Soekarwo Berhasil “Menang” Pilkada Jatim Ketiga Kalinya

Sabtu, 25 November 2017 | 21:04 WIB
0
265
Soekarwo Berhasil “Menang” Pilkada Jatim Ketiga Kalinya

Ada pernyataan Ketua Tim 9 KH Sholahuddin Wahid alias Gus Sholah bahwa realitasnya Emil Dardak dipilih oleh hampir semua anggota Tim 9 dan oleh banyak partai. “Saya harus mengikuti pilihan banyak orang,” katanya kepada PepNews.com.

Emil Dardak juga punya satu nilai lebih, usianya amat muda yang diharapkan bisa menarik pemilih pemula. Kalau dipecat dari PDIP, “Itu risiko yang sudah diperhitungkan oleh Emil. Bukankah buat PDIP lebih untung kalau kedua cawagub itu adalah Kader PDIP?”

Meski, menurut Gus Sholah, itu tadi pertanyaan orang “pinggir jalan”. Tapi, pernyataan Gus Sholah itu bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Justru faktor Emil Dardak membuat mayoritas rakyat di kawasan Mataraman bersatu melawan Emil.

Juga Khofifah yang pada awalnya memiliki elektabilitas tinggi di kawasan Mataraman, jadi gembos dan beralih ke pasangan Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Inilah yang tak pernah diperhitungkan Khofifah dan Tim 9 dalam kalkulasi politiknya. Yang sekarang ini perlu dipertanyakan dan dipertegas lagi, apa memang benar Emil Dardak sudah “dipecat” oleh PDIP? Karena, hingga kini belum ada “buktinya”.

Perlu dicatat, sejak Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan soal pemecatan Emil Dardak itu hingga kini tanpa disertai dengan bukti Surat Keputusan DPP PDIP. Makanya, timbul pertanyaan, seperti yang disampaikan Gus Sholah tadi.

“Bukankah buat PDIP lebih untung kalau kedua cawagub itu adalah Kader PDIP?” Artinya, bisa jadi, “pemecatan” tersebut hanya sekedar kamuflase untuk menutupi “pemaksaan” Emil Dardak maju sebagai pendamping Khofifah Indar Parawansa.

[irp posts="4136" name="Soekarwo Masih Merasa Jadi “King Maker” di Pilkada Jatim 2018"]

Ketua DPD Partai Demokrat yang juga Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang menjodohkan Khofifah-Emil Dardak tahu persis karakter rakyat Mataraman, seperti Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Ngawi, Madiun, Kediri, Tulungagung, Blitar, dan Jombang.

“Mereka tersakiti jika dikhianati pemimpinnya. Sehingga akan bersatu melawan si pemimpin yang telah meninggalkannya itu. Kalau gak percaya, silakan tanya di warkop-warkop,” tegas seorang warga yang tinggal di Mataraman kepada PepNews.com.

Jika berdasarkan survei, dikatakan elektabilitas Khofifah semakin tinggi setelah gandeng Emil Dardak, rakyat embongan tidak percaya begitu saja. “Survei bisa dibeli. Buktinya, ketika Gus Sholah digandeng Wiranto, survei tertinggi, tapi kalah,” ujarnya.

“Jadi, jika ada suara dari lembaga survei sekarang saya tidak percaya. Hal ini untuk semakin menina-bobokkan pasukannya Khofifah. Lihat saja Gus Sholah juga pernah tersungkur saat Pilpres dulu kan? Waktu itu tren survei pasangan Wiranto dengan Gus Sholah tertinggi. Tapi realitanya kan hancur,” lanjutnya.

Begitu pula halnya ketika Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bersama Djarot Saiful Hidayat (Badja) bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta 2016, lalu akhirnya mengalami kekalahan juga. Padahal, hasil survei sebelumnya, pasangan ini ada di peringkat atas.

Dan perlu dicatat, kultur Mataraman itu lebih taat (nurut) pada pamong praja atau birokrat daripada tokoh partai atau agama. Karena, mereka ini punya ideologi nasionalis yang kuat. Dan, Karwo tahu persis karakter ini, karena dia berasal dari Madiun.

Kemenangan Karwo-Gus Ipul (KarSa) dalam dua kali Pilkada Jatim (2008 dan 2013) tersebut lebih karena faktor Karwo yang berlatar belakang birokrat tulen. Sebelum terpilih menjadi Gubernur Jatim, beberapa jabatan di Pemprov Jatim dipegangnya.

[irp posts="3810" name="Mengapa Soekarwo Ngotot Ajukan Emil Dardak dan Ipong Muchlissoni?"]

Karwo mengawali kariernya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemprov Jatim. Puncak kariernya dicapai ketika dipilih Gubernur Imam Oetomo sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim (2005-2008), dan Komisaris Utama Bank Jatim (2005-2008).

Karwo juga pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan (Kadispenda) Provinsi Jatim sebelum akhirnya menjabat Sekdaprov Jatim. Makanya, dalam dua kali Pilkada Jatim ketika melawan Khofifah dulu, Karwo unggul di wilayah Mataraman.

Sementara untuk wilayah seperti Madura, Tapal Kuda, dan Pendalungan, suara Karwo-Gus Ipul cukup berimbang dengan Khofifah. Mereka “menang” tipis atas Khofifah. Persoalannya kemudian, benarkah Karwo sekarang ikhlas “mendukung” Khofifah?

Dengan pengalaman dua kali menang Pilkada Jatim atas Khofifah itu tentunya tidak semudah yang dibayangkan kita semua. Ikhlaskah Karwo jika Khofifah akhirnya menang pada Pilkada Jatim 2018 mendatang? Saya koq tidak yakin jika Karwo ikhlas.

Apalagi, Ketua DPD Partai Demokrat yang kini menjabat Gubernur Jatim itu harus menepati perjanjian tertulis yang pernah dibuatnya dengan Gus Ipul saat sebelum Pilkada Jatim 2013 di Ponpes Lirboyo, Kota Kediri, pada 12 Januari 2013.

Lima kiai yang turut tanda tangan dalam surat tersebut di antaranya, KH Zaiduddin Djazuli, KH Nurul Huda Jazuli, KH Idris Marzuki (Lirboyo), KH Anwar Mansur, dan KH Anwar Iskandar. Para kiai Nahdlatul Ulama ini menjadi saksi perjanjian itu.

Isinya, gubernur Jatim terpilih memberikan peluang dan wewenang kepada wakil gubernur secara proporsional dan mempersiapkan wakil gubernur untuk menjadi gubernur periode berikutnya. Sehingga, wajar jika Gus Ipul kini menagih janji tersebut.

Jadi, agar tidak diuber-uber dan ditagih Gus Ipul terus-terusan, maka Karwo akan lakukan manuver apapun untuk “membantu” menepati isi perjanjiannya itu. Termasuk, mengusung Emil Dardak melalui Partai Demokrat sebagai bacawagub Khofifah.

Dan, upaya tersebut memang berhasil, begitu Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mengeluarkan Rekomendasi untuk Khofifah-Emil Dardak sebagai pasangan bacagub-bacawagub Partai Golkar dan Demokrat.

Melihat sikap PDIP yang langsung “memecat” Emil Dardak dan reaksi rakyat di Mataraman tadi, manuver Karwo yang sejak awal ngotot menjodohkannya dengan Khofifah, bisa disebut “sukses” memuluskan jalan kemenangan bagi Gus Ipul-Azwar Anas.

[irp posts="3445" name="Soekarwo “Tersandera” Perjanjian Lirboyo dengan Gus Ipul?"]

Menurut Karwo yang juga Anggota Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat alasan memilih Emil Dardak, itu didasari oleh pertimbangan dari Khofifah dan Tim 9, yang berisi para Kiai dan Bu Nyai, yang memang secara khusus ditugasi menyeleksi bacawagub Khofifah.

"DPP Demokrat akhirnya menyetujui usulan pasangan dari Ibu Khofiah dan Tim 9 yang memilih Mas Emil, Bupati Trenggalek sebagai calon wakil gubernur," ujarnya. Karenanya, SBY juga tidak memerlukan waktu lama untuk menyetujui usulan duet Khofifah-Emil tersebut.

“Skenario Pakde (Karwo) untuk mewujudkan Perjanjian Lirboyo sudah terwujud. Ingat, Gus Ipul-Pakde itu sudah bersama 10 tahun, sehingga sulit untuk memisahkan keduanya. Masing-masing punya kartu As,” ujar seorang ustadz yang dekat dengan Gus Ipul.

“Tambah hancur, dan yang sukses tetap Pakde. Kalau bisa diubah, sebaiknya diambilkan dari figur birokrat yang stikholdernya pasti bisa menguntungkan KIP, dibandingkan Emil Dardak yang hanya jago kandang, apalagi digembosi rakyatnya sendiri,” lanjutnya.

“Hujan di Trenggalek tidak bisa menghapuskan panasnya hati orang-orang di Trenggalek karena merasa dibohongi oleh Emil Dardak. Mereka merasa ditinggalkan bupati yang dulu mereka dukung,” lanjut warga yang tinggal di kawasan Mataraman tadi.

Jadi, benar isunya kalau Emil Dardak ini loncat ke sana-sini karena istrinya yang artis itu gak betah di Trenggalek. Orang-orang Trenggalek juga menyalahkan, “Kenapa dulu mencalonkan diri jadi Bupati kalau sudah tahu istrinya bakal gak betah di daerah sekecil ini.”

***