Manusia sebagai mahluk sosial yang hidup bersama dalam suatu komunitas harus memiliki pemimpin sebagai koordinator supaya komunitas tersebut teratur, terarah secara positif, dan tentunya turut ditopang oleh peraturan-peraturan yang disepakati bersama.
Dari sejarah peradaban sipil, ada dua metode memilih pemimpin yang jamak diaplikasikan di seluruh dunia, yaitu melalui musyawarah dan voting.
Di artikel ini, saya mencoba mengajukan alternatif mekanisme memilih pemimpin yang relatif baru berdasarkam konsep yang dikembangkan oleh Louis Rosenberg, CEO Unanimous A.I. dan akan difokuskan pada perbedaan antara Voting dengan Swarm Intelligence (SI).
Sedikit tentang SI. Secara sederhana, SI adalah kemampuan intelejensia sekumpulan orang yang disatukan, bekerja secara bersamaan untuk menyelesaikan suatu persoalan. SI adalah otaknya otak-otak. Pertama kali diperkenalkan oleh Gerardo Beni dan Jing Wang pada tahun 1989, dalam konteks "cellular robotic systems".
[irp posts="10229" name="Sulit bagi Prabowo untuk Menang Kalau Tidak Bisa Rebut Suara di Jawa"]
Konsep ini terinspirasi dari alam biologis, yaitu dari sekumpulan lebah, ikan, burung dan banyak sekali hewan yang melakukan hal ini.
Secara individual, seekor lebah tidak memiliki kemampuan intelejensia yang cukup untuk memilih lokasi sarang yang terbaik atau membentuk bangunan sarang yang efektif dan efisien bagi komunitasnya. Namun jika dilakukan secara bersamaan, kita sudah menyaksikan sendiri bagaimana hasil dari ciptaan sekumpulan lebah yang mengagumkan.
Dalam kehidupan manusia, aplikasi SI ini sangat luas. Di antaranya untuk mengatasi persoalan limbah yang mencemari lingkungan, konflik sosial, memperkirakan sukses tidaknya suatu bisnis baru, memprediksi arah pasar saham/forex, menebak secara akurat siapa yang akan jadi pemenang dalam suatu kontes perlombaan balap otomotif dan dalam memilih pemimpin yang terbaik berdasarkan parameter-parameter yang ditentukan.
Sekilas, ada kemiripan antara memilih pemimpin secara SI dengan Voting. Namun jika diuraikan, akan terlihat jelas perbedaannya yang sangat signifikan (lihat gambar di atas).
Pertama-tama kita asumsikan dan sepakati bahwa kesepuluh parameter yang saya pilih adalah kriteria bagi seseorang yang memiliki kemampuan yang bagus dalam memimpin suatu komunitas. Kemudian komunitas diminta untuk menilai masing-masing kandidat berdasarkan parameter tersebut.
[irp posts="10615" name="Inilah Penampakan Kantor Kepresidenan untuk Jokowi Kerja di Papua"]
Dari simulasi yang saya contohkan, total nilai parameter SI Prabowo adalah 51, sedangkan Jokowi, 49. Namun, secara voting Jokowilah yang terpilih, yaitu 6 dari 10 voters. Nilai voting ini diperoleh dari jumlah total nilai masing-masing pemilih terhadap kandidat.
Secara rasional, Prabowolah yang lebih layak untuk memimpin. Sedangkan secara subjektif, Jokowilah yang akan memimpin.
Bisakah memilih pemimpin melalui mekanisme ini dalam kehidupan nyata?
Bisa!
Namun secara teknis relatif sangat sulit dan kondisi negara kita saat ini, khususnya dari segi tingkat pendidikan rakyat dan perekonomian, belum memungkinkan untuk itu.
Entahlah suatu saat nanti...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews