Kegagalan Titiek dan Tommy Soeharto di Pentas Politik Nasional

Senin, 18 Desember 2017 | 06:06 WIB
0
510
Kegagalan Titiek dan Tommy Soeharto di Pentas Politik Nasional

Pasca Soeharto tumbang tahun 1998 sebagai Presiden RI setelah memegang tampuk kekuasaan selama 32 tahun, Orde Reformasi pun bergulir. Setelah Orde Baru tumbang, kekuatan Soeharto perlahan menghilang dari dunia politik, apalagi setelah Soeharto meninggal pada 27 Januari 2008 lalu.

Kekuatan Soeharto diejawantahkan dalam militer dan Golkar. Tidak ada seorang pun dari anak lelakinya yang mengikuti jejak Soeharto sebagai serdadu. Di Golkar yang didirikannya, sangat memungkinkan. Tutut, Titiek, Bambang Trihatmodjo dan Hutomo Mandala Putra alias Tommy, pernah menjadi pengurus teras Golkar.

Selepas itu, hanya Titiek yang tercatat masih aktif di Golkar. Itu pun kemarin gagal bertraung memperebutkan kursi Ketua Umum karena partai lebih memilih Airlangga Hartarto secara aklamasi. Sejarah mencatat, tidak ada satupun anak Soeharto yang yang sanggup mengambil alih Partai Golkar yang didirikannya itu. Bukan hanya itu, membangun partai baru pun tidak sanggup. Salah satunya Tommy Soeharto itu.

[irp posts="5426" name="Adu Kuat Titiek Soeharto dengan Airlangga Hartarto untuk Pimpin Golkar"]

Tommy Soeharto mengambilalih Partai Beringin Karya yang disingkat Partai Berkarya. Tommy sebagai ketua dewan pembina partai baru tersebut berusaha mengikuti prosedur teknis politik. Namanya mirip-mirip "beringin dan karya" alias "Golongan Karya"

Partai Berkarya hadir sejak 15 Juli 2016. Deklarasi partai Berkarya berlangsung menjelang Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di Bali tahun 2016. Harapannya, Munaslub konflik dan melahirkan orang-orang yang sakit hati.

Dengan melihat sejarah, bagaimana Wiranto mendirikan Hanura, Susilo Bambang Yudhoyono mendirikan Demokrat, Parbowo Subianto mendirikan Gerindra, Surya Paloh membangun Nasdem, Edy Sudradjat mendirikan PKPI, tidak aneh kalau Tommy pun mengikuti jejak para seniornya itu.

Partai Berkarya mengharapkan pelarian Munaslub bergabung. Namun prediksi keliru. Sampai sekarang, tidak ada elit Golkar yang memisahkan diri dan bergabung dengan Partai Berkarya. Mungkin kurang "perangsang".

Tommy dan pasukan Berkarya berjuang sendiri. Melalui SK Menkumham Nomor: M.HH-20.AH.11.01 Tahun 2016. Partai Berkarya mendapatkan legitimasi dari Kementrian Hukum dan HAM. Tanpa ragu, Partai Berkarya pun siap menghadapi tahapan pemilu 2019.

Namun sayang, Berkarya ternyata tidak siap. Mereka terhenti di tahapan penelitian administrasi partai politik calon peserta pemilu. Kata Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari, Partai Berkarya tidak mampu memenuhi syarat sebagai peserta pemilu.

"Partai politik tersebut (Berkarya) tidak memenuhi batas minimal syarat dokumen daftar keanggotaan yaitu 1.000 atau 1/1.000 dari jumlah penduduk," kata Komisoner yang dekat dengan Banser NU sebagaimana diberitakan Tempo.co, Kamis malam, 14 Desember 2017.

Seandainya Tommy Soeharto menghimpun kekuatan untuk mengadukan KPU kepada Bawaslu, tetap saja itu bukan ikhtiar sebelumnya, tapi ikhtiar sesudah pendaftaran. Sehingga, Tommy Soeharto mempertegas bahwa keturunan Bapak Orba tidak mampu membangun dan menguatkan partai baru.

Untuk bisa memasuki ranah pemilu, Tommy Soeharto harus mencari bekerja keras. Banyak prasangka bahwa Tommy masih kaya raya. Oleh sebab itu, tidak perlu bagi Tommy untuk khawatir. Sebarkan saja para ‘pekerja’ partai, lalu bangun evaluasi berkala dalam waktu mingguan.

[irp posts="3571" name="Antara Pernikahan Kahiyang, Ibas, hingga Tommy Soeharto"]

Dengan demikian, Tommy bisa melacak perkembangan partai dari pusat sampai tingkatan desa. Selain itu, Tommy harus memiliki ciri khusus dalam menggerakkan partai. Misalnya ciri ‘muda’ ala PSI. Atau gaya ‘wirausaha’ dan ‘maksa iklan’ oleh Perindo. Ciri khas seperti apa yang dibutuhkan Berkarya? Silahkan bayar konsultan politik!

Tapi, Tommy masih memiliki perjuangan calon peserta pemilu. Tentu saja mengadu kepada Bawaslu RI. Namun, sebelum masuk lobang dan gagal, Tommy wajib menghimpun semua pakar hukum tata negara. Kalau bisa dengan aktivitas advokat. Sehingga, Berkarya bisa berjuang lebih maksimal di persidangan Bawaslu.

Cara lain, Tommy perlu meminta arahan semua mantan Komisioner Bawaslu dan DKPP. Para mantan penyelenggara ini bisa memberikan dukungan. Sepanjang Tommy bisa meyakinkan dan memberikan penghargaan yang pantas. Maka, peluang Berkarya mengalahkan KPU terbuka.

Cara terakhir adalah mengadu ke Mahkamah Konstitusi. Jalan ini tentu harus menggabungkan kekuatan dengan partai lain. Salah satu partai yang bisa diajak bekerjasama adalah PBB. Jalan mana yang mau ditempuh? Semua tergantung Tommy. Buktikan bahwa anak juga bisa hebat seperti bapaknya.

***