari 2014, Putin merasa perlu masuk kembali ke bekas negara bahagiannya dengan menganeksasi Semenanjung Crimea dari Ukraina. Sejak itu pula Uni Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara Barat menjatuhkan berbagai sanksi kepada Rusia.

Putin menganggap, keberhasilannya menganeksasi Semenanjung Crimea adalah keberhasilannya selama menjadi Presiden Rusia. Untuk itulah jelang Pilpres Rusia lalu, ia menyempatkan diri ke Crimea. Apalagi Putin akan menjadikan Crimea sebagai tuan rumah musabaqah tilawatil Al-Qur'an pada awal Juni 2018.

Penduduk Rusia, banyak juga beragama Islam. Apalagi pemimpin Rusia tidak mempermasalahkannya. Pemimpin militer yang menganeksasi Crimea banyak berasal dari penduduk Muslim Rusia.

Untuk memberi gambaran ini, ketika Presiden Soekarno berkunjung ke Rusia, ia meminta syarat agar ada masjid yang terbuka untuk penduduk Muslim Rusia atau warga negara Indonesia yang sedang di Rusia mekakukan kewajiban lima waktunya.

Pada hari Minggu itu merupakan peringatan empat tahun aneksasi Crimea oleh Rusia. Putin tidak surut sejengkal pun mundur dari niatnya menganeksasi Semenanjung Crime.

[irp posts="12711" name="Pilpres di Rusia dan Dampak Pengusiran 23 Diplomat Rusia dari Inggris"]

Bahkan di Crimea, Putin terlihat berbicara dengan para insinyur Rusia untuk membuat jalan dari Crimea ke Rusia. Putin terlihat sedang memeriksa jembatan kereta api sepanjang 19 km di atas Selat Karch yang nantinya menghubungkan Crimea-Rusia. Rencananya akan selesai pada 9 Mei 2018 bertepatan dengan hari kemenangan Uni Soviet melawan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Niat Putin ini sudah tentu mendapat kritikan dari Presiden Ukraina sekarang, Petro Poroshenko yang mengatakan kunjungan Putin ke  Crimea sebuah provokasi.

Di dalam pernyataannya kepada wartawan,   Poroshenko meminta rekannya di Eropa dan dunia agar menentang tindakan aneksasi Crimea ini. Bagaimana pun juga Rusia bukanlah negara liberal. Jika ada calon presiden Rusia yang lain, biasanya tidak berpengaruh. Apalagi Putin banyak menampilkan kekuatan militer Rusia di Suriah sebagai kekuatan penyeimbang dari Amerika Serikat dan sekutunya. Cukup Irak saja yang hancur lebur oleh kekuatan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pada waktu di Irak ini Rusia masih berbenah diri dan belum siap membantu Presiden Irak Saddam Hussein. Gagasan Gorbachev waktu lalu telah membuat Uni Soviet terpecah-pecah.

Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net