Tingkat keterpilihan atau elektabilitas Joko Widodo alias Jokowi yang cenderung tetap tinggi membuat persaingan di tingkat capres menjadi sepi.
Sampai hari ini hanya Prabowo Subianto yang masih terdengar akan maju menantang Jokowi di Pilpres 2019 nanti sedangkan calon lainnya justru sedang "mengantri" menjadi cawapres. Bahkan Zulkifli Hasan dan Anies Matta yang sempat digadang-gadang maju sebagai capres, mungkin hanya berani maju sampai di tingkat cawapres.
Ketika capres hanya tersisa 2 orang saja yaitu Jokowi dan Prabowo justru cawapresnya menjadi sangat banyak dan bersaing ketat untuk mendapatkan perhatian, berharap dapat berpasangan dengan salah satu dari kedua capres tersebut, terutama untuk mendampingi Jokowi yang berpeluang lebih kuat untuk menang.
Mereka yang sedang ramai dibicarakan bakal maju sebagai cawapres adalah: Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Muhaimin Iskandar, Gatot Nurmantyo, Wiranto, Sri Mulyani Indrawati (SMI), Mahfud MD, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan, Surya Paloh, Puan Maharani, Tuan Guru Bajang (TGB) bahkan mungkin Fadli Zon hingga Fahri Hamzah.
Dari sekian banyak bakal cawapres tersebut ada beberapa tokoh yang sebaiknya jangan pernah dipasangkan dengan Jokowi, jika Jokowi ingin memerintah 2 periode. Menurut saya tokoh tersebut bukan saja akan menurunkan elektabilitas Jokowi, secara otomatis juga akan mendongkrak elektabilitas Prabowo. Tokoh-tokoh tersebut antara lain:
1. Puan Maharani. Sayup-sayup terdengar kabar bahwa PDIP ingin memasangkan Jokowi dengan Puan Maharani. Kabar tersebut mungkin saja benar mengingat Puan Maharani adalah putri Ketua Umum PDIP.
Megawati Soekarnoputri bisa saja memanfaatkan tingginya elektabilitas Jokowi sebagai kesempatan untuk menaikkan putrinya menjadi cawapres dan berharap pada periode berikutnya bisa menjadi presiden generasi ketiga dari keluarga Soekarno.
Tetapi saya pikir Puan Maharani akan menurunkan elektabilitas Jokowi, mengingat kemampuan dan karir politik Puan Maharani masih belum teruji. Bahkan jika Puan Maharani bisa menjabat sebagai Menko Bagian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia itu sepenuhnya adalah karena campur tangan Megawati Soekarnoputri.
Sebaiknya PDIP dan Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri lebih baik menahan diri jika ingin melihat Jokowi memerintah 2 periode. Puan Maharani tidak akan mampu menaikkan elektabilitas Jokowi dan malah sebaliknya, menurunkan.
2. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Banyak yang beranggapan bahwa tujuan Ahok mengajukan PK ke MA terkait kasus penistaan agama adalah agar Ahok dinyatakan secara sah tidak bersalah ketika Buni Yani divonis bersalah, sehingga Ahok dinyatakan bersih dan dapat mendampingi Jokowi di Pilpres 2019 nanti.
Terlepas dari benar atau tidaknya anggapan tersebut tetapi sebaiknya Jokowi jangan pernah memilih Ahok sebagai pendampingnya di Pilpres 2019 nanti.
Stigma "penista agama" yang melekat kuat pada dirinya Ahok dan segala kontroversi yang berhubungan dengan beliau selama menjabat gubernur DKI, akan menurunkan elektabilitas Jokowi.
Sekalipun Ahok dianggap tegas dan berani melawan koruptor tetapi hal tersebut tidak cukup dijadikan sebagai alasan untuk memasangkan beliau dengan Jokowi. Resiko untuk menimbulkan kekacauan politik juga sangat mungkin terulang seperti yang terjadi pada Pilkada DKI yang terkenal sangat "horor" itu.
3. Fadli Zon. Hingga hari ini tidak ada isu yang mengatakan bahwa Fadli Zon akan maju mendampingi Jokowi. Yang ada hanya kabar nyinyir Fadli Zon yang tidak pernah berhenti terhadap Jokowi.
Tetapi seandainya Jokowi atau PDIP meminang Fadli Zon sebagai cawapres Jokowi, pasti Fadli Zon berubah haluan 180 derajat dan mengiyakannya. Tetapi sebaiknya janganlah. Bisa-bisa pemilih Jokowi kabur semua nantinya.
4. Fahri Hamzah pun sebaiknya jangan pernah diisukan apalagi dicoba diduetkan dengan Jokowi. Itu akan membuat elektabilitas Jokowi terjun bebas hingga mencapai minus 100 derajat Celsius.
Piss...
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews