Imam Besar, Imam Kecil

Jumat, 8 Desember 2017 | 10:00 WIB
0
347
Imam Besar, Imam Kecil

Adakah yang tahu istilah jenderal besar? Tapi adakah juga mengetahui jenderal kecil? Di Indonesia, adanya istilah Jenderal Kancil, itu pun di dunia film. Pemerannya Achmad Albar selagi masih bocah, yang kini sudah simbah dan tetap ngerock.

Demikian pula soal istilah imam besar, adakah yang mengetahui istilah imam kecil? Kalau imin, sebagai pasangan iman, kita tahu. Setidaknya dalam dagelan ndesit, “iman kuat, imin tidak.” Bahkan yang namanya Cak Imin, kini banyak memajang poster raksasa sebagai cawapres jaman now. Tetapi, sekali lagi, imam kecil? Atau imim?

Padahal konon di dunia ini, segalanya dicipta berpasang-pasang. Ada siang ada malam. Ada lelaki ada perempuan (ada pengecualiannya sih). Ada besar ada kecil. Tapi, lagi-lagi pertanyaannya, adakah imam kecil?

[irp posts="5134" name="Imam Besar Umat Indonesia dan Hormat Jokowi kepada Guru"]

Ada yang menjawab, sebenarnya sih ada. Kok pakai ‘sebenarnya’? Jadi, sebenarnya, ada atau tidak? Kalau ada kata ‘sebenarnya’, mungkin saja ada tapi tak meyakinkan. Setidaknya harus pakai penerangan, sementara sejak zaman Gus Dur, kementerian penerangan dihapus. Gara-gara terlalu banyak menurut petunjuk Bapak Presiden.

Karena kata ‘sebenarnya’ yang menyertai itu, muncul anggapan bahwa istilah ‘imam besar’ itu sesuatu yang diada-adakan manusia. Tentu saja. Tuhan sih kayaknya nggak pernah aneh-aneh. Kita selalu butuh peringkat, berkait kawasan tebanya, juga yang penting untuk menentukan besar-kecil amplopan.

Menurut Wildan, seorang da’i kecil dari Kendal (nah, kini ada istilah da’i kecil, tapi tak ada da’i besar atau da’i tuwek), manusia itu tempat salah. Karena itu, kata da’i kecil tadi, apakah seorang kyai tak punya dosa?

Siapa yang tahu, soal punya dan tidak itu? Hanya berdasar pengetahuan manusia. Kata para kyai sendiri, itu otoritas Tuhan. Yang tahu hanya Allah, sementara kita hanya tempe. Otak-atik gathuk manusia, perlu menyodorkan seseorang menjadi imam besar ummat Islam Indonesia. Emang elu siape?

Dalam sebuah acara di TV, Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menuturkan yang dikatakan Gus Dur; “Di kemetrian agama, semua ada. Maksudnya dari transaksi ekonomi, politik, orang jualan ini-itu, jualan pin sekali pun. Yang tidak ada apa? Menurut Gus Dur, yang tak ada adalah agama.”

[irp posts="5030" name="NU Tolak Rizieq Shihab sebagai Imam Umat Islam Indonesia"]

Bayangkan, di kemetrian agama tak ada agama!

Lantas, apa kaitan semua itu? Tak ada. Kecuali mau dikait-kaitkan. Sebagaimana pidato Ahok (2016) ketika mengambil sumpah jabatan beberapa stafnya, ia menyumpah-serapahi dengan lugas; “Kalau bapak ibu mau ngomong soal tuhan dan iman di depan saya, buktikan dengan perbuatan!”

Kalau cuma chatting sex, hampir 97,23 persen Fesbuker bisa melakukannya. Mereka lebih tulus dan ikhlas. Tak minta jadi imam, besar atau kecil. Lagi pula, tak guna imam besar dengan iman kecil. Kayak politikus saja, minta-minta dengan balutan kata-kata besar. Padahal ngibul.

***