Rivalitas Soekarwo vs Khofifah pada Pilkada Jatim 2008 dan 2013

Sabtu, 2 Desember 2017 | 15:38 WIB
0
941
Rivalitas Soekarwo vs Khofifah pada Pilkada Jatim 2008 dan 2013

Ada hal yang menarik dan perlu dikaji terkait “dukungan” dari Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo kepada Khofifah Indar Parawansa dalam Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur pada 2018 mendatang. Marilah kita simak jejak digitalnya!

Rivalitas Soekarwo melawan Khofifah terjadi sejak Pilkada Jatim 2008. Keduanya bersaing untuk berebut jabatan Gubernur Jatim, setelah Gubernur Imam Oetomo dan Wakil Gubernur Soenarjo habis masa jabatannya. Soekarwo menjabat Sekdaprov.

Jabatan terakhir Soekarwo sebelum bertarung dalam Pilkada Jatim 2008 adalah Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim. Sebelumnya, ia menjabat Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Provinsi Jatim, suatu posisi jabatan “basah”.

Kala itu, Soekarwo juga dipercaya Gubernur Imam Oetomo sebagai Komisari Utama Bank Jatim (2005-2008). Ia terpilih dalam Pilkada Jatim 2008 yang diselenggarakan selama tiga putaran (23 Juli 2008, 4 November 2008, dan 21 Januari 2009).

Dalam berjuang untuk menuju jabatan gubernur Jatim tidaklah mudah. Awalnya, Soekarwo berebut Rekomendasi dari DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, setelah berhasil menyisihkan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Sutjipto di Konvensi.

Mayoritas DPC PDIP memberikan dukungan atas Soekarwo. Sebelumnya, ia cukup lama berjuang dan bergerilya mencari dukungan dari PDIP. Hasilnya, Soekarwo berhasil menang konvensi di PDIP Jatim mengalahkan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Sutjipto.

Sebagai birokrat yang menjabat Sekdaprov Jatim, Soekarwo memang tidak punya Parpol. Harus mencari kendaraan Parpol untuk mengusungnya sebagai bacagub sesuai persyaratan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 6 Tahun 2005.

Konvensi cagub di internal DPIP Jatim telah menghasilkan pilihan dua nama populer yakni Soekarwo dan Sutjipto. Sesuai dengan mekanisme internal Parpol, kedua nama itu yang diusulkan kepada DPP PDIP untuk dikerucutkan menjadi satu nama.

Setelah molor empat bulan lebih, DPP PDIP menetapkan cagub Sutjipto. Pilihan atas mantan Kedua DPD PDIP Jatim itu tentu bukan tanpa alasan. Ada pola pikir bahwa sesungguhnya PDIP telah tampil sebagai kekuatan politik terdepan di Jatim.

PDIP urutan ke-2 Pemilu 2004. Dan di internal PDIP sudah punya tradisi politik PDIP dalam menghadapi pilkada. Tradisi tersebut adalah apabila memiliki modal politik yang cukup kuat, maka PDIP merasa mantap untuk mengusung kadernya sendiri.

Dus, karena Soekarwo “dikalahkan” DPP PDIP itulah akhirnya ia mencari kendaraan politik lainnya. Melihat potensi politik Soekarwo, saat ia melamar ke Partai Demokrat agar bisa maju Pilkada Jatim 2008, Soekarwo di-outsourcing Demokrat.

[irp posts="2774" name="Dua Kali Gagal, Khofifah Harus Lebih Siap untuk Yang Ketiga Kalinya"]

Sehingga ketika itu, Soekarwo langsung direkomendasi sebagai cagub Demokrat. Khofifah sendiri saat itu diusung oleh Partai Persatuan Pembangunan. Akhirnya, sebanyak lima cagub maju dalam Pilkada Jatim 2008. Saat itu ada 5 cagub lolos KPU.

[caption id="attachment_5017" align="alignleft" width="485"] Khofifah Indar Parawansa (Foto" Kabar24.com)[/caption]

Selain Khofifah, adalah Soenarjo (Partai Golkar), Ahmady (Partai Kebangkitan Bangsa), Sutjipto (PDIP), dan Soekarwo (Demokrat). Dari kelimanya, Soekarwo yang lebih awal punya pendamping cawagub, Saifullah Yusuf yang diusung PAN.

Akhirnya, Pilkada Jatim 2008 diikuti lima pasang calon, yaitu Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (KaJi), Sutjipto-Ridwan Hisjam (SR), Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Salam), Achmady-Suhartono (Achsan), dan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa).

Pada putaran pertama hasilnya tidak ada yang mendapat lebih dari 30 persen suara. Dua pasangan yang lolos adalah Khofifah dan Mudjiono dengan 24,82 persen dan Soekarwo-Saifullah Yusuf dengan 26,44 suara.

Pilgub berlangsung dua putaran. Pilgub Jatim putaran II yang digelar 4 November 2008 berjalan tertib dan lancar. Pada putaran kedua terjadi persaingan yang sangat sengit antara dua pasangan calon yang bisa disebut sama-sama kuat tersebut.

Hasil akhir dari putaran kedua yang dirilis KPU Jawa Timur memenangkan pasangan KarSa atas pasangan KaJi dengan perolehan suara 7.729.944 (50,20 persen) dan 7.669.721 (48,80 persen). Pilkada Jatim ini berbuntut ke Mahkamah Konstitusi.

Khofifah menggugat ke MK dan berbuah keputusan putaran ketiga, yaitu pemungutan ulang di Sampang dan Bangkalan, dengan hasil akhirnya Karsa menang dengan 50,11 persen suara sementara Ka-Ji dengan 49,89 suara.

Pilkada Jatim 2008 memunculkan persaingan ketat KarSa dan KaJi. Pesaingan berlangsung hingga tiga putaran. Saat itu, sebanyak 29.061.718 warga Jawa Timur memilih gubernur dan wakil gubernur mereka secara langsung. Tiga putaran pun digelar.

Sebuah perhelatan pilkada dalam tempo relatif panjang, selama tujuh bulan. Putaran pertama digelar pada Juli 2008, dan baru pada Februari 2009, pasangan terpilih Soekarwo-Saifullah Yusuf dilantik. Pelantikan berlangsung 12 Februari 2009.

[irp posts="4593" name="Soekarwo Berhasil “Menang” Pilkada Jatim Ketiga Kalinya"]

Proses pelantikan cukup singkat, sekitar satu jam. Ketua DPRD Jatim almarhum Fathorrasjid (yang kemudian terjerat kasus P2SEM) membacakan Keppres 07/P/2009 tentang penetapan Soekarwo-Saifullah Yusuf sebagai gubernur dan wakil gubernur Jatim periode 2009-2014.

Di bawah Gubernur Soekarwo, Jatim mengalami pembangunan infrastruktur yang sangat pesat, seperti Jembatan Suramadu, Pelabuhan Teluk Lamong, Terminal 2 Bandara Juanda, dan pertumbuhan ekonomi sangat tinggi, yaitu 7,3% atau di atas nasional yang hanya 6,2%.

Perlu dicatat, saat menjabat Sekdaprov Jatim, Soekarwo telah lama menggalang jejaring yang luas di jajaran birokrasi sipil dan masyarakat akar rumput. Apalagi, ia juga jadi “anak emas” Gubernur Imam Oetomo. Sedangkan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul, mantan Ketua GP Ansor dan menteri, serta berdarah biru NU, memiliki basis binaan yang luas dalam komunitas NU.

Makanya, ketika berlangsung Pilkada Jatim 2013, pasangan KarSa kembali memenangkan pertarungan melawan Khofifah Indar Parawansa-Herman Surjadi Sumawiredja. Pilkada Jatim kali ini diikuti oleh empat pasangan cagub-cawagub Jatim 2013.

Yaitu, pasangan petahana Soekarwo-Saifullah Yusuf yang diusung  Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Persatuan Partai Pembangunan, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Kebangkinan Nasional Ulama, Partai Damai Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, dan 22 parpol non-parlemen.

[caption id="attachment_5018" align="alignright" width="511"]

Soekarwo (Foto: Tempo.co)[/caption]

Bambang Dwi Hartono-Said Abdullah yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Khofifah Indar Parawansa-Herman Surjadi Sumawiredja yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa dan 5 parpol non-parlemen; serta pasangan Eggi Sudjana-Muhammad Sihat melalui jalur independen.

Pilkada Jatim 2013 akhirnya dimenangi oleh pasangan KarSa dengan suara sebesar 8.195.816 (47,25%) sesuai dengan keputusan KPU Jatim pada 7 September 2013. Seperti halnya ketika Pilkada Jatim 2008, dalam Pilkada Jatim 2013 sempat terjadi kisruh.

Kisruh itu bermula saat terjadinya dualisme dukungan diantara pimpinan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) dan Partai Kedaulatan (PK) kepada pasangan petahana Soekarwo dan Saifullah Yusuf atau Khofifah Indar Parawansa-Herman Surjadi Sumawiredja.

[irp posts="4227" name="Pertarungan KAHMI versus IKAPMII di Pilkada Jatim"]

Isu pun mulai berkembang seiring Ketua KPU Jatim Andry Dewanto dituduh menerima suap dari salah satu calon senilai Rp 3 miliar. Berdasarkan hasil voting yang dilakukan KPU Jatim pada rapat pleno pada 14 Juli 2013, KPU Jatim menetapkan pasangan Khofifah-Herman tidak lolos Pilkada Jatim 2013 karena partai pendukung memiliki kursi sebesar 14,81% saja.

Dukungan tersebut tidak memenuhi syarat yang seharusnya sebesar 15% kursi DPRD Jatim. Pasangan Khofifah-Herman menggugat KPU Jatim ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan DKPP menyatakan, pasangan Khofifah-Herman bisa mengikuti Pilkada. Sehingga, KPU Jatim menetapkan pasangan Khofifah-Herman mendapat nomor urut 4.

Di sini jelas, ada upaya menjegal Khofifah-Herman agar tidak bisa bertarung dalam Pilkada Jatim 2013 dari “salah satu calon” melalui “tangan” KPU Jatim, yang berbuntut pemecatan 3 komisionernya oleh DKPP: Nadjib Hamid, Agung Nugroho, dan Agus Mahfud.

Semoga upaya Soekarwo “menjodohkan” Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak sebagai bacawagub untuk Khofifah bukan strategi untuk “memuluskan” petahana Saifullah Yusuf dan pasangannya Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjadi pemenangnya.

Sebab, pencalonan Emil Dardak itu sudah memancing "kemarahan" PDIP yang sudah mendukung pencalonan Gus Ipul-Azwar Anas bersama PKB. Perlu diingat, rivalitas Khofifah dengan Soekarwo sudah terjadi sejak Pilkada Jatim 2008, selama 9 tahun!

Inilah pertarungan klasik di Jatim yang belum menemui titik akhirnya. Jangan sampai strategi “sepak bola gajah” menimpa Khofifah, mencegah kemenangan lawan dengan “gol bunuh diri”. Wajar kalau ada pertanyaan, mengapa Soekarwo tak mau kampanye untuk Khofifah, dan malah menyuruh semua DPC Demokrat? Ironis bukan?

***