Anomali Politik, Mantan Pembantu Melawan Majikan

Jumat, 15 Desember 2017 | 05:00 WIB
0
416
Anomali Politik, Mantan Pembantu Melawan Majikan

Terkadang ada yang lucu dalam politik ini. Tidak masalah dalam satu kontestasi Anda berlawanan. Tapi, setelah kompetisi, bisa saja kawan menjadi lawan. Atau malah sebaliknya, lawan menjadi kawan.

Pascapemilu 2014, lawan menjadi kawan itu terjadi. Partai Golkar, PPP, dan PAN masuk ke dalam Koalisi Indonesia Hebat. Secara tidak langsung, Koalisi Merah Putih mengecil dan turun.

Namun, di pihak Jokowi juga kehilangan teman. Beberapa contoh, Anies Bawesdan dan Sudirman Said, sang pembantu kena reshuflle. Kedua tokoh tersebut menggabungkan diri ke kelompok Prabowo.

Aneh bukan?

Prabowo sebagai jenderal KMP mengusung Anies Bawesdan maju di Pilgub DKI Jakarta. Padahal Anies mantan tim sukses Joko Widodo – Jusuf Kalla. Sedangkan Tim Sinkronisasi Anies-Sandi, terletak di pundak Sudirman Said.

[irp posts="5926" name="Sudirman Said, Suksesor Jakarta Uji Nyali di Jawa Tengah"]

Setelah sukses menumbangkan PDI Perjuangan di Pilgub DKI Jakarta, Prabowo berniat mengambilalih kandang PDIP, yaitu di Jawa Tengah. Untuk itu, Sudirman menjadi prajurit penakluk. Tinggal menunggu waktu, Partai Gerindra akan perang besar di Jawa Tengah.

Perlu diketahui, kekhawatiran banyak orang akan dualisme kekuatan politik bisa membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak sedikit prediksi Jakarta dibawa ke Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembedanya adalah, Jakarta menyerang tokoh yang membawa isu SARA.

Sedangkan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, berkemungkinan membawa isu SARA dalam bingkai isu lain. Misalnya Jawa Tengah, Sudirman Said akan melawan Ganjar Pranowo. Partai Gerindra melawan PDIP. Lama-lama dua kekuatan akan saling hantam.

Jawa Timur sudah panas duluan. Jawa Barat menunggu kepastian saling serang. Jawa Tengah, menunggu waktu perang.

Perang antara Sudirman dan Ganjar akan berhubungan dengan isu ‘kepedulian rakyat’. PDIP secara lahiriah merupakan perwujudan partai rakyat kecil. Namun sejak berkuasa, PDIP terasa tidak pro rakyat.

Khususnya di Jawa Tengah. Ganjar dinilai pro perekonomian. Hal ini terkait permasalahan pabrik semen. Bahkan, para petani masih demo di depan Istana. Sampai ada ibu pendemo yang mengembuskan nafas terakhirnya akibat demo.

Apakah Ganjar tetap pro pribumi, bila kita menggunakan istilah Anies Bawesdan. Tentu saja ini menjadi masalah politik. Terlebih Sudirman merupakan mantan Menteri ESDM. Sudirman mampu membuat jagat politik heboh akibat keberaniannya melawan Setya Novanto dan kawan-kawan. Masih ingat kasus ‘Papa Minta Saham’, kan?

[irp posts="5929" name="Retorika Anies-Sandiaga Bikin Jakarta Kian Terisolir"]

Nah, bayangkan saja, Sudirman akan muncul sebagai wajah pro pribumi dan rakyat kecil. Melawan Ganjar yang diangap pro kekuasaan. Dampaknya? Sudah bisa diduga, isu penguatan ekonomi pribumi melawan ekonomi kapitalis. Atau kasarnya, pribumi melawan asing.

Sudirman merupakan lawan terkuat bagi Ganjar. Pemain Jakarta jangan dianggap remeh. Bayangkan saja. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dianggap bisa memenangkan Pilgub DKI Jakarta satu putaran, ternyata bisa tumbang bahkan akhirnya ditahan.

Nah, bukan tidak mungkin cara yang sama menghantui Ganjar. Elektabilitas bisa saja tinggi. Populer sih biasa saja. Tapi ingat, Jakarta adalah bukti. Kepiawaian strategi politik Partai Gerindra dan koalisinya mampu membalikkan keadaan.

Jadi, Ganjar harus siap-siap. Menerima demontrasi besar-besaran dari kelompok atau komunitas tani. Penggiat lingkungan dan hak asasi. Bisa juga isu-isu hukum lainnya. Namanya saja politik. Selama bisa dimainkan, tentu semua peluru siap ditembakkan.

***