Memaksakan Segala Kehendak dengan Ketidakmampuan

Sabtu, 10 Maret 2018 | 13:37 WIB
0
697
Memaksakan Segala Kehendak dengan Ketidakmampuan

Sejak 2014 di mana Pilpres dimenangkan Pak Jokowi dan "telanjur sujudnya" Prabowo yang kemudian dianulir oleh angka kemenangan yang sebenarnya, membuat rona raut wajahnya memerah bak buah saga. Mungkin inilah dalam sejarah dunia ada Capres yang diolok-olok oleh hitungan abal-abal yang membuat malu sepanjang hidupnya. Dan inilah buah kemaluan yang tidak bisa dilupakan dalam hidup seorang Prabowo.

Kalah dalam kontestasi, kelompok ini tidak berdiam diri, dengan nyali ingin menguasai parlemen jadi sasaran, dan diakali, PDIP partai pemenang Pemilu bisa tak dapat kursi memimpin DPR, peran Demokrat kental dengan sikap cari aman dan negara jadi korban.

Parlemen paling tidak produktif dan pemegang piala citra lembaga paling korup 2016 diraih mereka. Inilah parlemen yang membuat grand design mega korupsi yang membuat kita terperangah dan terengah-engah, di mana uang 2,3 triliun diramu menjadi sajian bancakan tanpa perasaan, puluhan manusia berpenampilan bak tuan tapi kelakuan setan.

Inilah zaman politik paling membuat jijik, gaduh setiap detik, kerjanya mengkritik setiap gerak gerik Presiden yang jam tidurnya pendek, langkahnya terayun dari Sabang sampai Merauke, membangun ketertinggalan yang dibuat para mantan yang pernah berkuasa sampai karatan, Jokowi presiden sungguhan, bukan sesenggukan karena sujudnya di batalkan.

Kelompok sujud palsu akhirnya menutup malu dengan terus membuat gaduh, mereka lupa negara dengan manusia 256 juta ini harus ditata agar anak cucunya bisa sejahtera, bukan menggila dengan nafsu berkuasa tapi tak bisa bekerja. Profesor, Jendral, Doktor, dan jenis apa saja dalam koloni ini jadi seperti yang lapar dan dahaga, tidak pernah jeda untuk reda mencela pekerjaan orang yang begitu besar hasilnya, tidak mau berkontemplasi bahwa usianya sia-sia hanya dipakai mencela orang yang sedang bekerja.

Bak orang hilang akal, hari-harinya hanya dipakai mencari-cari apa saja untuk bisa menyalahkan dan niat mengebiri presiden, bahkan disain makar dirancang begitu kasar. Agama dijadikan tikar keabsahan tindakan. PKI dipanggil-panggil untuk hidup lagi dan lucunya angka bangkitnya cuma katanya. Jendral tua terus menyalak memaksakan kehendak. Politisi yang katanya berakal budi terus juga ikut memaki-maki Jokowi, akal sehatnya hilang melayang, dulunya dia pahlawan reformasi sekarang jadi musuh demokrasi, bahkan Ahok seorang diri diserang jutaan orang memakai pedang agama, Ahok sasaran antara tujuan utamanya adalah bagaimana Jokowi bisa dihabisi.

Inilah zaman di mana kampus dicekoki, anak muda diajak beringas, ajaran kebencian dicanangkan untuk mengejar dan membantu bagaimana kekuasaan bisa diamankan, sayang mereka lupa ada Tuhan zat yang melingkupi kebaikan.

Indonesia masih dalam genggaman Tuhan sehingga masih dikirim manusia sederhana untuk membenahi akal budi sebagai pondasi pijakan sebuah negara yang salah urus, dan nyaris gagal. 4 negara Asean, Indonesia, Malaysia, Philipina dan Singapura. Dua berjaya dan dua merana, karena pemimpinnya bak buaya tanpa lidah perasa, bangke sepeda pun ditelannya saking rakusnya.

Ada fenomena baru dalam beroposisi saat ini, manusia rendah moral ini kompak menyerang kebaikan, mereka seolah sulit menbedakan antara akhlak dan memalak, komentarnya kadang menggelikan kayak dagelan, tapi tetap pede bak kedele berubah menjadi tempe.

Mereka lupa serangannya menjadi bumerang, mereka lupa ini zaman sosial media yang batang hidungnya bisa diukur jutaan manusia yang menontonnya, mereka lupa ada manusia pembeda yang bisa dinilai, diam, bekerja demi rakyatnya, bukan keluarganya, bukan pula untuk dirinya. Dia manusia luar biasa yang dihadirkan Tuhan untuk Indonesia. Makanya Jokowi saja, jangan pernah berubah.

[irp posts="12128" name="Jokowi Terjebak Politik Sendiri, Pamornya Makin Hari Makin Redup"]

Di akhir usia senjanya sekarang mungkin mulai terasa bahwa tidak ada daya mengejar cita-citanya, memaksakan sudah lewat waktunya, makanya koloninya melempar wacana jadi wakil saja tak apa-apa dari pada sudah latihan naik kuda dan upacara bendera masih juga jadi presiden KW 5, memaksakan sudah tak zamannya karena semua sudah dimakan usia, kini giliran anak muda untuk bersiap demi Indonesia.

Bukan alergi kepada yang tua, tapi kalau hanya usianya saja yang jadi pembeda bukan hasil kerjanya, maka Indonesia sulit untuk berjaya.

Mari anak muda cepat isi kursi no 2, karena penerus Jokowi harus yang mumpuni bukan yang cuma bisa nelungsumi. Yang tua ngurus kuda saja sambil upacara menurunkan bendera menatap langit senja berwarna jingga... ah andai saja dulu tak sujud bersama, engkau masih ada muka, tapi apa mau dikata zaman itu sudah berlalu, memaksapun engkau sudah tak mampu karena usia senja tidak bisa ditepis untuk dipaksa jadi muda seperti semula.

Biarlah Jokowi saja... bahkan untuk jadi no 2 engkau terlalu tua. Memaksa akan sia-sia.

***

Editor: Pepih Nugraha