Pelakor dan Diskriminasi Gender

Selasa, 27 Februari 2018 | 14:21 WIB
0
653
Pelakor dan Diskriminasi Gender

Pertama sekali mendengar kata "pelakor" di tv, saya pikir kata ini adalah bahasa melayu-Malaysia yang artinya sama dengan pelancong atau pelakon atau pelesir atau mungkin pelacur?

Tak lama kemudian istilah ini langsung heboh dan viral di media sosial dan menjadi topik utama pada acara infoteimen di tv swasta. Lengkap dengan kasus-kasus yang terjadi dibeberapa daerah dan kota besar di Indonesia.

Ternyata pelakor adalah sebuah sebutan negatif terhadap seorang "wanita" yang suka merebut suami orang. Sebuah singkatan "gaul" dari "perebut laki orang".

Istilah ini antara di benci dan dirindukan. Dibenci karena dianggap tidak senonoh, tidak beradab, tidak terpuji, tercela, hina dan melanggar semua norma: norma sosial, norma adat, norma hukum norma agama dan norma apa saja.

Tetapi pelakor juga dirindukan oleh orang-orang "kepo" dan bengis. Tidak sedikit ingin melihat pelakor ditangkap, kemudian ditelanjangi lalu diarak ramai-ramai keliling kampung lalu dihakimi, dicaci-maki, dihujat, dibuli, dan bila perlu dibakar hidup-hidup.

Setelah yang satu mati kemudian mereka mencari pelakor lain, kemudian ditelanjangi lalu diarak ramai-ramai keliling kampung lalu dihakimi, dicaci-maki, dihujat, dibuli, dan bila perlu kembali dibakar hidup-hidup.

Kemudian mereka mencari lagi pelakor lain. Dan jika mereka tidak menemukan lagi karena semuanya sudah punah, gosong menjadi abu putih, maka mereka membayar wanita lain lalu mengguyurnya dengan uang, direkam dan disiarkan secara langsung di media sosial menjadi sebuah tontonan yang sangat menarik di jagat maya.

Kemudian ditelanjangi lalu diarak ramai-ramai keliling kampung lalu dihakimi, dicaci-maki, dihujat, dibuli, dan bila perlu kembali dibakar hidup-hidup.

Pertanyaannya adalah, laki-lakinya dimana? Benda matikah dia? Istimewakah dia sehingga tidak ikut diseret dan diarak keliling kampung? Digodakah dia atau penggoda? Korbankah dia atau pengorban? Di bawah umurkah dia sehingga dilindungi?

Saya jadi teringat pada sebuah kisah dalam Kitab Injil Yohanes. Pagi-pagi benar tatkala Yesus sedang berada di Bait Suci dan mengajar semua rakyat yang datang kepadanya, tiba-tiba ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.  Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus:

"Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"

Ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah orang-orang hebat yang memelihara dan terus menyelidiki Kitab Taurat Musa dengan teliti dan saksama. Tetapi kali ini mereka menunjukkan sedikit dari sekian banyak "kebodohan"nya.

Dengan siapa perempuan tersebut berbuat zinah? Apakah dia berzinah sendiri? Kalau tidak, dimana laki-laki temannya berbuat zinah? Apakah laki-laki tersebut seorang istimewa sehingga tidak ikut diseret ke tengah-tengah Bait Suci, lalu diseret ke luar pintu gerbang kota lalu dirajam dengan batu hingga mati?

Ataukah laki-laki itu adalah salah seorang dari antara ahli Taurat atau orang Farisi yang tergoda pelakor? Ataukah ini hanya sebuah jebakan untuk mencari kesalahan?

Dan ketika ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus-menerus bertanya kepada-Nya, Yesus pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka:

"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."

Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya:

"Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau? Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."

Saya sama sekali tidak membela atau membenarkan perbuatan pelakor. Tetapi sadarkah kita bahwa dengan hanya menyalahkan si pelakor tetapi tidak menyeret si lakor juga kita telah melakukan diskriminasi gender?

Si lakor belum tentu korban tetapi pengorban. Si lakor belum tentu digoda tetapi penggoda. Si pelakor belum tentu tahu seseorang itu lakor tetapi bisa saja si lakor yang mengaku sebagai singel atau duda.

Bersikaplah adil dan jangan melakukan diskriminasi gender. Si pelakor sudah pasti salah tetapi si lakor juga dan jangan hanya menyalahkan si pelakor saja.

Selamat malam...

***

Editor: Pepih Nugraha