Kalangan Nahdliyin meminta agar ketua umum PB NU Said Agil Siroj tidak difitnah sebagai dalang pendeportasian Ustad Abdul Somad (UAS) di Hong Kong. Imbauan PBNU ini sangat wajar. Sebab, tudingan itu cukup mencemaskan mengingat penolakan terhadap UAS di Bali belum lama ini juga sempat diatribusikan ke kalangan NU. Artinya, peristiwa di Bali itu dikatakan oleh banyak pihak memiliki “trace” (jejak) NU.
Jadi, sangat wajar kasus Hong Kong membuat PBNU menjadi gerah karena deportasi yang dialami UAS disebutkan terkait dengan kalangan NU. Lantas, bagaimanakah cara terbaik untuk melihat pengkaitan NU dengan deportasi Hong Kong?
Langkah pertama setiap orang adalah bersangka baik bahwa orang NU tak mungkin mengkhianati seorang ustad yang hendak melakukan misi mulia di Hong Kong. Apalagi UAS sendiri adalah orang NU asli.
Yang kedua, kalangan NU sebaiknyalah melakukan sesuatu untuk menghentikan pembubaran berbagai pengajian di Indonesia, khususnya di Jawa. Kenapa poin kedua ini penting? Karena pembubaran pengajian yang diisi oleh para ustad atau muballigh yang berseberangan dengan NU –katakanlah Ustad Felix Siauw, Ustad Nasir, Ustad Khattath, dll— dilakukan oleh para aktivis yang bernaung di berbagai ormas yang menggunakan nama NU seperti GPA, Banser, dsb. Sehingga, elit NU menjadi sangat rentan terhadap tudingan ketika terjadi peristiwa seperti yang dialami UAS.
[irp posts="6810" name="Ustad Abdul Somad Ingin Dijadikan Ikon Baru"]
(Sebagai catatan, UAS boleh digolongkan berseberangan dengan fikrah NU meskipun beliau sendiri orang NU asli.)
Yang ketiga, para “elit resmi” NU (cq pengurus struktural dan pimpinan ormas bawahan) ada baiknya melihat lebih dalam “ke dalam”. Sebab, jangan-jangan warga NU (nahdhiyyin) di seluruh pelosok Indonesia sudah banyak berubah. Boleh jadi akar rumput NU sudah “jauh di depan” dibanding para elitnya dalam mencerna dan menyimpulkan situasi bangsa dan negara yang ada sekarang ini.
Para elit NU perlu juga mengikuti suasana canda yang ada di masyarakat saat ini, khususnya kalangan muda. Seperti kita ketahui bersama, tiba-tiba saja sekarang populer terminologi “zaman now”.
Yaitu, istilah yang dimaksudkan untuk memaklumatkan kepada publik bahwa kalangan muda sekarang ini merasa mereka memiliki “world view” (cara pandang) sendiri, yang sangat berbeda dengan kalangan tua.
[irp posts="1305" name="Antara Kiprah Nahdlatul Ulama dan Magnet Pilkada DKI"]
UAS adalah reprsentasi “NU zaman now”. Ke-NU-an beliau tetap kental tetapi “world view”-nya tidak sama dengan elit NU. Kelihatannya, KH Said Agil Siroj dan para petinggi lainnya wajar juga mendalami aspek ini agar cara beliau menakhodai kapal NU yang sangat besar itu tidak berseberangan dengan aspirasi penumpangnya yang rupa-rupanya telah melakukan “revisi diam-diam” terhadap cara berpikir mereka.
Kalau cara berpikir dan cara bertidak elit NU mengabaikan aspek “zaman now”, hampir pasti akan terulang “fitnah-fitnah” lain terhadap NU sekiranya terjadi lagi kasus-kasus pembubaran pengajian, penolakan ala Bali, maupun deportasi ala Hong Kong.
Kita berkepentingan dan berharap agar NU tidak lagi menjadi tertuduh atau pihak yang terfitnah. Wallahu a’lam!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews