CNN Indonesia, KompasTV, Metro TV nggak ada bosen-bosennya ngerumpiin politik identitas. Walaupun nggak disebutkan partai apa yang dikomporin, publik sudah paham lah. Setelah Gerindra, PKS, dan PAN bikin reuni, serangan kampanye negatif dengan tuduhan pengusung politik identitas dialamatkan (walaupun tidak disebut nama partanya ) kepada ketiga partai tersebut. Latar belakangnya tentu saja Pilkada DKI.
Mereka mengkampanyekan, kedepankan program! Adu program adalah tanda berpolitik yang beradab! Tapi praktiknya, kampanye belum dimulai, serangan kampanye negatif sudah dilancarkan. Lihat saja nanti, hitung prosentasenya. Apakah merekeka lebih banyak bicara program atau lebih banyak ngerumpi nyinyir soal politik identitas?
[irp posts="7318" name="Keletihan Politik Lebih Berbahaya dibanding Politik Identitas"]
Tanpa mereka sadari, bolehlah disebut mereka terjebak dalam narasi oksimoron, majas pertentangan, lawan kata diucapkan dalam satu frasa yang sama. Dan itu nampaknya sudah bawaan, mengendap dalam alam bawah sadar. Ketika mereka berkata jujur, maka keluarlah majas oksimoron, hoax yang membangun.
Kekalahan di DKI memang menyakitkan. Menyisakan trauma berkepanjangan. Bayangkan, sudah anteng punya cagub dengan elektabilitas yang tinggi, didukung kerumunan parpol , membanjiri Jakarta dengan sembako, eh kalah sama jagoan yang datang saat injury time.
Daripada menanggung malu, harus ada alasan yang rada masuk akal. Ketemulah tuduhan politik identitas.
Politik identitas dijadikan semacam hantu. Ada tapi tidak kelihatan hingga tidak bisa tersentuh hukum. Kalau ditanya, apakah Gerindra, PKS, dan PAN melanggar undang-undang? Jawabannya, tidak. Apakah ketiga parpol itu berbuat curang? Jawabannya, tidak. Lalu kenapa sampai sekarang diserang dengan tuduhan seolah-olah bermain kotor?
Tentu saja karena tidak dapat menerima kenyataan, cagub yang kesohor bukan hanya tingkat lokal , dan menjadi simbol NKRI, simbol Pancasila, bisa kalah dengan gubernur yang mereka tuduh intoleran. Kalau Cagub mereka menang, mereka menganggap kemenangan Pancasila, karena kalah maka mereka anggap sebagai kekalahan pancasila sebagaimana terbaca dalam ratusan (ribuan? ) karangan bunga. Jelas mereka sedang mengarang bebas.
Okelah, silakan terus bombadir ketiga partai reuni itu sebagai pengusung politik identitas. Maka kebalikannya, berarti mereka berpolitik tanpa identitas, alias nggak jelas.
Politik tanpa identitas susah dipegang buntutnya. Maunya ke kanan, nggak tahunya ke kekiri. Maunya maju, nggak tahunya mundur. Kemarin bilang, jangan bawa-bawa suku, hari ini membawa-bawa suku. Kemarin bilang, jangan memilih berdasarkan agama, sekarang malah bangga karena cagub atau cawagubnya telah direstui oleh ulama. Membanggakan cawagubnya mewakili santri.
Politik tanpa identitas memang kerap bikin kejutan. Tapi pada akhirnya, kemungkinan besar malah bikin mereka terkejut sendiri!
***
08012018
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews