Terhadap "Trik" Sakitnya Setya, KPK Membalas dengan "Trik" P21

Rabu, 6 Desember 2017 | 08:34 WIB
0
400
Terhadap "Trik" Sakitnya Setya, KPK Membalas dengan "Trik" P21

Dikira hanya tersangka Setya Novanto saja yang punya "trik" sakit saat menghadapi praperadilan, Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) juga melakukan "trik" juga, tetapi bukan terik sakit, melainkan melengkapi berkas perkara kasus Setya Novanto alias P21 yang menutup kemungkinan digelarnya siang praperadilan kedua.

Dengan P21, dipastikan Hakim Kusno yang sempat memimpin sidang praperadilan kemudian menundanya atas permintaan KPK, tidak lagi akan mengayunkan palunya. Setya Novanto sebagai pemohon pun harus menelan pil pahit karena dipastikan tidak akan ada lagi upaya hukum yang membebaskan dirinya dari status tersangka.

Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi tidak bisa membukukan angka 2-0 untuk KPK. Ibarat permainan sepak bola sistem poin, meski KPK "hanya" menyamakan kedudukan 1-1, tetapi kemanangan tetap ada di tangan KPK.

Sidang permohonan praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto seharusnya tetap membuat sehat wal-afiat. Begitu juga dengan para pembela, karena hari-hari panjang membela Setya Novanto akan berlangsung lama. Akan tetapi dengan trik KPK melengkapi berkas perkara ini, sulit bagi Setya Novanto untuk menghindar kecuali menghadapi saja sidang pengadilan Tipikor.

Masih ingat proses penetapan tersangka Setya Novanto? Saat itu, Setya Novanto mengajukan permohonan praperadilan. Saat itu, sakit menjadi anugrah. Seperti nasehat arab, ‘sabar dalam sakit akan menggugurkan dosa’. Begitu juga dengan Setya Novanto. Sakitnya menjadi berkah yakni kemenangan atas KPK di praperadilan pertama.

Nah, Kamis 30 November 2017 lalu adalah hari pertama sidang praperadilan kedua dengan tokoh yang sama. Pemohonnya adalah Setya Novanto. Termohonnya adalah KPK. Beda Hakimnya saja, praperadilan pertama dipimpin oleh Hakim Cepi. Peraperadilan kedua dipimpin oleh Hakim Kusno.

[irp posts="4986" name="Setya Novanto dan Jam Tangan Richard Mille Seharga Rp1,3 Miliar"]

Setya Novanto dengan bukti perawatan, jelas-jelas sedang sakit. Tidak ada yang bisa memaksa Setya Novanto untuk mengikuti aturan apapun sepanjang dia belum sembuh. Karena itu adalah hak asasi. Apabila ada yang memaksa Setya Novanto untuk melalui proses hukum, sedangkan dia sedang sakit, sama saja dengan melanggar hak-hak Setya Novanto. Itu bukan manusia namanya, orang sakit dipaksa bersidang dan sebagainya.

Manusia, siapapun dia, bisa sakit. Sakit akibat kondisi tubuh tidak bisa menahan ujian cuaca. Atau sakit karena terkena serangan virus. Bisa juga sakit disebabkan lelah, letih, dan capek. Apalagi cuaca jakarta sekarang tidak menentu. Kadang hujan dari pagi sampai malam. Besoknya hujan lagi berbarengan dengan embusan angin.

Bila manusia tidak bisa menjaga ketahanan tubuh, bisa-bisa cuaca sejuk yang mengubah wajah jakarta yang panas. Cuaca itu mampu menumbangkan kekokohan manusia. Ujungnya? Ya menerima perawatan dokter atau sekedar istirahat.

[caption id="attachment_5207" align="alignleft" width="513"] Setya Novanto saat dirawat (Foto: Kompas TV)[/caption]

Bagaimana jika situasi terbalik? Bukan mendoakan agar semua pihak sakit selain Setya Novanto. Seandainya saja, hakim Kusno jatuh sakit. Tentu saja sidang akan ditunda. Karena hakim praperadilan itu cuma satu. Maka hakimnya disebut hakim tunggal. Wah wah wah. Semoga saja, Hakim Kusno sehat selalu sampai palu yang dipegangnya menetapkan putusan terbaik.

Di lain sisi, sang termohon, KPK bisa sakit? Tentu saja tidak. KPK itu hanya nama, lembaga dan gedung. Tapi manusia yang bekerja di KPK adalah manusia biasa. Mereka bukan superman, batman, wonder woman dan tokoh manusia super lainnya.

Pimpinan KPK juga manusa. Juru Bicara KPK juga manusia. Pegawai KPK juga manusia. Tiada ada robot di gedung KPK. Bisa saja mereka semua sakit. Cuaca buruk, karena Jakarta terkenal panas melanda hampir sebulan. Lalu, beban kerja menyita pemikiran. Cara kerja yang keras dan berat melemahkan daya imunitas tubuh.

Satu demi satu pelengkap tanda sakit bermunculan. Cuaca, melemahnya daya tahan tubuh dan beban kerja. Pada akhirnya mereka sakit. Bisa saja sakitnya sampai sebulan. Nah, jika sakit tentu tidak bisa dipaksa untuk masuk ke ruangan PN Jakarta Selatan. Dengan begitu, sidang pun ditunda.

[irp posts="4853" name="Dalil Ne Bis In Idem" Senjata Hakim Kusno Menangkan Setya Novanto?"]

Dengan demikian, Partai golkar tidak bisa menunggu putusan praperadilan Setya Novanto. Kelompok yang ingin mengkudeta Setya Novanto pun bakal menyukseskan Musyawarah Nasional Luar Biasa. Jadi, lahirlah Ketua Umum baru Partai Golkar pada Januri 2018.

Kedua, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak akan terusik dengan sakitnya termohon (KPK). Mereka tetap bisa meminta keterangan atau membawa Setya Novanto dalam persidangan etik anggota DPR. Sehingga, Desember atau Januari 2018, Ketua DPR pun beralih dari Setya Novanto kepada pelobby unggul di DPR.

Namanya saja sakit. Bisa jadi karunia. Bisa juga bencana. Manusia hanya disuruh sabar selama sakit. Agar mampu mensyukuri nikmat kesehatan. Apabila sehat, jangan bilang sakit. Kalau sakit jangan paksa sehat. Semua ada waktunya. Semua ada manfaatnya. Sabar lah dan ikhlas adalah kuncinya.

***