Istana dan Partai Golkar Ternyata Saling Membutuhkan

Senin, 4 Desember 2017 | 18:31 WIB
0
127
Istana dan Partai Golkar Ternyata Saling Membutuhkan

Komunikasi politik yang terjadi antar-Istana negara dan Partai Golkar semakin menguat menyusul rencana Musyawarah Luar Biasa Partai Golkar untuk mencarikan pengganti ketua Umum Partai itu setelah Setya Novanto terjerat kasus megaproyek KTP-Elektronik dan telah mendekam dalam tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebagai pertai yang mendukung kebijakan pemerintahan, tentu partai beringin ini diperebutkan oleh banyak kalangan. Istana misalnya, dengan melakukan komunikasi dengan Golkar, hal itu menunjukkan bahwa betapa Golkar menjadi kunci utama menuju Pilpres 2019 mendatang.

Apalagi, disebut-sebut Golkar hingga saat ini menjadi partai yang lumayan banyak menangguk kursi di DPR. Artinya, keberlangsungan perpolitikan di Indonesia menuju Pilpres menjadi perhatian penting bagi Istana, khususnya Presiden Joko Widodo yang sejak awal telah didukung Golkar.

[irp posts="4980" name="Lucu Juga Idrus Minta Tolong Jokowi Bertanggung Jawab soal Golkar"]

Dalam sejumlah media disebutkan, Golkar menempati posisi nomor dua partai politik dengan perolehan 91 kursi di DPR. Di atasnya, ada partai banteng PDIP dengam 109. Artinya, Golkar menjadi kunci untuk presiden guna memuluskan sejumlah agenda di Parlemen. Apalagi, hingga saat ini Dewan Kehormatan Dewan (MKD) belum juga menggelar sidang etik guna menjerat Novanto yang masih belum mundur sebagai Ketua DPR RI.

Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari kepada sejumlah media dalam rilisnya mengatakan, langkah yang dilakukan Istana dengan berkomunikasi dengan Golkar adalah tindakan simbiosis mutualisme. Antara Istana dan Golkar, kata dia, saling membutuhkan.

Menurutnya, sah-sah dan wajar saja jika kemudian Presiden dan Wakil Presiden menginginkan Ketua Umum Golkar yang baru sesuai dengan keinginan mereka.

“Golkar itu manuver politiknya melebihi jumlah kursi yang dimiliki (di DPR) karena pengalaman politik mereka yang sudah matang,,” kata Qodari, seperti dikutip Kompas.com di Jakarta, Ahad 4 Desember 2017.

Qodari menyebutkan, partai pohon beringin tersebut selalu menjadi mitra koalisi Istana sebagai lambang kekuasaan. Jadi, kata dia, pilihan pemerintah untuk kemudian mendapatkan pimpinan baru Golkar. “Jadi rasional saja jika Istana memilih ketua umum Golkar yang sehaluan,” ujar Qodari.

Mantan Ketua DPR RI Ade Komarudin alias Akom menilai, kondisi Golkar saat ini patut mendapatkan prioritas untuk segera mengadakan Munaslub. Golkar, kata dia, sudah lama menderita dan harus segera disembuhkan. “Airlangga Hartarto cukup baik untuk menyembuhkan penderitaan lama Partai Golkar,” katanya kepada wartawan di Medan, pada hari yang sama.

Menurut Ketua umum Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) ini, untuk membenahi Partai tua Golkar, cara satu-satunya adalah dengan Munaslub. Ia mengatakan hanya dengan cara tersebut pula Golkar bisa mendapatkan solusi tercepat. Apalgi, kata dia, saat ini sudah masuk musim politik,m Pilpres 2019 menunggu di hadapan mata.

“Aturannya 'kan tergantung pemilik suara. Saat ini sebagian suara menyatakan Munaslub perlu digelar. Penderitaan Partai Golkar harus diakhiri supaya Pemilu 2019 baik legislatif atau presiden, Golkar siap bertarung,” ujarnya.

Sementara, desakan Munaslub juga disampaikan Ketua DPP Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi. Ia menilai, publik tentunya sudah menunggu keputusan apapun yang akan dihasilkan oleh Munaslub. Harapan tersebut, kata dia, harus mampu dijadikan momen oleh petinggi internal Golkar dan seluruh anggota partai guna memperbaiki kondisi Golkar yang citra dan elektabilitasnya menurun.

“Kondisi ini berbeda saat dahulu pasca-reformasi yang justru adanya keinginan perubahan dalam tubuh Golkar, tapi tak dipercaya oleh publik. Sekarang justru terbalik dan tergantung bagaimana para pemimpin memutuskan segera digelar munaslub," kata Dedi di media yang sama.

[irp posts="5012" name="Penumpang Dua Bus Blue Bird Sewaan Golkar Itu Menemui Jokowi"]

Oleh karena itu, tambah Dedi Mulyadi, Golkar tidak akan mendapatkan kesempatan dua kali untuk melakukan perubahan, kecuali dalam Munaslub tersebut. Apalagi, kata dia, pelaksanaan Pilkada dan pemilu legislatif sudah dekat. Begitu pula dengan Pilpres 2019. “Kalau tidak sekarang sesegera mungkin, kepercayaan itupun akan terus tergerus dan hilang seketika,” kata Bupati Purwakarta itu.

Namun, saran Mulyadi, jika kepentingan politik untuk menuju Golkar lebih baik tidak direspon dengan baik karena menunggu hasil atas proses praperadilan Novanto selesai, ia khawatir kesempatan tersebut akan habis dan masyarakat tak lagi percaya dengan Golkar. Publik, kata dia, tentu punya penilaian sendiri terhadap Partai Golkar jika Munaslub tidak segera dilaksanakan.

“Munaslub itu menjadi kebutuhan organisasi karena hari ini Partai Golkar terus mengalami penurunan elektabilitas yang tajam, maka harus ada perubahan. Jadi, proses praperadilan maupun peradilan Pak Setya Novanto tidak terkait dengan munaslub yang diusulkan oleh DPD I,” ucap Dedi.

Diketahui, hingga saat ini usulan Munaslub Partai Golkar dari 31 DPD di Provinsi telah diajukan kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) untuk segera ditindaklanjuti.

***