Lebih Baik Politik Identitas daripada Politik Tanpa Identitas

Selasa, 9 Januari 2018 | 08:28 WIB
0
450
Lebih Baik Politik Identitas daripada Politik Tanpa Identitas

CNN Indonesia, KompasTV, Metro TV nggak ada bosen-bosennya ngerumpiin politik identitas. Walaupun nggak disebutkan partai apa yang dikomporin, publik sudah paham lah. Setelah Gerindra, PKS, dan PAN bikin reuni, serangan kampanye negatif dengan tuduhan pengusung politik identitas dialamatkan (walaupun tidak disebut nama partanya ) kepada ketiga partai tersebut. Latar belakangnya tentu saja Pilkada DKI.

Mereka mengkampanyekan, kedepankan program! Adu program adalah tanda berpolitik yang beradab! Tapi praktiknya, kampanye belum dimulai, serangan kampanye negatif sudah dilancarkan. Lihat saja nanti, hitung prosentasenya. Apakah merekeka lebih banyak bicara program atau lebih banyak ngerumpi nyinyir soal politik identitas?

[irp posts="7318" name="Keletihan Politik Lebih Berbahaya dibanding Politik Identitas"]

Tanpa mereka sadari, bolehlah disebut mereka terjebak dalam narasi oksimoron, majas pertentangan, lawan kata diucapkan dalam satu frasa yang sama. Dan itu nampaknya sudah bawaan, mengendap dalam alam bawah sadar. Ketika mereka berkata jujur, maka keluarlah majas oksimoron, hoax yang membangun.

Kekalahan di DKI memang menyakitkan. Menyisakan trauma berkepanjangan. Bayangkan, sudah anteng punya cagub dengan elektabilitas yang tinggi, didukung kerumunan parpol , membanjiri Jakarta dengan sembako, eh kalah sama jagoan yang datang saat injury time.

Daripada menanggung malu, harus ada alasan yang rada masuk akal. Ketemulah tuduhan politik identitas.

Politik identitas dijadikan semacam hantu. Ada tapi tidak kelihatan hingga tidak bisa tersentuh hukum. Kalau ditanya, apakah Gerindra, PKS, dan PAN melanggar undang-undang? Jawabannya, tidak. Apakah ketiga parpol itu berbuat curang? Jawabannya, tidak. Lalu kenapa sampai sekarang diserang dengan tuduhan seolah-olah bermain kotor?

Tentu saja karena tidak dapat menerima kenyataan, cagub yang kesohor bukan hanya tingkat lokal , dan menjadi simbol NKRI, simbol Pancasila, bisa kalah dengan gubernur yang mereka tuduh intoleran. Kalau Cagub mereka menang, mereka menganggap kemenangan Pancasila, karena kalah maka mereka anggap sebagai kekalahan pancasila sebagaimana terbaca dalam ratusan (ribuan? ) karangan bunga. Jelas mereka sedang mengarang bebas.

Okelah, silakan terus bombadir ketiga partai reuni itu sebagai pengusung politik identitas. Maka kebalikannya, berarti mereka berpolitik tanpa identitas, alias nggak jelas.

Politik tanpa identitas susah dipegang buntutnya. Maunya ke kanan, nggak tahunya ke kekiri. Maunya maju, nggak tahunya mundur. Kemarin bilang, jangan bawa-bawa suku, hari ini membawa-bawa suku. Kemarin bilang, jangan memilih berdasarkan agama, sekarang malah bangga karena cagub atau cawagubnya telah direstui oleh ulama. Membanggakan cawagubnya mewakili santri.

Politik tanpa identitas memang kerap bikin kejutan. Tapi pada akhirnya, kemungkinan besar malah bikin mereka terkejut sendiri!

***

08012018