Malam kemarin, tanggal 18 Pebruari 2018, kami terbang dari Bandara Perth ke Bandara Sukarno Hatta dengan menumpang pesawat Garuda. Mendarat dengan selamat pada jam 10.45 WIB.
Kami menunggu taksi sekitar 40 menit dan tiba giliran, kami naik dan menuju ke kediaman kami di Mediterania Boulevard. Karena sudah cukup merasa capek, karena sejak mulai turun dari pesawat di terminal 3 harus berjalan kaki menuju ke tempat pengambilan bagasi dan ke pintu keluar, harus jalan kaki hampir satu kilometer.
Lumayan cape, karena harus mengangkat barang barang bawaan kami, Karena itu sehabis bersih-bersih diri, kami langsung terlelap dalam pelukan malam. Dan baru terbangun ketika terdengar suara adzan dari Masjid di depan kediaman kami.
Jakarta belum berubah
Karena ada banyak hal yang harus kami selesaikan, maka pagi hari, sehabis sarapan dan secangkis capuccinno kami langsung berkendara menuju ke Mangga Dua Mall.
Baru beberapa menit, keluar dari pintu gerbang Apartemen hampir saja diserempet oleh orang pengemudi kendaraan bermotor yang tampak seperti balap balapan. Istri saya berkali kali mengingatkan saya bahwa saya sedang menggemudi di Jakarta agar ekstra hati hati.
Ketika akan memasuki jalur menuju ke Jalan Gunung Sahari terlihat lampu kuning menyala. Dan sudah terbiasa, kaki bergerak otomatis. Menginjak rem dan menghentikan kendaraan di depan Traffic Light.
Ternyata pengemudi persis dibelakang kami tampak sangat berang, sehingga berkali-kali membunyikan klakson kendaraannya. Padahal semacam ini belum pernah saya rasakan selama 10 tahun mengemudi kendaraan di negeri orang.
Memberikan kesempatan pejalan kaki juga salah
Mendekati garis hitam putih yang menjadi rambu rambu baku agar memberikan prioritas pertama kepada para pejalan kaki, maka kembali kaki saya otomatis memperlambat kendaraan dan sebelum menyentuh garis pembatas, kendaraan berhenti secara total. Rupanya hal ini juga membuat pengemudi di belakang saya menjadi berang dan membunyikan klakson berulang kali.
[irp posts="9534" name="Mengukur Adab Orang Jakarta dari Perilakunya di Jalanan"]
Dan ketika lampu hijau menyala, memotong sangat dekat jaraknya dangan kendaraan yang saya kemudikan, sambil sekali lagi membunyikan klakson berulag ulang kali. Benar kata istri saya, bahwa saya harus sadar diri, bahwa saya harus lebih berhati hati ketika harus mengemudi dinegeri sendiri.
Uang pengembalian tol tak ada
Karena kami sesekali mengemudi di Jakarta, maka tidak mengurus kartu yang dimanaafkan untuk digunakan di jalan tol. Jadi harus membayar dengan tunai. Namun ketika kami memberikan 10 ribu rupiah, ternyata kata Petugas toll: "Maaf, Pak, uang kembalian tidak ada."
Cuma uang recehan, namun sesungguhnya akan menciptakan image negatif bagi negeri kita bila ada tamu asing yang ikut di dalam kendaraan. Bayangkan sudah berapa orang yang kehilangan uang kecil yang menjadi haknya.
Traffic light tak ditaati
Menuju jalan pulang ke rumah, dari arah jalan Suryopranoto menuju ke jalan Juanda, tampak Lampu Pengatur Lalu lintas, sama sekali tidak ditaati.
Ketika lampu merah sudah menyala, kendaraan dari arah Gajah Mada masih tetap melaju dengan kendaraannya dan begitu juga sebaliknya, traffic light hanya berganti warna secara otomatis, namun tidak ada yang mematuhinya. Mengalami hal tersebut di hari pertama mengemudi di Jakarta, sungguh serasa aneh dan asing di negeri sendiri.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews