Cakada Maluku Utara Ditetapkan Tersangka KPK, Siapa Menyusul?

Jumat, 16 Maret 2018 | 09:26 WIB
0
858
Cakada Maluku Utara Ditetapkan Tersangka KPK, Siapa Menyusul?

CNN Indonesiacom menulis, KPK telah meneken Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) salah satu calon kepala daerah yang ikut berkompetisi pada Pilkada Serentak 2018. Kepala daerah tersebut merupakan salah satu calon gubernur Maluku Utara.

Berdasarkan informasi yang didapat CNNIndonesia.com, calon gubernur Maluku Utara yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi tersebut berinisial AHM. Belum diketahui kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Kepulauan Sula itu.

“(Mantan Bupati Kepulauan) Sula, (calon gubernur) Malut (Maluku Utara) AHM,” kata sumber CNNIndonesia.com di internal KPK, Rabu 14 maret 2018). Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku telah menandatangani satu sprindik cakada malam tadi.

Namun Agus belum mau menyebut nama cakada yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu.

“Yang satu tadi malam sudah tanda tangani, nanti akan kami umumkan,” kata Agus ketika dibungi di Kementerian Keuangan, Jakarta, pada hari yang sama.

Agus berharap pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang pergantian cakada yang tersandung kasus hukum. Dengan aturan itu parpol pengusung bisa mengganti cakada yang menjadi tersangka.

“Jadi bagi calon yang ditersangkakan, kemudian partai bisa mengganti sehingga rakyat juga bisa mendapatkan calon yang terbaik,” tuturnya, seperti dikutip CNNIndonesia.com. Itulah proses yuridis yang sedang dijalankan KPK terkait korupsi cakada.

Dus, imbauan dan permintaan Menko Polhukam Wiranto agar KPK menunda pengumuman status tersangka cakada yang terlibat korupsi itu ternyata tidak “digubris”. Buktinya, cagub Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus (AHM) bakal diproses oleh KPK.

Mantan Bupati Sulu itu diusung Partai Golkar dan ‎PPP berpasangan dengan cawagub Rivai Umar, Rektor Universitas Khairun Ternate pada Pilkada Malut 2018 nanti. Meskipun KPK belum membuka AHM disidik terkait kasus apa, sangat mudah ditelusur.

Setidaknya bisa ditelusur melalui jejak digital. AHM lahir di Pulau Taliabu, Maluku Utara, 2 Juni 1969. Sejak 2005, alumni STIE YPKP Bandung 1994 ini menjabat Bupati Kepulauan Sulu, Maluku Utara (Malut). Sebelumnya ia menjabat Ketua DPRD Sula.

Tudingan dugaan korupsi selama kepemimpinannya selaku Bupati Sula pun ditujukan kepada AHM. Ia dituding merugikan keuangan negara senilai Rp 338 miliar dari dana APBD dengan berbagai modus yang digunakannya.

Uang rakyat sebesar itu diambil dari beberapa kasus. Di antaranya dana lobi CPNSD 2005 senilai Rp1,2 miliar. Dalam kasus ini, Polda Malut telah menetapkan AHM, Kabag Keuangan Muhamad Joi Sangaji, dan Sekertaris Pribadi Bupati Buhari Buamona sebagai tersangka.

Kasus lainnya adalah korupsi dana pembangunan Masjid Raya dengan APBD 2006-2010 senilai Rp25 miliar. Kasus ini berhasil menyeret gerombolan AHM sebagai tersangka. Selain AHM, Polda Malut juga menetapkan Kadis PU-nya Mahmud Safrudin, Pejabat Pembuat Komitmen Safrudin Buamona, Bot dan Mange munawar Tjarso, sebagai tersangka.

Seperti halnya kasus sebelumnya, dalam perjalanannya, kasus ini juga mengalami kebuntuan. Bahkan, Kapolda Malut yang memimpin penyidikan kasus ini, Brigjen Affan Richwanto dicopot sebelum kasus ini tuntas.

[irp posts="12613" name="Imbauan Pak Wiranto Yang Kini Seperti Jalan Sendirian"]

Bupati AHM sudah dimintai keterangan oleh Bareskrim Mabes Polri di Jakarta. Ia diperiksa selama 5 hari, pada Senin 18-23 Maret 2013. Materi pemeriksaan itu menyangkut perkara tindak pidana korupsi pembangunan Kantor Bupati Sula TA Multi Years (MY) APBD 2006-2012 senilai Rp46 miliar, dan pembangunan jembatan Waikolbota TA 2009 senilai Rp 4,7 miliar, serta kasus korupsi penyalahgunaan prosedur berupa penunjukkan langsung.

Berdasarkan surat perjanjian pemborongan (kontrak) No: 910.916/MY-YS/2006/03/pada 23 Maret 2006, dana pembangunan Jalan Faalabisahaya Rp 167 miliar, dana pembangunan Jalan Gele-Tikong-Lede senilai Rp 105 miliar, dan dana pembangunan Jalan Samuya-Losseng senilai Rp 7 miliar.

Hasil pemeriksaan itu sudah dapat ditebak akan bernasib sama seperti kasus korupsi lainnya yang ditangani oleh Polda Malut. Konon, Bupati AHM, Komjen Sutarman, dan Komjen Fajar Prihantoro, memiliki hubungan emosional yang terbagun sejak lama, sehingga kasus yang menjeratnya selalu dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Memang kasus yang menjerat Bupati AHM selalu saja diintervensi Bareskrim Mabes Polri. Kita hanya penyidik biasa, jadi kalau ada instrusksi dari Mabes Polri, kita menghentikan penyelidikan dan penyidikan,” terang sumber Sindonews tersebut.

Jejak digital menulis, AHM sempat diadili dan dituntut JPU dengan hukuman 5 tahun penjara atas dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sula. Namun, Pengadilan Tipikor Ternate, menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa AHM, Selasa 13 Juni 2017.

Dalam persidangan semua saksi ahli menyatakan, Bupati Sulu itu tidak terlibat dan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban. Adakah kasus korupsi lainnya yang membuat AHM akhirnya dibidik oleh KPK sekarang ini?

Korupsi Bandara Bobong

Rupanya, KPK membidik AHM terkait kasus dugaan korupsi Bandara Bobong Kabupaten Taliabu, Malut yang merugikan Negara Rp 4,9 miliar pada 2009. KPK telah mengambil alih penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut.

Kasus korupsi Bandara Bobong sebelumnya ditangani penyidik Reserse Kriminal Khusus Polda Malut, dan telah menetapkan sejumlah tersangka. Beberapa antaranya telah menjalani sidang dan divonis bersalah sehingga kini sedang menjalani masa pidana.

Polda Malut juga sempat menetapkan status tersangka kepada AHM karena diduga terlibat. Sebab, saat itu Bandara Bobong masih masuk wilayah Kabupaten Sulu sebelum dimekarkan. Tapi, status tersangka AHM gugur setelah menempuh jalur Praperadilan di PN Ternate.

Hasil gelar di Bareskrim Polri dalam penanganan kasus bandara Bobong telah dilimpahkan ke KPK sehingga penyidik Polda Malut tidak lagi berwenang menyelidiki. Kasus ini mulai ditangani KPK pada awal Desember 2017.

Penyidik KPK sendiri saat itu telah berada di Malut dan secara maraton mencari bukti dan keterangan dengan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang mengetahui kasus tersebut. Bisa jadi, AHM kali ini disidik KPK terkait dengan kasus korupsi ini.

Padahal, nama AHM sempat dipuji oleh Ketua Umum DPP PPP M. Romahurmuziy alias Romy saat deklarasi dukungan PPP dan Golkar terhadap paslon AHM – Rivai itu. “Pak Ahmad Hidayat tidak diragukan lagi dalam soal kepemimpinan,” ungkap Romy.

Faktor pertama adalah pengalaman yang dimiliki oleh kedua tokoh tersebut. “Beliau mampu memimpin dengan baik saat menjadi Bupati Kepulauan Sula,” lanjutnya. ‎Sementara itu, Rivai Umar, kata Romy, adalah akademisi yang tak diragukan kemampuannya.

Langkah KPK yang menetapkan AHM sebagai tersangka kasus korupsi itu, patut diapresiasi semua pihak. Tampaknya, KPK sengaja menyisir tersangka cakada yang korupsi ini memang seperti makan bubur panas, yang dimulai dari pinggirnya (baca: Malut).

Setelah cagub Malut, bisa saja KPK langsung menyisir cakada di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Kriteria tersangkanya, calon petahana dan yang sudah berhenti dari jabatan lama, namun mencalonkan kembali untuk jabatan yang lebih tinggi.

***

Editor: Pepih Nugraha