Mendidik Anak Agar Jangan Miskin Budi

Selasa, 30 Januari 2018 | 15:45 WIB
0
1285
Mendidik Anak Agar Jangan Miskin Budi

Tentu tak elok bila kita menggeneralisir bahwa semua orang berilmu dan terpelajar berprilaku tidak baik. Akan tetaoi  begitu rendahnya, sekedar merujuk pada fakta, bahwa ketinggian ilmu, baik ilmu duniawi maupun ilmu akhirat, tak ada artinya bila tidak disertai dengan keluhuran budi. Karena bila telanjur terjebak dalam kondisi ini, maka kepintaran yang sesungguhnya merupakan hal yang patut disyukuri, ternyata telah bermetamorfosa menjadi kecerdikan searah.

Mengajarkan tentang kebaikan tentang budi luhur dan mengingatkan orang tentang akhirat tapi mendadak  lupa ingatan dan melakukan justru hal hal yang  bertentangan, yakni tentang harkat manusia yang berbudi luhur.

[irp posts="6635" name="Konsistensi Tak Hanya Milik Orangtua, Anak Muda Juga"]

Sungguh sangat sulit dipercayai, tapi ternyata hal tersebut adalah fakta aktual yang telah terjadi dan masih terus berlangsung. Tanpa harus menyebutkan nama-nama, sudah menjadi rahasia umum bahwa yang tertangkap basah adalah orang orang yang menyandang gelar berlapis-lapis. Tipe manusia seperti ini telah  melakukan transformasi dari kepintaran menjadi "kecerdikan", yakni berpura pura jadi orang baik, sehingga ditokohkan oleh masyarakat. Menunggu saat yang tepat untuk menjalankan rencananya.

Ada begitu banyak contoh contoh hidup, betapa tingginya kemampuan intelektual dan tingginya ilmu akhirat yang dikuasai ternyata tidak mampu membuat orang menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang menodai marwah dan martabat manusia. Sehingga yang kaya semakin memperkaya dirinya dengan menghalalkan segala cara, sedangkan yang hidupnya Senen-Kemis, masih berkutat kerja keras hanya untuk dapat bertahan hidup.

Dunia tidak adil?

Menengok semuanya ini, paling kita hanya dapat menarik nafas panjang dan berkata: "dunia sungguh  tidak adil". Padahal dunia tidak bersalah apa-apa, justru penghuninya yang telah menodai dunia ini dengan melakukan tindakan yang sangat tidak bermoral dan memalukan serta menista harkat umat manusia itu sendiri.

Tentu tidak pas bila kita langsung mengambil kesimpulan: "Kalau begitu lebih baik manusia tanpa ilmu, tapi kaya akan budi daripada kaya ilmu dunia akhirat tapi miskin budi?"

Didik anak sejak dini

Apapun harapan kita untuk terjadinya sebuah perubahan dalam masyarakat selalu harus dimulai dari diri kita dan keluarga kita. Alangkah eloknya bila sedini mungkin kita didik anak anak kita,  untuk menuntut ilmu, menjadi manusia yang cerdas dan sekaligus dituntun agar  jangan sampai anak anak kita terjerumus menjadi orang yang miskin budi.

Cara yang paling efektif adalah menyediakan waktu kita sebanyak mungkin untuk anak anak. Karena saat mereka masih kecil ini adalah kesempatan emas bagi orang tua untuk mendidik mereka memahami dan menghargai harkat dirinya.

Kelak ketika mereka sudah beranjak dewasa sudah terlambat untuk membentuk kepribadian mereka. Ibarat ranting pada pohoh masih bisa dibengkokan ke arah mana kita kehendaki, tapi bilamana sudah menjadi dahan bila dipaksa membengkokannya pun maka dahannya akan patah atau sebaliknya tangan kita yang akan patah.

Waktu yang berlalu tak mungkin diraih kembali

"Lost time, will never found again", kata pribahasa bahasa Inggris yang berarti waktu yang sudah berlalu tidak mungkin dapat diraih kembali. Karena itu, jangan terlena dan terbuai oleh kesibukan meraup rejeki hingga hampir tidak ada waktu lagi untuk anak anak.

Semakin jarang komunikasi antarsesama anggota keluarga, secara tanpa sadar kita sudah menyimpan bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Karena anak anak yang merasa ditinggalkan tanpa perhatian dan kasih sayang orang tua dalam hati mereka telah tertanam gambaran yang negatif terhadap orang tua mereka. Karena itu tidak mengherankan bila ada anak yang sudah dewasa melawan kepada orang tuanya karena merasa selama ini mereka diabaikan.

Kalau terlambat sehingga ketinggalan kereta api masih ada kereta api lainnya yang akan lewat. Namun kalau terlambat mendidik anak anak, maka ketika mereka sudah dewasa, kesempatan itu tidak ada lagi. Terlambat merawat sawah akan rusak padi semusim. Tapi terlambat mendidik anak akan rusak seumur hidupnya. Dan itu adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua.

***

Editor: Pepih Nugraha