Apa Kata Prabowo (1): Indonesia Bubar Tahun 2030

Rabu, 21 Maret 2018 | 21:26 WIB
0
532
Apa Kata Prabowo (1): Indonesia Bubar Tahun 2030

Kita berpikir baik dan positif saja, mungkin Prabowo sudah kehabisan topik untuk pidato di depan publiknya. Saya pikir, saat ini Prabowo memang orang yang paling sering harus berpidato, dan memang seharusnyalah demikian. Pendukungnya butuh penguatan terus menerus, untuk terus percaya dengan apa-apa yang telah dikatakan sebelumnya.

Sebagaimana "iklan produk di zaman kiwari", seminggu saja ia tidak tampil di media, pasti segmen pasarnya akan direbut kompetitornya. Prabowo ini juga "orang susah", kata orang Jawa wong rekasa sebenarnya, sebagai speaker dia tentu saja gak pernah dibayar. Harus bayar malah! Dan tentu gak sedikit.

Posisi Prabowo sebagai orator ini juga tak tergantikan di partainya, coba siapa yang lainnya di partai ini yang bisa pidato berapi-api, (hingga) konon ada yang menyebutnya Soekarno Edisi Baru. Mosok ya Fadli Zon? FZ ini perannya nyonthong di DPR, bikin ribut lembaga ini.

Sambil twitteran, nyinyir terhadap Jokowi, nyerang pemerintah yang dianggapnya gak pernah benar itu. Nyinyir (bahkan hoaks) baginya adalah simbol demokratisasi. Maha benar keduanya dengan segala cocotnya!

[embed]https://youtu.be/mjpNxdSKYfc[/embed]

Namun baiklah kita dedah sesekali terkait apa yang dipidatokan Prabowo dalam beberapa hari terakhir. Bila dilihat dari materinya sebenarnya tidak ada isu yang baru. Intinya negara paling buruk di dunia ini adalah Indonesia, negara sendiri. Negara yang (katanya) kekayaannya tinggal 1% dikuasai rakyatnya sendiri, bahwa hanya tinggal 1% asset negara yang masih tinggal. Selebihnya sudah milik asing atau terbang ke luar negeri.

Dan secara dramatis, ia bilang bahwa di tahun 2030 Indonesia sudah dianggap lenyap oleh banyak negara. Itu berdasarkan banyak kajian, entah kajian lembaga mana. Wow sekali? Tidak! Biasa, biasa saja, kalau pathokannya adalah kajian (alm) Benedict Anderson, seorang Indonesianis paling keren. Wong bangsa kita sejak lahirnya adalah bangsa paling absurd, yang terbentuk bukan atas dasar tetek bengek aturan dan kesepakatan.

Bangsa dan negara kita ini adalah apa yang disebut sebagai imagined communities, sebuah bangsa yang dibayangkan bersama. Mereka mau berkumpul lalu bersatu bersama, lalu jadilah!

Jadi kalau mereka gak mau lagi kumpul dan bersatu, ya bubarlah. Tidak usah pakai teori tetek bengek, infiltrasi asing, kekayaannya tergadai, atau apalah! Gak usah bawa-bawa Tuhan, jika ada satu anasir yang sedemikian kuat pengen Indonesia bubar ya bubarlah. Kita bisa setiap saat bubar tanpa menunggu terlalu lama tahun 2030!

Mungkin si bapak ini lupa, sudah berapa kali terjadi upaya separatis di negeri ini. Bahkan salah satunya dilakukan oleh bapaknya sendiri, Soemitro Djojohadikusumo yang menjadi tangan kanan CIA untuk ngisruh Indonesia melalui pemberontakan PRRI/Permesta.

Bila dia bilang, kekayaan negara dijual kepada negara asing, jangan lupa ditanya apa peran bapaknya sejak masa Orde Baru, adiknya, dan keluarganya (sampai hari ini) sebagai makelar untuk melakukan itu. Bagaimana Hashim Djojohadikusumo, tersangka penadah barang antik dari museum itu juga berpidato di depan para politisi dan pebisnis Amerika untuk menjadi "penjamin keamanan" bisnis mereka.

Bagi mereka ini bisa saja hal ini dianggap bisnis internasional, bagi saya justru mereka lah para penjual (murah) kekayaan negara. Ia lupa bahwa saat ia berpidato dengan menunjukkan jari telunjuk kanan-kirinya itu, ia sebenarnya menunjukkan ketidakpedeannya. Bukan saja terhadap integritas dirinya sendiri, tapi terutama apa-apa yang diucapkannya.

[irp posts="12639" name="Pilpres 2019, Dicari Penantang Prabowo Subianto"]

Ia sama sekali out of control terhadap fakta dan data yang diucapkannya sendiri. Dalam ilmu bahasa tubuh, ia sedang menunjukkan sikap otoritarianisme, sikap yang memaksa orang mendengar dirinya, tanpa ia berusaha mendengar orang lain.

Prabowo dan Gerindra ini juga perlu diingatkan, bahwa di luar Pancasila yang memang tugasnya untuk tetap mempersatukan rakyatnya, Indonesia ini dipersatukan oleh dangdut dan indomie. Saya heran apa dia gak pernah tahu, bagaimana setiap waktu musik dangdut terus menerus direformasi, diperbaharui dan dipercanggih (sekaligus dibikin makin lokal). Dangdut boleh dibilang koplo, tapi ialah hiburan paling murah meriah yang menemani rakyat menghadapi beratnya beban hidup.

Seberat-beratnya beban, semua orang masih bisa mengganjal perutnya ditemani Indomie yang sedemikian nikmat, murah harganya, dan mudah didapat. Indikasi paling gampang Indonesia mendekati bubar itu, kalau musik dangdut dilarang dan Indomie (atau mie instann sejenisnya) lenyap dari pasaran.

Saat itulah Indonesia benar-benar genting!

(Bersambung)

***

Editor: Pepih Nugraha