Islam itu Ideologi (II) dan Ilmu Sosial Profetik

Selasa, 19 Desember 2017 | 08:46 WIB
0
359
Islam itu Ideologi (II) dan Ilmu Sosial Profetik

Mengatakan Islam itu adalah agama bukan ideologi, atau Islam itu wahyu dan sakral, semua orang sudah tahu. Itu pemahaman konvensional yang mudah. Mengatakan begitu tak perlu sekolah tinggi, jadi doktor dan profesor, masyarakat awam pun tahu karena sering dijelaskan para ustad dalam pengajian-pengajian di majlis taklim.

Itu pemahaman dasar. Tak perlu banyak mengutip dan menyebutkan pemikir-pemikir besar untuk hanya mengatakan Islam itu wahyu, sakral, suci dan dari langit. Yang dibutuhkan adalah pemahaman baru yang segar, fungsional dan progresif. Yang dibutuhkan adalah bagaimana menerjemahkan wahyu yang sakral atau pesan-pesan Islam dalam kitab suci dari langit itu menjadi operasional dalam kehidupan.

[irp posts="6006" name="Islam Itu Ideologi"]

Tak setuju "Islam itu ideologi" dengan mengartikan Islam itu wahyu, bukan hasil pikiran manusia, pemahaman begitu tidak inspiratif. Yang mempertahankan pemikiran Islam itu wahyu dan sakral, bukan ideologi, itu baru pada tahap pemikiran mengumpulkan dan mempertahankan definisi-defenisi dari pendapat-pendapat orang, belum ke refleksinya yang jauh, belum ke kritik, belum ke terobosan alternatif membuat varian baru pemikiran seperti dilakukan para neo-marxian atas Marxisme seperti Antonio Gramsci atau Hassan Hanafi di dunia Islam.

[caption id="attachment_6243" align="alignright" width="212"] Kuntowijoyo[/caption]

Sejarawan Kuntowijoyo melemparkan gagasannya tentang "Ilmu Sosial Profetik." Ini terobosan dalam ilmu-ilmu sosial agar ilmu-ilmu sosial itu bukan hanya teori, bukan hanya ilmu, bukan hanya deskrpisi-deskripsi apalagi hanya kutipan-kutipan yang tak ada gagasan orisinalnya tapi menjadi inspirasi dari perubahan serta mengarahkan masyarakat kepada yang lebih baik. Sederhananya, ilmu sosial profetik adalah ilmu dan amal. Ilmu dan perubahan.

"Ilmu sosial profetik" adalah ilmu yang bergerak, ilmu yang memiliki kerangka operasional, yang hidup dan fungsional dan mengarahkan kehidupan berdasarkan ilmu kepada yang lebih baik, bukan hanya pendefinisian-pendefinisian dan pengetatan pengertian-pengertian. Islam itu ideologi adalah implementasi dari ilmu sosial profetik itu, yaitu dari wahyu diturunkan kepada teori kemudian menjadi aksi.

Bagi yang tak mengimplementasikan Ilmu Sosial Profetiknya Kunto, tidak akan ada ide-ide dan dan gagasan dalam pikirannya untuk menyetujui aksi-aksi, membuat gerakan, menentang kekuasaan koruptif, mengkritik situasi sosial politik, protes atas ketidakadilan dst, yang ada adalah mendukung konvensi, tak kritis pada kemapanan dan mendukung kekuasaan, apalagi menjadi bagian dari kelompok yang mendukung kekuasaan itu. Hilanglah daya kritis sebagai ilmuwan.

Bagi yang pernah membacanya, teori Kunto itu hanya dibaca dan difahami tapi tidak dipraktikkan atau diimplementasikan, hanya mengagumi saja pikirannya tapi ketika ada yang mengaplikasikannya orang sulit menerima, mungkin karena bukan Kunto sendiri yang menulisnya. Disini "ada sesuatu" dalam memandang kebenaran yang sudah inherent sebagai sifat dasar manusia.

Wallahu a'lam.

***