Terkait Polemik Golkar, Jusuf Kalla dan Buya Syafii Ikut Bersuara

Selasa, 12 Desember 2017 | 20:55 WIB
0
355
Terkait Polemik Golkar, Jusuf Kalla dan Buya Syafii Ikut Bersuara

Tak ada rotan, akar pun berguna. Mungkin pepatah ini sangat relevan jika dikaitkan dengan sosok Setya Novanto yang masih memperlihatkan ambisi politiknya meski sudah ditahan di rutan Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan korupsi megaproyek KTP Elektronik yang merugikan negara hingga 2,3 triliun.

Bahkan, kekuatan Novanto masih terpancar dari segala manuver yang dilakukannya dari balik jeruji seperti mengirimkan surat ke DPR agar tak menggantinya, maupun surat sakti untuk Partai Golkar agar memberinya kesempatan untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah.

Teranyar, surat penunjukkan Aziz Syamsuddin sebagai Ketua DPR yang mendapat respon dari berbagai kalangan. Belakangan, surat itu tak lagi sakti. Terbukti, 50 dari 91 kader Golkar di DPR menolak sosok Aziz untuk dijadikan Ketua DPR. Akhirnya, mandat Novanto pun pupus. Taring Novanto rupanya tak lagi tajam untuk menakuti kader Golkar.

Pun begitu, Aziz menganggap penunjukan dirinya oleh Novanto untuk memimpim DPR adalah tindakan sah. Sebab, kata dia, penunjukan tersebut tak mesti harus didahului dengan rapat pleno sebagaimana dijelaskan dalam AD/ART Partai Golkar.

"Yang penting tanda tangan ketua umum dan sekjen dan dewan pembinanya sah," ujar Aziz di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 11 Desember 2017.

[irp posts="5659" name="Jangankan Jadi Ketua DPR, Aziz Syamsuddin Malah Terancam di Golkar"]

Atas gonjang-ganjing itu pula, akhirnya mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK) ikut bicara. Wakil Presiden itu mengatakan, adapun proses pemilihan ketua DPR sejatinya harus terlebih dulu dibicarakan di internal Golkar sebelum mengajukan calon Ketua DPR yang baru.

"Itu urusan internal Golkarlah, di kalangan anggota DPR terjadi perbedaan pendapat, di DPP juga perbedaan pendapat. Jadi lebih baik disatukan pandangan dulu baru dimajukan. Disatukan dulu suara Golkar," kata JK seperti dikutip Kompas.com, Selasa 12 Desember 2017.

Malah JK berpendapat, sosok Aziz Syamsuddin telah memenuhi kriteria untuk menjadi calon Ketua DPR menggantikan Novanto. Sebab, secara Aziz dianggap sudah mempunyai pengalaman yang cukup. "Jadi secara pengalaman cukup. Cuma masing-masing orang punya pandangan yang berbeda lah," kata dia.

Tak saja dari JK, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, atau akrab disapa Buya Syafii juga ikut memberikan komentar terkait polemik pada tubuh Golkar.

Buya mengatakan, apa yang dilakukan Novanto dengan menunjuk Aziz secara sepihak untuk menggantikannya sebagai Ketua DPR adalah tindakan yang tidak tepat.

"Jangan nunjuk-nunjuk sendiri, itu dimusyawarahkan dong. Kalau itu 'kan Golkar ya (yang menentukan Ketua DPR), harus merapat pimpinan Golkar yang betul, tidak benar cara (Novanto) begitu," kata Buya Syafii kepada media yang sama.

Buya Syafii mengungkapkan hal tersebut di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan usai menghadiri acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) dan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK).

Menurutnya, penunjukkan seorang Ketua DPR adalah kewenangan dari Fraksi Golkar. Oleh karena itu, ia berpesan agar Golkar mampu memilih sosok yang tepat. "Karena ini hak partai, carilah orang Golkar yang terbaik di antara yang buruk," kata Buya.

[irp posts="5492" name="Aziz Syamsuddin Bertekad Ingin Benahi Golkar, Bagaimana Caranya?"]

Adapun kriterianya, harap Buya, Ketua DPR baru yang akan menggantikan Novanto kerena terjerat kasus korupsi KTP-el itu adalah sosok yang memiliki integritas untuk mempimpin.

"Tentunya yang mewakili rakyat ya, yang mempunyai integritas, yang tidak terlibat dalam korupsi, dan itu tidak mudah mencarinya sekarang," ujar Buya.

Sementara, Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham mengatakan penunjukan Aziz Syamsuddin sebagai Ketua DPR tidak menyalahi prosedur dan sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. Sebab, kata dia, penunjukan tersebut langsung datang dari Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto.

"Dan tentu saya selaku sekjen dan sekarang Plt ketua umum memproses itu dan tentu saya kembali pada tata kerja yang ada," kata Idrus di Hotel Peninsula, Jakarta.

Idrus menilai, dalam mekanisme partai Golkar, Ketua Umum punya wewenang untuk mengambil keputusan dalam menentukan sebuah jabatan baik itu jabatan strategis, duta besar, menteri hingga Ketua DPR. Oleh karena itu, kata dia, rapat pleno tak lagi perlu dilakukan.

"Dalam tata kerja Partai Golkar memang menempatkan ketua umum sebagai kunci yang punya kewenangan, untuk menentukan segala kebijakan, termasuk mendistribusikan kader-kader," ujar Idrus

Pun demikian, dirinya tak mempersoalkan adanya penolakan dari anggota fraksi Golkar terhadap keputusan Novanto untuk menjadikan Aziz sebagai Ketua DPR. Menurutnya, penolakan itu lantaran adanya dinamika yang sedang terjadi dalam tubuh Golkar.

Sebelumnya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR telah menyetujui pengunduran diri Novanto sebagai Ketua DPR yang dibacakan pada rapat paripurna, kemarin.

Saat ini, untuk mengisi kekosongan Ketua, posisi tersebut diisi oleh Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Politik dan Keamanan Fadli Zon sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR RI.

***