Ok Oce, Oh Yes Oh No

Sabtu, 13 Januari 2018 | 08:34 WIB
0
222
Ok Oce, Oh Yes Oh No

Di wilayah lain, rata-rata sedang sibuk menghadapi Pilkada. Kontestasi baru dimulai. Mereka baru saja akan dihinggapi janji-janji kandidat. Berbeda dengan warga Jakarta. Mereka sudah menikmati hasilnya. Alhamdulillah.

Ketika jaman Ahok, Pemda menawarkan kemitraan pada para pengusaha kecil di Jakarta. Termasuk nelayan keramba. Polanya begini, Pemda memberi pelatihan langsung kepada masyarakat, memberi modal kerja berupa perangkat kerja, lalu usaha itu dijalankan masyarakat.

Hasilnya, jika ada pendapatan dibagi 80:20. Maksudnya 80% buat rakyat yang mengusahakannya, 20% kembalikan ke Pemda DKI. Pola ini pernah dilakukan di Pulau Seribu, nelayan di sana difasilitasi untum mengembangkan keramba ikan kerapu. Hasilnya, nelayan senang.

Tapi sayang waktu itu Ahok dituding tidak Islami. Sebab agamanya Kristen.

Nah, Gubernur dan Wakil Gubernur yang baru sekarang ini lebih islami, kata pendukungnya. Programnya sangat memperhatikan syariat. Coba lihat saja OK-OCE. Tidak ada program pengembangan usaha kecil yang lebih islami dari itu.

Begini. Dalam soal permodalan, memang Pemda DKI tidak memberikan bantuan. Dana OK-OCE bukan buat modal usaha. Tapi, nanti para pengusaha binaan akan diarahkan meminjam duit ke Bank DKI. Bunganya 13% setahun. Tanpa bantuan OK-OCE mana bisa dapat bunga segitu?

[irp posts="7131" name="PKL, Ranjau Populisme" Mematikan, Jangan Sampai Terinjak!"]

Coba bandingkan. Jika saja mereka jalan sendiri ke bank, ambil kredit tanpa agunan. Gak harus jalan juga sih, tiap hari sales KTA berkeliaran mengirim SMS. Gampang.

Bunga KTA rata-rata 0,95% sebulan. Atau 11,4% setahun. Masa cuma selisih 1,6% saja pengusaha gak mau bayar sih? Kan sudah dianterin ke bank DKI?

Atau bandingkan dengan bunga kredit dari bank-bank lain. Rata-rata mematok bunga kredit paling tinggi 10% sekarang. Bahkan ada yang cuma 7%. Jadi jika mereka gak ikut program OK-OCE mana bisa kena bunga 13%? Hanya pengusaha bentukan Pemda DKI yang dapat bunga pinjaman seenteng itu.

Kalau Ahok sistemnya bagi hasil, Sementara OK-OCE Sandiaga memakai sistem bunga pinjaman. Masa kamu bilang Ahok lebih islami? Ngaco, deh.

Atau kamu bisa bandingkan dengan kredit bantuan yang diberikan Bank Jateng kepada pengusaha kecil Jateng. Bunganya hanya 2%. Bahkan dana bergulir program Walikota Bandung tanpa bunga sama sekali.

Atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ditawarkan bank sebagai respon pemerintah pusat. Bunganya hanya 7% setahun.

"Lho, ini pengusaha kecil di Jakarta, Mas. Masa disamain dengan pengusaha kecil di Jateng atau Bandung. Kalau bunga 13% mah, kecillll..."

Asal kamu tahu, untuk mewujudkan program OK-OCE dibutuhkan biaya Rp80 miliar setahun. Setiap kecamatan ada empat orang pendamping yang salah satu tugasnya mengantar pengusaha binaan itu ke Bank DKI tadi. Pendamping itu gajinya sampai Rp9 juta sebulan.

Siapa pendampingn yang dipilih Pemda? Ya, para pendukung Anies-Sandi dong. Masa pendukung Donald Trump, sih?

Mereka ditugaskan mendampingi pengusaha kecil dan membantunya agar maju, padahal mungkin mereka sama sekali belum pernah bikin usaha apapun seumur hidupnya. Tapi betapa mulia tugas mereka, harus membantu para pengusaha kecil itu untuk lebih maju. Istilahnya seperti anak kucing mengajarkan kecebong berenang.

Jangan kaget, jika dalam sebuah acara pelatihan anggota DPRD DKI Jakarta Nur Afni meledek program ini sebagai program cuap-cuap. "Saya belum pernah lihat pelatihan yang seperti ini. Pelatihan untuk pengusaha kecil isinya cuma cuap-cuap," ujarnya. Itupun yang jadi fasilitator belum tentu ngerti apa yang dibicarakan. Apalagi pesertanya.

 

OK-OCE adalah program unggulan. Kaki lima adalah massa dan isu unggulan. Pengusaha kecil adalah harga jual kampanye unggulan. Jadi apapun akrobatnya yang penting program itu jalan.

 

Kenapa perlu? Begini. Pemda DKI harus memainkan peran politik sebagai antitesa Pemerintahan Jokowi. Caranya gimana? Dengan makin memperkuat isu yang sudah lama disebar. Misalnya Pemerintah Jokowi pro Asing dan Aseng. Nah, kebijakan Pemda diarahkan menggoreng itu.

Asing itu maksudnya pengusaha asing. Dan Aseng merujuk pada sebutan rasis pengusaha keturunan Tionghoa di Indonesia. Maka jangan kaget jika dalam pidato perdananya Anies menyebut kebangkitan pribumi. Aroma rasisme sangat terasa.

Dengan seolah-olah fokus pada pengusaha kecil, mereka ingn menunjukan keberpihakannya. Bahkan saking gila keberpihakkanya ruas jalan juga ditutup untuk pedagang kaki lima. Kenapa sampai begitu aneh? Ya, agar diliput media. "Gila, jalan aja ditutup buat PKL. Benar-benar pro PKL nih Gubernur. Semoga besok bisa nutup bandara buat menggelar bazzar."

Tapi yang namanya bermain politik, tetap saja akan lebih banyak polesannya ketimbang hasil nyatanya. Salah satunya adalah OK-OCE yang pelatihannya cuma cuap-cuap. Dan bunga pinjaman modalnya 13%. Sebab mereka menyangka pengusaha kecil di Jakarta segitu bodohnya. Gampang dibohongin.

"Mas Bambang, kamu kemarin ikut pelatihan OK-OCE, hasilnya gimana? Warung buburnya lebih maju?," Abu Kumkum bertanya. "Hasilnya? Ok, Oce, oh yes, oh no," jawab Bambang Kusnadi. Aku lihat matanya agak keriep-keriep.

***

Editor: Pepih Nugraha