Semalam di acara Mata Najwa, Cak Imin bilang, kalau Pak Jokowi salah milih Cawapres Pak Jokowi bakal kalah di Pilpres 2019. Cak Imin menawarkan dirinya sebagai cawapres yang punya modal suara 11 juta. Bukan cuma suara, label nasionalis relegius yang melekat pada Cak Imin bisa melengkapi Pak Jokowi.
Nggak jelas apakah ini ancaman atau prediksi, tapi memang rada masuk akal. Sebagai “wakil” dari ormas Islam terbesar Cak Imin bisa menyumbang suara cukup besar buat Pak Jokowi. Beda kalau Misalnya Pak Jokowi dengan Ahok. Ahok nggak nyumbang suara buat Pak Jokowi karena pendukung Pak Jokowi sudah pasti pendukung Koh Ahok.
Keterusterangan atau lebih tepat kengebetan Cak Imin mau jadi Cawapres Pak Jokowi itu ujung dari wacana wakil santri untuk Jokowi. Buat melawan kubu sebelah yang sudah pasti kental aroma agamanya, calon wakil Jokowi harus dari santri yang nasionalis. Istilahnya, nasionalis religius.
Kalau misalnya saya Jokower, wacana cawapres nasioanalis relegius buat pendamping Pak Jokowi, menyinggung perasaan saya. Kan sama saja menganggap Pak Jokowi nggak relegius. Sama saja dengan mengatakan, Pak Jokowi itu nasionalis leberalis, makanya perlu pendamping yang nasionalis relegius.
Kalau misalnya saya Jokower saya akan bilang begini, memangnya kurang cukup Pak Jokowi selama ini berusaha mencitrakan dirinya sebagai nasionalis relegius?
Kurang apa coba kedekatan Pak Jokowi dengan umat Islam? Berapa kali mengundang para ulama ke Istana? Sering kali menghadiri acara tabligh Akbar, bergandengan tangan --dalam pengertian yang sesungguhnya-- dengan para ulama. Mana ada presiden sebelumnya yang berjalan bergandengan tangan mesra dengan ulama. Walaupun ulama yang didatangi adalah ulama yang mendukungnya atau diduga akan mendukungnya pada pencapresan 2019, yang penting kan judulnya ulama.
Pak Jokowi beberapa kali dipotret dan divideokan menjadi imam shalat. Bukan cuma di Indonesia, tapi juga di Afghanistan. Mana ada Presiden sebelumnya kaya gitu. Walaupun saat sholat bacaan zahar nampak sekali tajwidnya kacau, tapi coba saya mau tanya, presiden mana selain Gus Dur yang bacaan tajwidnya bener?
[irp posts="12631" name="Cak Imin Jauh Lebih Berani Dibanding Romy, Zulkifli atau Sohibul"]
Ya, barangkali saja ada, mungkin BJ Habibie, tapi kan rakyat belum pernah mendengar bacaannya. Presiden sebelumnya pernah jadi imam shalat? Walaupun terkesan maksa, tapi kan yang penting pernah jadi imam shalat. Kurang relegius gimana, coba?
Sudah dibela-belain memakai sarung ke sana kemari supaya nampak sebagai presiden yang relegius, eh gara-gara ada yang ngebet menjadi cawapres malah melunturkan citra kerelegiusannya. Wacana cawapres Jokowi harus nasionalis relegius 'kan sama saja mengatakan, Pak Jokowi tidak relegius. Emangnya kalian sangka beraktivitas mengenakan sarung nggak repot apa?
Untung saya bukan Jokower.
Saya Abjer ( baca: abejer).
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews