Di Pilkada Jatim 2018 Pun Gerindra Berpeluang Menyalip di Tikungan

Sabtu, 16 Desember 2017 | 07:11 WIB
0
388
Di Pilkada Jatim 2018 Pun Gerindra Berpeluang Menyalip di Tikungan

Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto benar-benar jeli dalam melihat situasi politik menjelang Pilkada Serentak 2018. Terutama saat memutuskan siapa bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang akan diusungnya.

Seperti halnya ketika menetapkan bacagub Jawa Barat Mayjen (Purn) Sudrajat. Padahal sebelumnya Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar (Demiz) sempat digadang-gadangnya oleh Gerindra sebagai bacagub Jabar 2018 nanti. Itulah politik!

Konon, Demiz “ditolak” lantaran Wakil Gubernur Jabar ini terlalu “keras” menyikapi proyek mercusuar Meikarta milik taipan James Riyadi. Sehingga namanya terpental dari bursa cagub untuk Gerindra. Demiz akhirnya diterima Partai Demokrat!

Namun, meski sudah ditetapkan sebagai bacagub Jabar 2018 oleh Demokrat, toh hingga kini Demiz belum mendapatkan bacawagubnya, seperti Ridwan Kamil (Emil) yang telah diusung Partai NasDem. Hingga kini, keduanya terancam men-jomblo.

Jika hingga batas waktu pendaftaran masih jomblo, keduanya terancam gagal maju Pilkada Jabar 2018. Sebelumnya, Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jabar Anggawira mengatakan, Prabowo Subianto menyatakan “mantap” mengusung Demiz.

[irp posts="6039" name="Gerindra Menyodok, Menyalip Partai Golkar Yang Anjlok"]

Sedianya, Demiz sebagai bacagub Jabar akan berpasangan dengan kader PKS yang kini jadi Wakil Walikota Bekasi Ahmad Syaikhu. Tapi, entah menga akhirnya rencana itu batal dan Gerindra mengusung Sudrajat sebagai bacagub Jabar 2018 nanti.

Kabarnya, yang diajukan sebagai bacawagubnya adalah Ahmad Syaikhu juga. Akan halnya Ridwan Kamil, masih seperti Demiz, belum dapat “jodoh” bacawagubnya. Melihat kondisi seperti ini, bukan tidak mungkin Demiz maupun Emil gagal maju.

Sebelumnya, Partai Golkar sepakat mendukung Ridwan Kamil berpasangan dengan Daniel Muttaqien Syafiuddin, anggota DPR RI Fraksi Golkar, sebagai bacawagub Jabar 2018. Tapi, rupanya Ketua DPD Golkar Jabar Dedy Mulyadi tidak sepakat.

Terakhir, seperti ditulis Detik.com, DPD Golkar Jabar akan memberikan rekomendasi ke DPP untuk mencabut dukungan terhadap Ridwan Kamil. Karena, pengurus DPD Jabar mengklaim keputusan DPP itu ditolak oleh sebagian besar kader di daerah.

Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Pleno yang digelar di Kantor DPD Golkar Jabar di Jalan Maskumambang, Kota Bandung, Jumat 15 Desember 2017. Dalam rapat pleno tersebut hadir sejumlah pengurus partai berlambang pohon beringin tersebut.

Sekretaris DPD Golkar Jabar Ade Barkah mengatakan, rekomendasi pencabutan dukungan terhadap Ridwan Kamil-Daniel Muttaqien ini disampaikan pada Rapimnas Golkar di Jakarta pada Senin 18 Desember 2017. Keputusan ini sudah tidak bisa diubah.

Wakil Ketua DPRD Jabar itu menegaskan bahwa keputusan ini diambil dengan pertimbangan matang dan sesuai mekanisme partai. Salah satu indikatornya, keputusan Rapimda Karawang yang memutuskan mengusung Dedi Mulyadi pada Pilkada Jabar.

Sebagai penggerak dan juru bicara DPD Golkar yang mendesak Munaslub Golkar, tentunya Airlangga Hartarto yang terpilih menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, bakal menuruti kemauan Bupati Purwakarta tersebut.

Bukan tidak mungkin, hal serupa juga bisa menimpa Khofifah Indar Parawansa yang dalam Pilkada Jatim 2018 sudah diusung Golkar sebagai bacagub Jatim bersama Partai Demokrat yang mendukung Emil E. Dardak sebagai bacawagubnya Khofifah.

Pasalnya, Bupati Trenggalek itu sudah dipecat oleh DPP PDIP sebagai partai pengusung saat Pilkada Trenggalek 2015, karena PDIP dan PKB sudah mengusung Saifullah Yusuf sebagai bacagub bersama Abdullah Azwar Anas sebagai bacawagubnya.

Sehingga, jika rekomendasi untuk Khofifah dari Golkar itu dibatalkan dengan alasan semisal pencalonan Emil Dardak telah membuat PDIP marah yang berbuntut pada kegaduhan politik, maka yang terjadi adalah yang maju Pilkada Jatim Calon Tunggal.

Di sinilah Gerinda bisa “menyalip di tikungan” dengan menyiapkan bacagub-bacawagub baru sebagai alternatif pilihan bagi masyarakat Jatim dalam menghadapi Pilkada Jatim 2018 nanti. Jangan sampai skenario Calon Tunggal menjadi kenyataan di Jatim.

Seperti halnya Gerinda yang sudah menetapkan Sudirman Said pada Pilkada Jateng 2018 sebagai bacagub, Prabowo Subianto  bisa mengambil langkah strategis dengan mengusung Moh. Mahfud MD, mantan Menteri Pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid.

[caption id="attachment_5406" align="alignleft" width="560"] Ridwan Kamil dan Deddy Mulyadi (Foto: Merdeka.com)[/caption]

Seperti ditulis Kompas.com, Sekretaris DPD Gerindra Jatim, Anwar Sadad mengaku, sudah menjalin komunikasi dengan Mahfud MD terkait Pilkada Jatim. Namun, komunikasi yang dibangun bersifat biasa saja. Ia punya hubungan dekat dengan Gerindra.

“Komunikasi sih biasa saja gak ada komunikasi strategis. Komunikasi dengan beliau ya saya kira sudah dilakukan oleh DPP dalam hal ini. Karena Pak Mahfud juga punya hubungan baik dengan kita, beliau mantan ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta,” kata Sadad di Surabaya, Kamis 14 Desember 2017.

Menurut Sadad, saat ini memang DPP Gerindra telah menunjuk La Nyalla Mahmud Mattaliti untuk mencari dukungan dari parpol lain. La Nyalla diberi kesempatan hingga 20 Desember 2017 untuk menjalin komunikasi dengan PAN maupun PKS.

Ia berharap, La Nyalla itu bisa memanfaatkan betul, bisa menjalankan tugas dari Ketua DPP Gerindra Prabowo. Karena, “Apapun itu adalah amanat yang diberikan kepada beliau untuk melakukan komunikasi politik kepada partai-partai lain agar tercipta poros ketiga.”

Dukungan diperlukan karena kursi yang dimiliki Gerindra di DPRD Jatim tidak mencukupi sebagai syarat mengusung calon sendiri. Namun, jika hingga 20 Desember 2017, La Nyalla belum mempu mendapat sokongan dari partai lain, bisa jadi, dukungan tersebut akan dicabut.

Artinya, tidak menutup kemungkinan Gerindra akan menunjuk calon lain untuk diusung pada Pilkada Jatim 2017, jika komunikasi politik yang dijalankan La Nyalla tidak berjalan mulus. Gerindra harus mengambil langkah strategis untuk mengambil pilihan politik lain.

Sebelumnya, berdasarkan hasil survei Lembaga Surabaya Survey Center (SSC) menunjukan, nama Mahfud MD yang tidak pernah dikaitkan dengan Poros Emas, justru dianggap publik layak untuk menjadi cagub. Mahfud MD bahkan menduduki posisi pertama dengan capaian 18.3 persen.

Ketua Kadin Jatim La Nyalla yang selama ini santer disebut dekat dengan Poros Emas, pada hasil survei ini berada di posisi kedua dengan raihan 15,4 persen. Sementara Yenny Wahid berada di posisi ketiga dengan 11,9 persen.

Jika memang akhirnya Gerindra, PAN, dan PKS (atau parpol lain yang membelot dari parpol pengusung Khofifah-Emil Dardak), jadi mengusung Mahfud MD sebagai bacagubnya, tentu saja akan lebih baik jika bacawagubnya dari birokrat di Pemprov Jatim

Sehingga, Mahfud MD nantinya lebih berkonsentrasi pada kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat. Sementara, bacawagubnya (seperti Soekarwo sebelum menjadi Gubernur Jatim sejak 2008) yang menguasai birokrasi hingga ke daerah.

Karena jaringan birokrasi yang berhasil dikuasai Soekarwo itulah yang membuat Soekarwo dan Saifullah Yusuf dulu menang Pilkada Jatim (2008 dan 2013) dari Khofifah. Jaringan birokrasi itu sampai di daerah terpencil. Soekarwo tahu jaringan yang dipakai selama ini.

Kalau Mahfud MD tidak bersedia, Gerindra masih bisa mengusung Dahlan Iskan, mantan Menteri Negara BUMN. Raja Media asal Magetan ini layak jadi bacagub karena ia pernah memenangkan Konvensi Partai Demokrat jelang Pilpres 2014.

Andai Khofifah akhirnya diberi izin oleh Presiden Joko Widodo, Mahfud MD atau Dahlan Iskan masih bisa mengimbangi “kekuatan” Saifullah Yusuf maupun Khofifah yang “orang” NU. Mahfud MD maupun Dahlan Iskan juga “orang” NU.

***

Editor: Pepih Nugraha