Migo, Persewaan Sepeda Hijau (3): Lain Surabaya Lain Bandung

Kamis, 8 Maret 2018 | 06:34 WIB
0
828
Migo, Persewaan Sepeda Hijau (3): Lain Surabaya Lain Bandung

Bila di Surabaya ada Migo, di Bandung ada Banopolis. Sama-sama persewaan sepeda, tapi sejarahnya berbeda.

Banopolis sebenarnya sebuah singkatan: Bandung Metropolis. ‘’Artinya Bandung yang dikeren-kerenin biar seperti kota beneran,’’ kata Imam Wiratmaja, pegiat sepeda di Banopolis, saat singgah di apartemen saya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Banopolis berangkat dari gerakan para volunteer. Dimotori Anugrah Nurrewa. Biasa dipanggil Aso. Sejak masih kuliah di fakultas seni rupa. Imam merupakan teman sepermainan.

Meski gerakan sukarela, Aso berusaha mengelola Banopolis dengan serius. Saking seriusnya, sarjana desain itu sampai harus kuliah S2 mengambil jurusan transportasi.

‘’Aso ingin mewujudkan mimpinya mengelola Banopolis agar bisa melayani publik dengan skala kota,’’ papar Imam.

Kegigihan Aso berbuah manis. Pemerintah Kota Bandung memberi dukungan penuh. Pemda membantu Banopolis dari sisi desain dan teknis. Konsep bikesharing pun terwujud.

Dari waktu ke waktu, Banopolis terus berkembang. Kian diterima masyarakat. Pada 2012, Bandung menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki sistem "bikesharing".

Sepedanya juga bertambah. Sekarang sudah 300 unit. Semuanya single speed. Onthel. Bukan sepeda listrik.

Setelah berjalan di Bandung, konsep Banopolis sharing bisa dikembangkan menjadi lebih besar. Tidak hanya di Bandung. Banopolis bisa diadopsi di berbagai kota besar.

Tapi mengembangkan konsep Banopolis tidak semudah membalik telapak tangan. Konsep shelter yang diadopsi saat ini menjadi kendala tersendiri.

Beruntung, pada saat yang sama muncul model bikesharing di China. Yang tanpa stasiun. Dockless. Rupanya Imam mengetahui konsep bikesharing itu setelah membaca artikel saya beberapa waktu lalu.

Untuk menggunakan sepeda di Bandung, Banopolis menetapkan tarip yang sangat murah. Untuk 30 menit pertama gratis. Untuk 30 menit berikutnya Rp 4.000. Selanjutnya 30 menit ketiga bertarip Rp 8.000.

Setelah Bandung, Banopolis sekarang sedang menyiapkan proyek baru. Lokasinya di dalam kampus Universitas Indonesia. Banopolis akan menyiapkan 200 unit sepeda. Taripnya akan disesuaikan.

Proyek Banopolis rupanya menarik banyak pihak. Beberapa kepala daerah mengundang untuk berdiskusi. ‘’Dari situ kami tahu. Semua kota bermasalah dengan transportasi,’’ kata Imam.

Banyaknya masalah transportasi di kota tentu sebuah peluang baru. Itulah yang menjadi daya Tarik investor dari China. Mereka sudah melirik potensi itu. Bahkan sudah ada yang membuat ujicoba.

Tapi sistem pengendali yang diberlakukan di China sepertinya tak cocok dengan kultur Indonesia. Ini bisa menjadi masalah baru. Misalnya, di China meminjam dan mengembalikan sepeda di mana saja itu aman-aman saja. Orangnya bisa diatur.

Bagaimana kalau model itu diterapkan di sini? Akan muncul masalah baru. Bisa saja penyewa mengembalikan sepeda seenaknya.

Saya memuji semangat Banopolis menghadapi kemungkinan hadirnya investor. Saya dengar ada investor China yang sudah tertarik membuka pesewaan sepeda di Indonesia.

Anak-anak muda Bandung itu menilai investor baru bukan pesaing. Investor itu justru dianggap pemacu untuk memberi pilihan moda transportasi baru. Yang ramah lingkungan. Menyehatkan. Dan menghasilkan uang!

(Bersambung)

***

Catatan sebelumnya:

http://pepnews.com/2018/03/07/migo-persewaan-sepeda-hijau-2-surabaya-pertama-bali-berikutnya/