Fadli

Kamis, 1 Februari 2018 | 06:44 WIB
0
152
Fadli

Sesungguhnya Fadli diciptakan untuk membantu Jokowi dalam hal pencitraan. Maka, apapun yang dilakukan Jokowi, Fadli harus mengatakan itu pencitraan. Ini memang semacam kutukan, namun hanya dengan demikianlah ia mesti menyelesaikan karma, agar dikenang. Jika tidak dengan itu, adakah jalan yang kutemui, untuk kita kembali lagi…. Itu mah kata Yon Koeswoyo pada Susi Nander. Terimakasih pada insan subscribers yang telah menonton video itu di channel Youtube saya. Ehm.

Balik soal Fadli. Bagaimana bisa ia dalam kutukan? Itu karena ia dipasangkan dengan Prabowo, sejak jaman Mbah Soeharto masih sugeng, sugeng waluyo a.k.a eros jarot. Jadi, sebagai pasangan Prabowo, ia mesti menjalankan peran antagonis itu. Untuk apa? Membesarkan musuh-musuh Prabowo. Bagaimana bisa?

Bisa saja, apa sih yang nggak bisa di tangan tuhan? Kecuali Anda nggak percaya tuhan. Percaya nggak? Kalau nggak percaya saya teruskan. Kalau percaya, nggak usah dibaca tulisan ini.

Bagaimana bisa? Bisa saja, apa sih yang,… ufs, sori, ke-copy paste. Ulang; Bagaimana bisa? Karena demikianlah adanya. Di dunia ini, diciptakan berpasang-pasang. Ada kiri ada kanan, ada atas ada bawah, ada ini ada itu. Dan karena kita diajari cara pandang tipologis, baik dari legenda, dongeng, wayang, kethoprak, bahkan disangat-sangatkan oleh Mbah Soeharto dengan kebenaran mutlak-mutlakan, kita tak pernah merasa, dan meraba, bahwa antara ini dan itu, kiri dan kanan, atas dan bawah, ada triliunan sel-sel, inti sel, pigmen, fenomena, distansi, ruang, grey area, odong-odong.

Kita yang berproses sebagai bangsa dan negara yang indah, dari sejak 1908, 1928, 1945, 1955, perlahan dibelokkan dengan Demokrasi Terpimpin. Kemudian diekstrak menjadi Orde Baru yang totalitarian. Kemudian diperjual-belikan oleh konsultan politik. Diujicobakan di Pilkada DKI Jakarta 2017 dalam spirit politik identitas. Dan mimpi tujuh tokoh yang disebut-sebut Mahfud MD mau mengganti Pancasila dengan negara agama. Agama apa? Halah, sok culun!

Itulah celah yang kemudian saling dimanfaatkan. Lahirlah orang bernama Fadli, yang mesti membesarkan tokoh-tokoh anti-tesis bernama Jokowi, mungkin juga Ahok, Ridwan Kamil, Risma, Abdullah Bantaeng, Azwar Anas Banyuwangi, Tuanku Guru Bajang (yang ini mungkin nggak, soalnya kan tim kampanye Prabowo di 2014).

[irp posts="9450" name="Jokowi Mulai Beraksi, Benarkah Yang Disasar Fadli Zon?"]

Dan, masih banyak lagi nama-nama tumbuh dari daerah, karena Jakarta memang tak pernah melahirkan apa-apa. Jakarta area para petarung untuk melahirkan jagoan. Ingat pepatah Mbok Wongsodimejo, lulusan Istituto Europeo di Design, Scuola Lorenzo de' Medici (nggak selepel Alumni 212 bro!), “sahabat menguatkan kita, tetapi musuhlah yang membesarkan kita.”

Jadi, kalau Fadli nyinyir, mengomentari apa saja, misal merk celdam Jokowi bikinan Yahudi, atau upilnya Jokowi ternyata ada logonya palu-arit, itu sudah tugasnya. Ngapain usil dengan tugas orang lain? Kalau Jokowi membesar, sebagiannya karena hasil karya Fadli.

PS: Kalau sakit perut belum beres, dan makin kembung, tunggu nanti saya tuliskan soal Fahri. Jangan lupa berdoa.

***

Editor: Pepih Nugraha