Ketika Jokowi Diseret Sandiaga ke Keruwetan Pasar Tanah Abang

Selasa, 26 Desember 2017 | 11:01 WIB
0
484
Ketika Jokowi Diseret Sandiaga ke Keruwetan Pasar Tanah Abang

Kebijakan "menguntungkan semua pihak" rupanya sedang dijalankan duet Gubernur dan wakilnya, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat menata kesemrawutan Tanah Abang. Kebijakan yang bersifat sementara ini tentu hanya akan menghasilkan keuntungan sementara.

Alhasil, meski sudah berupaya menguntungkan semua pihak, tetap saja ada warga yang dirugikan, antara lain pengguna jalan Jatibaru Raya di depan Stasiun Tanah Abang. Sejumlah RW mengaku tidak dilibatkan dalam proses penutupan setengah badan jalan untuk kurang lebih 400 lapak PKL yang ternyata di antaranya pemilik kios pula. Mereka memprores sebab akses jalan ke halaman rumah tertutup.

Setengah badan jalan lagi hanya digunakan untuk Transjakarta. Terlihat "manusiawi", tetapi di sini sopir mikrolet dan kendaraan umum bukannya mendapat untung, melainkan menjadi "buntung". Selama rentang waktu 10 jam terhitung pukul 08.00 hingga 18.00, kendaraan mereka tidak bisa melintas yang berarti tidak bisa mengambil penumpang dari ruas jalan yang ditutup itu.

[irp posts="5264" name="Apa Solusi Jitu Anies Perkara Pasar Tanah Abang Yang Mulai Semrawut?"]

Memang pejalan kaki bisa leluasa berjalan di trotoar yang steril, hingga pengojek pangkalan dan ojek online pun diberi lahan parkir, namun tetap saja ketimpangan tak terhindarkan dari kebijakan yang asal "populis" ini.

Lebih mencengankan lagi ketika Sandiaga Uno berdalih, penataan Tanah Abang selain bentuk keberpihakan Pemprov DKI kepada mereka yang ingin mendapatkan kesempatan hidup, mereka juga menyebut penataan kawasan Tanah Abang itu merupakan cara Pemprov DKI membantu Presiden Joko Widodo mempersempit ketimpangan ekonomi di Ibu Kota.

Modal Sandiaga adalah pesan Jokowi yang konon pernah disampaikan kepadanya bahwa ketimpangan terjadi di Jakarta akibat perekonomian di akar rumput atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak bergerak. "Ini (penataan) Tanah Abang adalah bagian kami membantu Pak Jokowi dan pemerintah pusat untuk menyempitkan jurang ketimpangan," kilah Sandiaga, Minggu 24 Desember 2017 sebagaimana dikutip Kompas.com.

Tidak lupa Sandiaga menyebut, penataan dengan membebaskan PKL berjualan di ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang itu sebagai solusi terciptanya lapangan pekerjaan dan perekonomian yang terus bergerak. Dengan demikian, katanya, ketimpangan ekonomi akan menyempit.

Tetapi dalam kesempatan lain Sandiaga malah mengakui bahwa di antara PKL yang bebas berjualan di ruas jalan itu juga para pedagang yang memiliki kios.

Kesan melibatkan Presiden Jokowi di pusaran kesemrawutan Tanah Abang yang bakal dikembalikan kepada zaman "kuda gigit besi", ke zaman kesemrawutan masa lalu sebelum ditata Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, adalah cara Sandiaga bermain aman dan tidak ingin disalahkan.

[caption id="attachment_6641" align="alignleft" width="557"] Memfasilitasi PKL berdagang (Foto: Kompas.com)[/caption]

Biasanya cara melibatkan orang lain, dalam hal ini Presiden Jokowi, dilakukan setelah program akan menemui jalan buntu atau bahkan tidak berjalan sesuai harapan. Jika kebijakan ini gagal, maka Presiden Jokowi pun dinyatakan ikut-ikutan gagal.

Sebaliknya, kalau program ini berjalan bagus dan mulus, tidak akan mungkin Sandiaga atau Anies melibatkan nama Jokowi yang otomatis menjadi keberhasilan Jokowi juga, melainkan klaim keberhasilan dilakukan hanya atas nama mereka berdua.

Politik itu pilihan, kebijakan itu tidak akan memuaskan dan menguntungkan semua pihak. Dalih apapun bahwa membolehkan PKL berjualan di jalan demi mendapat keuntungan, toh ada juga pihak yang dirugikan, sedangkan Tanah Abang akan semakin semrawut di kemudian hari. Pedagang yang berjualan di Blok G dan pengusaha ekspedisi dua di antaranya.

[irp posts="6588" name="Antara Tanah Abang dan Disintegrasi Balkan"]

Ekses dari penataan PKL ala Anies-Sandiaga ini akan semakin menguntungkan preman yang akan lebih leluasa mengutip "uang keamanan". Ledakan protes dari sopir angkot dan sopir penumpang lainnya yang tidak bisa melintas tinggal menunggu waktu. Seiring dengan keijakan Anies-Sandi, "bom waktu" rupanya tengah ditanam di kawasan Tanah Abang itu.

Sandiaga sendiri kepada media yang sama menyebut terlalu dini menilai kebijakan penataan Tanah Abang sebagai gagal atau tambah semrawut. Apalagi, penataan itu bersifat sementara sebelum ada kawasan terintegrasi atau apa yang disebutnya Transit Oriented Development (TOD) di Tanah Abang. Ia meminta kritik yang disampaikan bersifat konstruktif.

***