Pancaroba Politik Indonesia

Kamis, 28 Desember 2017 | 19:15 WIB
0
216
Pancaroba Politik Indonesia

Sejak kemerdekaan RI dan musim silih berganti, dunia perpolitikan Indonesia selalu menampilkan nuansa dan warna merona sesuai zamannya. Soekarno-Hatta saja pernah tidak saling menyapa, walau di akhir hayatnya Soekarno dijenguk Hatta, dengan sesenggukan teman akrabnya itu meneteskan air mata melihat Soekarno yang dionggokkan Soeharto di Wisma Yaso penuh dengan derita di luar nalar biasa.

Hamka sebagai sosok yang berseberangan dengan Soekarno pun bersedia menshalati jenazah Bung Karno Sang Putra Pajar yang dipudarkan di ujung hidupnya. Proklamator itu dianggap kotor, dengan teror dia digelontor, sakit dengan rawatan dokter hewan adalah sebuah kebiadaban, tapi itulah politik yang selalu kejam merajam.

20 tahun masa pemerintahannya Soekarno juga diganggu lawan politiknya, diapun tak segan untuk melawannya, Kahar Muzakar bekas ajudan kesayangannya akhirnya juga jadi musuhnya, Kartosuwiryo teman seperguruannya yang belajar kepada guru sekaligus mertuanya Ki Hajar Dewantara akhirnya harus dihukum mati karena pemberontakannya mengancam Indonesia.

Soekarno akhirnya dihabisi juga oleh rezim orde baru tanpa daya, dengan terstruktur, dan bahkan bekasnya saja harus tidak ada. Memakai segala tipu daya Soeharto berupaya seolah Indonesia tiba-tiba ada tanpa perlu Soekarno dan pahlawan lainnya. Soeharto tampil layaknya sebagai pahlawan.

Reformasi yang kurang persiapan, Indonesia akhirnya lepas dari cengkraman rezim pemangsa lawan, jangankan berkompetisi, diskusi saja kalau mereka dengar pasti dihabisi, boro-boro bisa buat partai baru di luar tiga warna, Kuning, Merah dan Hijau, semua akan dianggap seteru, tekanan itu begitu kuat sehingga titik kulminasinya meledakkan sebuah keberanian, rakyat melawan.

[irp posts="4495" name="Partai Golkar Memang Pantas Kembali ke Dinasti Soeharto"]

Soeharto lengser keprabon, Indonesia reborn. Pengisian petinggi negeri silih berganti dengan usia memerintah yang getas dan nyaris tanpa bekas. Diisi teknokrat, Kiayai, Nasionalis, Militer dan civil yang mulai berhasil walau diganggu penuh degan ke-USILAN murahan dari orang-orang berpikiran dan penikmat hasil jarahan.

Tahun 2019 didepan mata, 5 tahun Indonesia dipimpin Jokowi, manusia tawadhuk dan baik budi. Walau gangguan terus terjadi namun dia jalan dengan tekad merperbaiki negeri yang puluhan tahun nyaris diurus setengah hati oleh orang-orang keras hati sekaligus berperangai pencuri.

Situasi terkini dan praktis lima tahun terakhir, Indonesia tidak lagi cuma dizholimi melalui informasi dan prilaku busuk politikus rakus. Pelintiran info dan fitnah terstruktur tidak lagi bisa di toleransi kita harus meladeni akhlak tak terpuji ini agar mereka bisa berhenti dan sadar bahwa kelakuannya merugikan semua lini dan sendi negeri yang indah ini.

Tidak ada yang bisa melarang anak negeri menjadi pemimpin di negeri sendiri, namun caranya harus berbudi jangan seperti pencuri, memaki-maki, tinggi hati, SARA dijadikan alat bicara, pagi bilang haram sore dijilat lagi.

Mau jadi presiden atau pejabat ternama semua mekanismenya sudah ada, jadilah manusia mulia jangan cuma pinter naik kuda, yang dijual cuma ringkikannya. Jakarta seolah kemenangannya padahal itu awal kekalahannya, anak asuhnya tertawa jadi gubernur sok kuasa, sekarang sedang memainkan peran di mana-mana cari lawan. Sayang pancingannya tak direspon karena memang kelihatan "bloon".

Kita, rakyat Indonesia jangan terpedaya dengan penampilan dan retorika, sekarang kali pertama setelah orba kita dapat Presiden yang terus bekerja tanpa banyak bicara, infrastruktur tersambung di mana-mana, jelas hasilnya.

Pancaroba adalah penggantian musim dengan angin yang tidak menentu, ada angin besar yang bisa merubah situasi. Terpaan itu yang harus diwaspadai jangan mau lagi cuma dikasih janji, alih-alih ditepati, paling jawabannya: "Eh janji sudah aku beri, banyak yang lain tak kami beri janji".

***