Apa Kata Prabowo (2): Novel Politik "Ghost Fleet" sebagai Acuan

Kamis, 22 Maret 2018 | 10:29 WIB
0
668
Apa Kata Prabowo (2): Novel Politik "Ghost Fleet" sebagai Acuan

Jualan isu politik Prabowo yang paling muhakhir adalah Indonesia diprediksika akan bubar tahun 2030. Ternyata bukanlah isu baru, yang kemarin seolah (baru) di-declare pada acara Partai Gerindra beberapa hari lalu. (Sekali lagi ternyata) Pertama kali isu ini telah "dimunculkan" di sebuah acara bedah buku “Nasionalisme, Sosialisme, Pragmatisme: Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo”.

Acara tersebut diselenggarakan di Auditoriun FEB UI, Selasa pagi 18 September 2017, tatkala Prabowo tampil menjadi Pembicara Kunci pada acara tersebut. Pada saat itu, ia menyerahkan sebuah buku yang berjudul Ghost Fleet (yang bila diterjemahkan artinya Armada Hantu), yang dibelinya beberapa saat sebelumnya di New York.

Buku karangan P.W Singer, seorang ahli ilmu politik luar negeri, yang mendapatkan Ph.D dari Harvard University. Bersama rekannya August Cole, mereka mencoba memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan dalam konflik global. Namun sedemikian spekulatifnya paparan mereka, dan agar prediksi dan perspektifnya hidup, ia tuliskan analisanya itu dalam apa yang ia sendiri sebut karya novel-politik.

Artinya, bahkan keduanya sebagai penulisnya sendiri merasa "tidak yakin" bahwa sebagai akademisi, apa yang dipaparkannya dapat dipertanggungjawabkan sebagai karya ilmiah dan akademis.

Topik utama novel itu sebenarnya lebih mengulas bangkitnya China selaku super power yang bahkan berhasil melampaui skala yang dicapai Amerika Serikat. Masa di mana komunisme China dianggap sudah usang, di mana kapitalisme ekonomi, hegemoni politik, dan superioritas militer lebih jadi panglima.

Di sinilah, tampak betapa curangnya kelompok Prabowo ini malah menggoreng seolah-olah Jokowi memberi angin pada bangkitya PKI di Indonesia. Isu yang bahkan sebenarnya sudah basi, kecuali mungkin di Korea Utara yang nyaris bangkrut itu. Mereka menggunakan data secara licik dan picik, memiliah-milahnya sesuai kebutuhan, keinginan dan kepentingan mereka sendiri.

Realitasnya di buku tu sendiri dikatakan bahwa saat ini China dipimpin oleh “kelas baru” yang disebutnya sebagai Directorate, sebuah komprador (elit gabungan) antara kelas pengusaha kakap bersama para pemimpin tentara. Elit ini menggantikan pemimpin partai komunis yang segera dilupakan.

Menurut novel ini, China lebih maju dibandingkan Amerika Serikat, China disamping lebih kaya, juga lebih cepat menemukan persenjataan supra modern, banyak jenisnya. Antara lain sejenis “cyber attack” yang mampu melumpuhkan aneka sistem elektronik bahkan yang lebih canggih. Artinya ini adalah salah buku kesekian yang menunjukkan paranoia pihak AS terhadap China.

Setelah sebelumnya, diakui bahwa 25 tahun prestasi China dianggap melampaui 2 abad prestasi Amerika Serikat, buku ini menunjukkan sisi pesimisme terhadap masa depan negeri in. Sebuah artikel yang ditulis oleh Jeff Willerstein, dosen di Penn State University dan berkunjung ke China sebagai dosen tamu menunjukkan China memiliki ribuan proyek-proyek ambisius yang besar dan bekerja keras sehingga melahirkan prestasi yang begitu hebat diikuti keajaiban teknologinya.

Sedangkan Amerika sekarang membuang-buang waktu dan energi urusi politik, hubungan antar ras dan agama dan perang. Bahkan di hari-hari ini malah cuma ribut masalah bagaimana mereka mempersenjatai guru-guru mereka di kelas. Mimpi buruk yang bahkan tidak terbayangkan sebelumnya, bagaimana ruang kelas untuk belajar berubah menjadi medan pertempuran dengan senapan mesin otomatis.

Sementara itu banyak contoh menunjukkan kecanggihan KA Cepat China yang melibatkan teknologi baja, metalurgi, material komposit, lokomotif, listrik, sasis, rem, kestabilan sumber daya listrik, sensor, komunikasi, kontrol otomatis, dll yang memungkinkan China berhasil membangun KA super cepat untuk berbagai daerah dengan iklim dan kondisi alam berbeda dan meningkatkan kualitas secara menyeluruh produk "Made in China" menjadi yang terbaik di dunia.

Ia bahkan telah berhasil menghubungkan jalur Asia-Eropa melalui jaur darat, yang berhasil memangkas waktu perjalanan cargo dari 3 buan menjadi hanya 14 hari saja. Bandingkan dengan AS, yang bahkan untuk membangun rencana jalur KA Cepat Los Angeles ke San Fransisco yang terus menerus dikaji selama 14 tahun dan gak kunjung terealisasi. China meninggalkan jauh AS yang kegemukan dan tidak efisien, tapi masih tetap sombong dan menangan.

Dalam posisi inferioritas dan dekaden AS itulah, Prabowo (malah secara wagu dan keminter) menyitir hanya sebuah kalimat yang ditulis sambil lalu tentang prediksi masa depan negara-negara lain.

Bagaimana perang dunia akan dan bisa terjadi di masa datang. Dengan korban sederetan negara yang diperkirakan akan menjadi negara gagal (failed states), situasi yang bahkan belum sampai ke tahap negara bubar (collapse state) yang dikatakannya dalam eceran pidatonya bahwa Indonesia akan lenyap tahun 2030.

Catat sekali lagi: itu sebuah kalimat yang bahkan dituliskan sambil lalu!

Dan lalu ia men-dramatisasi-kannya di depan publik, bahwa itu adalah "hasil kajian-kajian dari ahli dan pakar di luar negeri". Di mana bahkan penulisnya sendiri hanya berani menganggapnya "sebuah novel politik yang masih (harus) dianggap fiksi".

Dalam konteks ini, (kali ini) saya setuju dengan pendapat Denny JA yang telah membacanya: buku ini terlalu berlebihan. Lalu harus disebut apa figur yang menjualnya sebagai isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan di berbagai panggung politik: mungkin di luar teatrikal, jelas paranoid.

Ia sebagaimana judul buku itu "ingin menjadi hantu yang menghantui".

Hantuhantuhantuhantu: Ingin Jadi Tuhan!

(Selesai)

***

Editor: Pepih Nugraha

Tulisan sebelumnya:

http://pepnews.com/2018/03/21/apa-kata-prabowo-indonesia-bubar-tahun-2030/