Peraturan Jokowi soal Menteri Rangkap Jabatan, Bagaimana dengan Puan?

Selasa, 5 Desember 2017 | 07:26 WIB
0
365
Peraturan Jokowi soal Menteri Rangkap Jabatan, Bagaimana dengan Puan?

Dari awal membentuk kabinetnya, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan bahwa tidak ada menterinya yang memegang jabatan di partai politik.

Kemaren, hal tersebut kembali ditegaskan oleh Eko Sulistyo, Deputi IV Kepala Staf  Kepresidenan Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi. Tentu ini merespon kekisruhan yang ada di partai Golkar. Sebab, beberapa waktu lalu beredar kabar bahwa Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto yang mengaku sudah mendapat izin dari Presiden untuk maju dalam Munaslub menggantikan Setya Novanto menjadi ketua umum Golkar.

"Sejak pembentukan kabinet di awal, Presiden sudah menyatakan agar para menterinya tidak merangkap jabatan di kepengurusan parpol," ujar Eko kemarin, Minggu 3 Desember 201) seperti dilaporkan Kompas.com.

[irp posts="5114" name="Ketua Umum Baru Golkar; Airlangga, Nurdin Halid, atau Idrus Marham"]

Sebagai 'pembantu' Presiden tentu Airlangga harus berkomunikasi terlebih dahulu kepada Jokowi jika hendak jadi Ketua Umum Golkar. Tentu Jokowi memberi restu, tidak mungkin Jokowi melarang hak seseorang untuk memilih tindakan politiknya. Restu yang diberikan Jokowi sudah pasti sebatas mengizinkan Airlangga untuk ikut kontestasi calon Ketua Umum Golkar. Namun, jika nanti terpilih, maka Airlangga harus siap mundur dari kabinet Kerja Jokowi.

"Nah tentu kemudian, seandainya Pak Airlangga terpilih Ketua Umum Golkar, itu sudah secara otomatis dia harus mundur," Ujar Eko, masih dalam laporan media daring yang sama.

[caption id="attachment_4271" align="alignright" width="517"] Airlangga Hartarto (Foto: nasionalisme.co)[/caption]

Airlangga bahkan menyerahkan nasibnya di Kabinet Kerja sebagai Menteri kepada Presiden Jokowi jika nanti terpilih menjadi ketua umum partai berlambang pohon beringin itu. "Mengenai posisi kabinet itu hak prerogratif Bapak Presiden," ucap Airlangga, Kamis 30 November 2017) lalu.

Lah, kenapa saat ditanya bersedia mundur dari jabatan menteri jika menjadi ketum Golkar malah jawabannya normatif seperti itu. Harusnya jika ia siap maju jadi ketum Golkar, dan jika terpilih, Ia juga harus siap mundur dari jabatan menteri dong. Toh, sudah ketetapan Presiden dari awal tidak boleh rangkap jabatan. Jika jawaban seperti itu, berarti ada kemungkinan Presiden tidak mengganti posisinya. Bisa jadi sih jika nantinya ada lobi-lobi politik.

Seperti posisi Puan Maharani selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Meski sudah dibantah bahwa dirinya tidak rangkap jabatan, namun dalam struktur kepengurusan, nama Puan masih tercantum sebagai Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP periode 2015-2020.

Posisi tersebut didapat Puan saat Kongres PDIP di Bali tahun 2015 lalu. Nah, padahal saat itu Puan sudah menjabat sebagai Menteri Jokowi. Lalu kenapa namanya masih dimasukkan dalam kepengurusan partai? Jokowi sudah jelas melarang menterinya punya jabatan strategis di parpol agar bisa fokus menjalankan tugas sebagai menteri.

Meski, jika dilihat di struktur kepengurusan, jabatan yang dipegang Puan berstastus nonaktif, tetapi hingga saat ini belum ada nama kader lain yang mengisi jabatan tersebut. Jika Puan dalam jabatannya sebagai Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP tersebut nonaktif, lalu yang menjalankan tugas tersebut di partai siapa?

[irp posts="4116" name="Kursi Ketua DPR RI Kosong, PDI Perjuangan Ternyata Minat Juga"]

Melihat tidak ada nama lain yang menggantikan nama Puan, bahkan Puan Maharani disebut-sebut tak tersentuh reshuffle yang sudah beberapa kali dilakukan Jokowi. Padahal jika mau, Jokowi gampang saja mengganti Puan, apalagi dengan jabatannya di PDI Perjuangan. Namun, Jokowi harus ingat siapa partai yang mengusungnya di Pilpres 2014 silam hingga Ia bisa duduk di singgasana RI 1 hingga saat ini.

Jika nanti Airlangga terpilih jadi ketua umum Golkar, apakah Jokowi berani mengganti Airlangga sebagai menteri Perindustrian?  Sebab Golkar sudah menyatakan akan mendukung Jokowi pada pilpres 2019 mendatang. Kemungkinan paling logis sih, posisi Airlangga diganti dengan kader partai Golkar juga.

Ya, mari kita lihat saja nanti.

***