Mendengar kata kecerdasan spiritual, orang langsung teringat dengan agama, beserta segala ritual maupun aturannya. Pandangan ini salah besar.
Kecerdasan spiritual tidak ada hubungannya dengan agama, termasuk dengan segala ritual maupun aturan-aturannya. Yang seringkali terjadi, jika tidak ditafsirkan secara bijak, agama justru bisa menghambat kecerdasan spiritual seseorang, terutama dengan ritual serta aturannya yang sudah ketinggalan jaman.
Kecerdasan Spiritual
Konsep kecerdasan spiritual (Spiritual Intelligence) dirumuskan secara sistematis oleh Robert Emmons di dalam artikel ilmiahnya yang berjudul Is Spirituality an Intelligence? Motivation, Cognition, and the Psychology of Ultimate Concern. Tulisan ini diterbitkan di dalam sebuah jurnal ilmliah yang bernama International Journal for the Psychology of Religion.
Konsep ini berkembang dari penelitian Howard Gardner tentang kecerdasan jamak (Multiple Intelligences). Ia menekankan, bahwa kecerdasan manusia memiliki banyak jenis, dan masing-masing harus dilihat secara unik, walaupun saling terhubung satu sama lain.
Bagi Emmons, kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia untuk menciptakan keutuhan di dalam dirinya. Ia tidak lagi terbelah oleh kekecewaan dan kecemasan, melainkan satu dan utuh sebagai pribadi yang terhubung dengan dunia. Inilah yang disebutnya sebagai transformasi intrapersonal (intrapersonal transformation).
Bagaimana mengembangkan kecerdasan spiritual semacam ini? Ada empat hal yang kiranya perlu diperhatikan.
Pertama, kecerdasan spiritual berkembang, ketika orang paham akan tujuan dan makna hidupnya. Tujuan dan makna hidup amatlah mendasar, yakni untuk hidup sesuai dengan segala potensi yang ada untuk kebaikan sebanyak mungkin pihak.
Harus diakui, banyak orang hidup untuk sekedar hidup. Mereka tak paham tujuan dan makna hidup mereka. Hidup mereka terasa kosong, karena diisi dengan pengejaran pemenuhan kebutuhan-kebutuhan palsu, seperti harta, nama baik dan kepuasan seksual.
Padahal, jika semua itu diikuti, orang akan terjebak pada kekecewaan dan kekosongan batin. Kenikmatan dari luar selalu bersifat sementara, dan berakhir dengan ketidakpuasan.
Maka dari itu, tujuan dan makna hidup haruslah dicari ke dalam diri manusia, yakni menemukan jati diri sejatinya sebagai warga semesta. Hanya dengan begitu, orang bisa hidup sepenuhnya, dan membaktikan semua dirinya untuk kebaikan semua mahluk.
Mengelola Diri
Dua, kecerdasan spiritual juga berkembang sejalan dengan kemampuan orang mengelola dirinya. Dalam arti ini, mengelola diri berarti mengelola segala pikiran, emosi dan keinginan yang datang dan pergi.
Orang tidak lagi disiksa oleh pikiran-pikirannya, biasanya dalam bentuk penyesalan dan kecemasan. Orang juga tidak lagi diperbudak oleh emosinya, sehingga ia mudah sekali jatuh ke dalam kemarahan dan kesedihan mendalam.
Dua hal inilah yang rupanya sulit sekali dilakukan oleh manusia modern. Orang cenderung mengira pikiran dan emosinya sebagai kenyataan, sehingga hanyut ke dalamnya, dan terjebak ke dalam penderitaan yang tanpa faedah. Beragam keinginan dikejar, tanpa sikap kritis dan reflektif, yang akhirnya bermuara pada kekecewaan.
Kemampuan mengelola diri amatlah penting di dalam kehidupan. Ini dilakukan dengan memahami dan mengalami sungguh kekosongan dari semua pikiran, emosi dan keinginan yang muncul di dalam diri.
Kesadaran
Tiga, kecerdasan spiritual juga membutuhkan kesadaran. Dalam arti ini, kesadaran adalah kemampuan untuk hidup dari saat ke saat dengan perhatian penuh terhadap segala pikiran, emosi maupun keinginan yang muncul.
Orang pun lalu bisa bertindak dengan kesadaran penuh. Kemarahan dan tindakan keras dilakukan juga dengan kesadaran penuh, jika memang keadaan sungguh menuntut untuk itu.
Banyak orang tak bisa melakukan ini. Mereka melakukan semuanya tanpa kesadaran dan perhatian, sehingga dampaknya pun cenderung tak terduga, mulai dari melukai orang lain sampai dengan menghancurkan alam.
Jika sudah begitu, penyesalan dan kecemasan pun memenuhi pikiran. Kesadaran dan perhatian adalah unsur yang amat penting di dalam membentuk kecerdasan spiritual.
Melampaui Ego
Empat, kecerdasan spiritual membongkar ego diri, dan mengajak orang melampaui kepentingan dirinya. Hidupnya diarahkan pada kepentingan semua mahluk, dan bukan hanya fokus pada kenikmatan maupun kejayaan pribadi semata.
Ini mungkin hal yang paling sulit dilakukan. Orang cenderung terbiasa melihat segala sesuatu dari kaca mata kepentingan dirinya. Kepentingan orang lain, apalagi kepentingan alam, cenderung diabaikan, bahkan dikorbankan.
Kerakusan menjadi daya dorong tanpa kesadaran. Sikap jahat dan manipulatif menjadi sesuatu yang alami dilakukan. Hal inilah yang menghancurkan tidak hanya mutu kehidupan politik di Indonesia, tetapi juga mutu hidup pribadi orang-orang yang ada di dalamnya.
Jika dilihat secara jeli, kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan terpenting yang bisa dimiliki oleh manusia. Orang bisa memiliki kecerdasan logis-matematis atau kecerdasan seni-estetik. Namun, jika ia tidak memiliki kecerdasan spiritual, maka kecerdasan yang ia punya bisa tergelincir menjadi perusak diri maupun hidup bersama.
Bukankah ini yang terjadi pada para politisi busuk dan pebisnis korup?
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews