Pilkada Sumatera Utara: Gubernurnya “Sudah Terpilih”

Minggu, 28 Januari 2018 | 06:02 WIB
0
391
Pilkada Sumatera Utara: Gubernurnya “Sudah Terpilih”

Tampaknya, kampanye pilgub Sumatera Utara sudah melewati klimaksnya walaupun periode kampanye resmi belum dimulai. Bahkan, banyak orang yang bercanda bahwa “gubenurnya sudah terpilih”.

Begitulah situasi di provinsi yang terkenal dengan keberagaman dan keberagamaannya itu. Pertarungan bagaikan sudah selesai, padahal arena pergulatan belum dibuka. Lighting (lampu) ring tinju belum dinyalakan. “Yaumul hisab” (hari perhitungan) itu masih jauh, 27 Juni 2018.

Tetapi, rakyat di Sumut merasa seolah mereka sudah punya gubernur baru. Terasa seakan-akan hari pencoblosan telah berlalu. Terasa seakan-akan Pak Djarot Saiful Hidayat sudah kembali ke Jakarta membawa pulang kekalahan telaknya di tangan Edy Rahmayadi.

Itulah suasana yang berlangsung. Foregone conclusion. Sudah diputuskan. Banyak orang yang sudah menyimpulkan hasil pilkada ini.

Apakah situasi seperti bagus atau tidak bagi rakyat Sumut khususnya, atau bagi Indonesia pada umumnya?

Menurut hemat saya, kalau proses pilkada bisa direkayasa seperti yang sedang berlangsung di Sumut saat ini, saya pastikan sangat elok bagi rakyat Sumut.

Biaya pilkada bisa ditekan menjadi relatif sangat kecil. Sebab, tim paslon “pasti menang” tidak perlu lagi heboh menyiapkan kampanye yang berbiaya tinggi. Paslon “pasti” itu tidak usah membentuk kelompok relawan yang jumlahnya belasan ribu orang dengan honor harian yang bisa membuat seorang calon bangkrut.

Di samping itu, rakyat Sumut tidak terlalu terkuras perhatiannya. Memberikan perhatian terhadap pilkada bisa berakumulasi menjadi sumber ketegangan. Jadi, saya berpendapat suasan pilkada model Sumut 2018 ini, memberikan banyak kemaslahatan. Misalnya, tidak perlu hiruk-pikuk yang biasanya memancing perselisihan.

[irp posts="6530" name="Pangkostrad Edy, Tirulah AHY Yang Memberi Contoh Politik Beretika!"]

Kalaulah semua pilkada bisa seperti entengnya menuju kemenangan di pilgub Sumut kali ini, niscaya Indonesia bisa lepas dari kasus-kasus dana relawan sosialisasi dan kampanye yang selalu ratusan miliar rupiah. Jumlah yang acapkali tak bisa dijangkau oleh orang-orang yang memiliki kemampuan memimpin.

Kalau bisa kita buat pilkada-pilkada di daerah lain sama seperti di Sumut hari ini, hampir pasti kerawanan yang terkait dengan keamanan, bisa ditiadakan.

Tetapi, sayangnya, dana perahu untuk parpol-parpol pendukung kelihatannya masih sulit untuk ditiadakan. Tentunya ini aspek lain lagi.

***

Editor: Pepih Nugraha