Zumi Zola Tersangka KPK, Hanafi Rais Salahkan Sistem

Senin, 5 Februari 2018 | 20:35 WIB
0
444
Zumi Zola Tersangka KPK, Hanafi Rais Salahkan Sistem

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Ahmad Hanafi Rais menyayangkan penetapan tersangka Gubernur Jambi Zumi Zola oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan kasus suap pembahasan RAPBD Provinsi Jambi 2018.

Menurut Hanafi, Zumi Zola merupakan kepala daerah yang sukses baik saat masih menjabat sebagai Bupati Tanjung Jabung Timur Jambi periode 2011-2016 dan sebagai Gubernur Jambi sejak 2015.

Hanafi curiga ada yang salah dengan sistem pemerintahan dan sistem pencegahan korupsi sehingga dengan mudahnya menjerat banyak kepala daerah dalam lingkaran korupsi.

“Kasus Zumi Zola menjadi renungan bagi kita semua karena bicara korupsi sudah saatnya kita tidak lagi berbicara tentang oknum tapi sistemnya. Karena banyak kepala daerah yang terpilih dari proses pemilihan umum dengan mudahnya terjerat dalam praktik-prakik semacam itu,” ujar putra sulung Amien Rais saat ditemui di DPP PAN, Jalan Senopati Jakarta Selatan, Kamis 1 Februari 2018, demikian saya copas berita di Tribunnews.

[irp posts="9412" name="Kunjungan Bernyali Jokowi dan Kepahlawanan Hanafi"]

Saya tidak tahu, sistem mana yang dimaksud? Dia sendiri anggota DPR-RI (2014-2019), yang tentu tupoksinya di bidang legislasi. Jadi, selama ini ngapain? Yang saya lihat, cuma foto dia ikut bapaknya, ke Arab Saudi, rangkulan dengan Rizieq Shihab.

Komentarnya menyedihkan. Persis komentar Zulkifli, yang ngomong karena gaji gubernur kecil. Atau itu yang dimaksud sistem? Terus seperti Fahri, ingin menggarong APBN untuk membiayai partai politik?

Pertanyaan saya, sudah tiga tahun lebih duduk di Senayan, sebagai anggota DPR, wakil rakyat, tetapi kok ngomong begitu setelah kadernya kena kasus korupsi? Mirip bapaknya, ngamuk-ngamuk karena disebut-sebut nerima Rp600 juta dari Sutrisno Bachir, mau ngaduin semua orang. Padahal kasus transfer itu konon sudah 6 bulan lewat. Artinya, jika nggak kebuka ke publik, dia akan diem saja?

Semua yang dalam posisi minus, kalah, merugi, sering menyalahkan orang lain. Pilkada berbiaya mahal, itu semua terjadi juga karena partai tidak menjadi milik rakyat. Parpol milik elite partai itu sendiri. Lepas sama sekali dari kepentingan rakyat. Dengan kegagalan seperti itu, mereka kemudian mengeluh, tak mungkin berdemokrasi tanpa biaya. Terus, kasus La Nyalla vs Prabowo yang Rp40 milyar itu? Bawaslu bilang tidak ada bukti. 

[irp posts="9313" name="Amien-Hanafi, Politikus Bapak dan Anak Yang Sama Kritisnya"]

Demokrasi tidak mahal, jika diusung bersama. Ada banyak fakta anggota legislatif, juga bupati dan gubernur, kepilih tanpa keluar banyak duit. Bahkan beberapa disokong rakyat pendukungnya, karena mereka percaya. Parpol, selama ini banyak yang lebih memilih jalan pintas, membeli kepercayaan rakyat dengan harga murah. Cuma nasbung dan sembako, tapi ngomongnya selangit.

Rumusnya sederhana, kepercayaan yang tulus, butuh proses panjang, juga kejujuran. Itu hal-hal yang tak dimiliki banyak parpol dan politikus kita. Gitu.

***

Editor: Pepih Nugraha