Mendampingi atau Mengganti Jokowi

Selasa, 20 Maret 2018 | 08:33 WIB
0
443
Mendampingi atau Mengganti Jokowi

Seperti suasana pasar di pagi hari, ada suara tawar menawar harga, menanyakan kualitas, bercampurnya bau segala barang dagangan, sampai bau lumpur kotor yang melumuri kaki yang lalu lalang. Suasana itu sekarang terjadi pada tatanan politik Indonesia menjelang Pilkada, Pileg dan Pilpres.

Menjadi begitu menarik untuk Pilpres karena yang akan dipilih adalah apakah meneruskan Jokowi, mengganti atau mendampingi. Baper dimana-mana, jualan tampang sampai kekuatan massa dan agama dijadikan daya tawar kadang keluar dari domain nalar.

Pagi ini saya dikirimi tulisan Dahlan Iskan tentang TGB, ulasannya menarik karena Dahlan seorang penulis yang andal. Diujung tulisan ada noted yang mengatakan: *Kalau Anda setuju share tulisan ini, karena bila semut bersatu gajahpun akan runtuh* apakah noted itu dari Dahlan atau bukan, tapi intinya adalah upaya menggiring opini bahwa TGB kandidat yang bisa menggantikan Jokowi.

Kenapa Jokowi menarik, dia adalah presiden fenomenal, melesat dari bantaran kali, menapaki hutan Aceh, menjadi pengusaha mebel, menjadi walikota 2 periode, gubernur 1,5 tahun dan menjadi presiden RI tanpa embel-embel ketua partai. Apakah ini masuk katagori mukjijad, bisa saja.

Di tengah kekuatan PS yang jumawa dengan dana dan teman orang kaya, sujudnya cuma sekedar mencium tanah, tidak sampai memerintah, cita-citanya patah, koloninya marah dengan sumpah serapah, fitnah yang panjang sampai sekarang.

Kurang apa PS di mata ukuran kemampuan, kurang apa orang-orang yang pernah berusaha menapaki puncak karir atau nafsu menjadi presiden, kita selalu menyebut "iyya qanaqbudhu waiyya qannastain" tapi kita selalu lupa bahwa DIA penentu segalanya... kunmfayakun Susi yang tamat SMP jadi menteri yang moncer, memberi kuliah di Harvard, kenapa bukan Dahlan Iskan atau Fadli Zon, kenapa bukan PS atau Amien Rais, kenapa... tanyakan pada nuranimu karena di sana ada Tuhan yang maha...

Jokowi, manusia rendah hati pengabdi, bekerja untuk bangsa dan negara, merobah tatanan moral yang lama terpuruk karena jiwa kemaruk para pejabat.

Lima tahun pertama tidak lama untuk sebuah usaha merubah kebiasaan yang sudah membudaya poya-poya dengan uang negara, perampokan di mana-mana, lihat saja apa yang dilakukan KPK sampai detik ini, OTT dsb adalah buah dari kebiasaan pejabat yang korup dan amoral, melanjutkan memberi amanah kepada Jokowi menjadi wajib agar kerja kerasnya bisa menjadi pondasi ke depan.

Bukan mengabaikan kemampuan yang ingin menggantinya tapi lebih kepada apa sebenarnya niatnya, kalau mau meneruskan, biarkan Jokowi yang menuntaskan, kalau mau mengganti apa program yang lebih baik untuk dikerjakan. Kita 32 thn dierami Cendana anak tetasannya budaya nepotisme negatip dan koruptip, 10 tahun diayunan SBY, kita cuma di kasih 6 album dan subsidi BBM yang mengelabui. 4 tahun di tangan Jokowi kita merasakan Indonesia yang sebenarnya.

Kawan saya konsultan jalan di perbatasan Papua bercerita bagaimana jalan di bangun di tengah hutan belantara. Indonesia... kenapa kita tidak pernah kesana... kini setelah Jokowi hal itu terjadi.

TGB, MMD, Muhaimin is Kandar, dst... berusahalah untuk menjadi penerus karena pondasi sudah diletakkan. Tidak usah berpikir jadi penggerus, Indonesia ini kita, bukan kau, aku, atau kalian. Jangan biarkan pembisik yang mendorong kalian untuk bertabrakan dengan kebaikan. INDONESIA HARUS DI KEDEPANKAN DARI BALAPAN NAFSU KEKUASAAN.

# MARI JOKOWI LAGI.

***