Memilih Pemimpin Terbaik, Voting vs "Swarm Intelligence"

Kamis, 22 Februari 2018 | 19:38 WIB
0
171
Memilih Pemimpin Terbaik, Voting vs "Swarm Intelligence"

Manusia sebagai mahluk sosial yang hidup bersama dalam suatu komunitas harus memiliki pemimpin sebagai koordinator supaya komunitas tersebut teratur, terarah secara positif, dan tentunya turut ditopang oleh peraturan-peraturan yang disepakati bersama.

Dari sejarah peradaban sipil, ada dua metode memilih pemimpin yang jamak diaplikasikan di seluruh dunia, yaitu melalui musyawarah dan voting.

Di artikel ini, saya mencoba mengajukan alternatif mekanisme memilih pemimpin yang relatif baru berdasarkam konsep yang dikembangkan oleh Louis Rosenberg, CEO Unanimous A.I. dan akan difokuskan pada perbedaan antara Voting dengan Swarm Intelligence (SI).

Sedikit tentang SI. Secara sederhana, SI adalah kemampuan intelejensia sekumpulan orang yang disatukan, bekerja secara bersamaan untuk menyelesaikan suatu persoalan. SI adalah otaknya otak-otak. Pertama kali diperkenalkan oleh  Gerardo Beni dan Jing Wang pada tahun 1989, dalam konteks "cellular robotic systems".

[irp posts="10229" name="Sulit bagi Prabowo untuk Menang Kalau Tidak Bisa Rebut Suara di Jawa"]

Konsep ini terinspirasi dari alam biologis, yaitu dari sekumpulan lebah, ikan, burung dan banyak sekali hewan yang melakukan hal ini.

Secara individual, seekor lebah tidak memiliki kemampuan intelejensia yang cukup untuk memilih lokasi sarang yang terbaik atau membentuk bangunan sarang yang efektif dan efisien bagi komunitasnya. Namun jika dilakukan secara bersamaan, kita sudah menyaksikan sendiri bagaimana hasil dari ciptaan sekumpulan lebah yang mengagumkan.

Dalam kehidupan manusia, aplikasi SI ini sangat luas. Di antaranya untuk mengatasi persoalan limbah yang mencemari lingkungan, konflik sosial, memperkirakan sukses tidaknya suatu bisnis baru, memprediksi arah pasar saham/forex, menebak secara akurat siapa yang akan jadi pemenang dalam suatu kontes perlombaan balap otomotif dan dalam memilih pemimpin yang terbaik berdasarkan parameter-parameter yang ditentukan.

Sekilas, ada kemiripan antara memilih pemimpin secara SI dengan Voting. Namun jika diuraikan, akan terlihat jelas perbedaannya yang sangat signifikan (lihat gambar di atas).

Pertama-tama kita asumsikan dan sepakati bahwa kesepuluh parameter yang saya pilih adalah kriteria bagi seseorang yang memiliki kemampuan yang bagus dalam memimpin suatu komunitas. Kemudian komunitas diminta untuk menilai masing-masing kandidat berdasarkan parameter tersebut.

[irp posts="10615" name="Inilah Penampakan Kantor Kepresidenan untuk Jokowi Kerja di Papua"]

Dari simulasi yang saya contohkan, total nilai parameter SI Prabowo adalah 51, sedangkan Jokowi, 49. Namun, secara voting Jokowilah yang terpilih, yaitu 6 dari 10 voters. Nilai voting ini diperoleh dari jumlah total nilai masing-masing pemilih terhadap kandidat.

Secara rasional, Prabowolah yang lebih layak untuk memimpin. Sedangkan secara subjektif, Jokowilah yang akan memimpin.

Bisakah memilih pemimpin melalui mekanisme ini dalam kehidupan nyata?

Bisa!

Namun secara teknis relatif sangat sulit dan kondisi negara kita saat ini, khususnya dari segi tingkat pendidikan rakyat dan perekonomian, belum memungkinkan untuk itu.

Entahlah suatu saat nanti...

***