Orang Batak Toba Yang Saya Kenal

Sabtu, 13 Januari 2018 | 20:21 WIB
0
1458
Orang Batak Toba Yang Saya Kenal

Saya dilahirkan di tepi Danau Toba, tepatnya di kota Balige ibukota Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Saat berusia lima tahun kami pindah ke Laguboti, kira-kira tujuh kilometer dari Balige, tinggal disana hingga tamat SMA. Kemudian melanjutkan studi di Universitas Sumatera Utara (USU) di Kota Medan.

Kedua orangtuaku suku Minangkabau. Ayah suku atau marga Koto dan Ibuku Sikumbang. Meskipun keluarga kami sudah 35 tahun lebih hidup di perantauan, hubungan kekeluargaan dengan kampung halaman orangtua di daerah Bukit Tinggi Sumatera Barat, tetap terjaga dengan baik. Cukup sering pulang kampung untuk memenuhi undangan acara-acara keluarga.

Seperti kebanyakan orang Minangkabau, orangtua merantau ke Tanah Batak Toba. Usaha Ayah berdagang tembakau lintingan, beberapa tahun kemudian Ibu melanjutkan usaha rumah makan Nenek dan Atukku hingga sekarang.

Kami memiliki hubungan yang sangat dekat dengan beberapa keluarga Suku Batak Kristen disana, yaitu keluarga Oppung Hutahaean dan Amangtua Pangaribuan. Saking baik dan dekatnya hubungan ini, Oppung Hutahaean menganggap Ibu saya sebagai putrinya sendiri dan memberikan gelar Boru Hutahaean kepadanya dalam suatu acara adat. Sedangkan Amangtua Pangaribuan mengangkat Ayah sebagai adiknya dan diberi marga Pangaribuan.

Suku Batak Toba merupakan suku yang sangat menarik.

Selama tinggal di daerah Batak ini, saya merasakan dan mengenal benar adanya sifat atau karakter umum yang sangat menonjol dari orang Batak yaitu cenderung suka berdebat dan blak-blakan. Mereka tidak menyukai menyimpan-nyimpan perasaan. Kalau ada yang tidak berkenan di hatinya langsung disampaikan kepada yang bersangkutan.

Mungkin kedua karakter inilah yang membuat banyak pengacara terkenal di negara kita berasal dari Suku Batak. Di antaranya Hotman Paris Hutapea dan Ruhut Sitompul.

Satu hal yang sangat mengesankan selama saya tumbuh dan berkembang di lingkungan orang Batak yang mayoritas beragama Kristen Protestan (sekitar 95%) adalah tingginya rasa toleransi mereka terhadap suku dan agama lain. Ramah, saling menghormati dan tolong menolong satu sama lain.

Setiap hari-hari besar agama, ada tradisi yang sangat menarik, misalnya saat Hari Natal dan Tahun Baru.

Tetangga kami yang merayakannya selalu mengucapkan selamat dan memberikan hadiah, biasanya berupa makanan dan minuman halal yang sengaja mereka pilih untuk berbagi rasa kegembiraan. Demikian juga sebaliknya, kami memberikan ucapan selamat dan memberikan hadiah kepada mereka saat hari raya besar, Idul Fitri.

Selain toleransi beragamanya yang sangat luar biasa, interaksi sosial dan sifat kegotongroyongannya menambah tingginya kesan positif saya terhadap orang Batak.

Hal ini saya alami langsung saat pesta pernikahan adik saya. Acara tersebut sangat ramai, dihadiri keluarga besar Oppung Hutahean dan Amangtua Pangaribuan yang datang secara keadatan.

Sungguh suatu pengalaman yang sangat mengesankan hidup bersama Orang Batak. Bisa dikatakan, lingkungan sosial masa kecil dan remajaku dan sikap mereka memberikan peran yang sangat signifikan dalam sikap saya menghadapi dan menerima perbedaan, khususnya dalam menyikapi perbedaan suku dan agama.

Mauliate godang tu hamu sude halak Batak Toba. Sai sehat-sehat jala sukses ma nian di hita sasudena ateh... 

***

Editor: Pepih Nugraha