Keputusan Yang Bumihanguskan KPK, Jangan-jangan MK "Masuk Angin"

Sabtu, 10 Februari 2018 | 07:15 WIB
0
244
Keputusan Yang Bumihanguskan KPK, Jangan-jangan MK "Masuk Angin"

Lagi-lagi, upaya pelemahan KPK (Komisi  Pemberantasan Korupsi ) terjadi. Apa lacur, pelemahan itu kini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga yang semestinya  berkewajiban memperkuat sendi-sendi kenegaraan kita.

Keputusan MK yang kontroversi ini, tidak lain menyatakan bahwa KPK merupakan bagian dari eksekutif sehingga bisa menjadi objek hak angket.

Tentu saja, keputusan ini disenangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), lembaga tinggi negara yang mempunyai kewenangan mengeluarkan hak angket.

Artinya, bilamana ada tindakan KPK yang tidak disukai DPR, maka sewaktu-waktu DPR bisa menggunakan hak angket tersebut untuk “membumihanguskan” KPK. Seperti Pansus Angket KPK, yang hari masih berlangung,

[irp posts="5999" name="MK Dipuji Lantaran Tolak Uji Materi 3 Pasal KUHP"]

Upaya pelemahan KPK ini, tentu saja  menghinakan kewibawan MK sendiri. Seperti yang dikatakan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di Kompas.com bahwa putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Hak ANgket Komisi Pemberantasan Korupsi bertentangan dengan putusan MK sebelumnya.

Bahkan, Mahfud MD juga mengingatkan, sebelumnya sudah ada setidaknya empat putusan MK yang menegaskan bahwa KPK bukanlah bagian dari eksekutif.

"Jadi putusan MK kemarin itu bertentangan dengan putusan-putusan sebelumnya," kata Mahfud MD saat dihubungi Kompas.com, Jumat 9 Februari 2018.

Di lain pihak, keputusn MK ini, menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, seperti mengonfirmasi isu lobi politik Ketua MK Arief Hidayat dengan Komisi III DPR.

"Ya, itu sudah kita prediksi dari awal. Kita melihat manuver politik Arief untuk bisa terpilih lagi sebagai hakim MK dan Desmond sebagai salah satu politisi dari Gerindra, juga sedikit mengungkap barter apa sih yang dibicarakan dalam konteks pemilihan (Arief) itu. Ya, itu yang menjadi dasar bagi kita cabut gugatan waktu itu," ujar Adnan.

Di benak awam, benarkah KPK itu independen?

Jika meruntut ke belakang, tindakan pemberantasan KPK, bukan hanya dilakukan untuk “memenjarkan” anggota-anggota legislatif, melainkan juga lembaga lain, termasuk di jajaran eksekutif. Tengok saja, sudah berapa banyak menteri  yang berhasil diciduk KPK. Bahkan, ketua DPD RI Irman Gusman dan Ketua DPR RI Setya Novanto pun tak bisa lepas dari jeratan lembaga anti ruswah ini.

Keputusan MK ini juga bisa jadi pintu masuk eksekutif mengintervensi KPK. Kalau ini terjadi, maka berakhir sudah keberadaan KPK sebagai lembaga adhoc yang kelahirannya bisa menjadi contoh Kepolisian dan Kejaksaan untuk memperkuat diri dalam pemberantasn tindak pindana korupsi di Indonesia.

Padahal, masyarakat menilai Kepolisian dan Kejaksaan masih belum mampu melaksanakan tugasnya dalam pemberantasan korupsi. Di sisi lain, keberadaan KPK masih tetap diharapkan untuk menjadi “mentor” bagi lembaga penegakan hukum di lembag eksekutif, Kepolisian dan Kejaksaan.

Kalau begitu, kemana lagi harapan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi ini ditujukan?

***

Editor: Pepih Nugraha