Politikus Santri Bisa Ikut Pilkada atau Pilpres, Mengapa Tidak?

Kamis, 23 November 2017 | 03:28 WIB
0
683
Politikus Santri Bisa Ikut Pilkada atau Pilpres, Mengapa Tidak?

Cinta santri kepada Tanah Air bukan sekedar cinta biasa. Cinta santri harus bisa menyatu dan menguatkan untuk kebersamaan, yaitu sama-sama bahagia di satu rumah. Santri tidak akan bergejolak, apalagi saling berperang. Santri akan terus menyatu dalam bingkai cinta Tanah Air.

Bentuk kecintaan itu bisa dengan memperjuangkan sesama santri melalui jalur atau perjuangan politik. Mengingat tahun ini adalah tahun penyelenggaraan pilkada 2018, maka santri pun seharusnya harus saling menyatu untuk memenangkan pilkada.

Kenapa? Karena santri yang rendah hati dan suka belajar adalam pejuang yang tidak kenal lelah. Perjuangan santri untuk membela kemanusiaan dan kesejahteraan sudah mengakar dalam di kehidupan masyarakat.

Selain itu, acara yang mengumpulkan banyak tokoh dan pondok pesantren ini bukan hanya acara pameran biasa. Bagi pembaca politik, kumpulan santri ini mesti mendapatkan pemahaman cinta politik membangun bangsa.

Terlebih di pulau Jawa, ada Pilgub Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tiga provinsi dengan jumlah santri terbesar se-Indonesia. Gabungan tiga provinsi ini bisa mengubah wajah politik bangsa. Politik yang sudah lelah akan pertaruhan egois dan pragmatis. Hanya santrilah yang mampu menyejukan hati dan membawa pemikiran lebih tenang.

[irp posts="4316" name="Benarkah Wakil Gubernur Jawa Barat di Pilgub 2018 Jatahnya Santri?"]

Demikian salah satu benang merah yang mengemuka dalam acara Konferensi Internasional Tahunan tentang Studi Islam (Annual International Conference on Islamic Studies). Kali ini AICIS dirangkaikan dengan Konferensi International Studi Pesantren yang dilaksanakan Direktorat Pedidikan Islam Kementrian Agama tanggal 21-24 November 2017 di ICE BSD Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

Bagaimanapun, santri-santri harus masuk ke ranah politik. Mereka wajib menjaga keutuhan bangsa melalui politik. Dukungan dari acara AICIS 2017 perlu diikat dalam komitmen bersama. Perjuangan umat untuk melepaskan diri dari belenggu politik kejam dan pembodohan.

Kepada siapa lagi umat menggantungkan harapan untuk memperbaiki kesehatan ibu pertiwi? Kita ketahui, keluh kesah anak bangsa yang sudah panik. Kecewa akan politik dan butuh penyegar.

Jangan menilai santri hanya baca kitab. Pemikiran seperti itu salah besar. Saat ini, santri adalah pembaca, pembelajar, peneliti, dan pemberdaya masyarakat. AICIS dan IIEE tahun 2017 sebagai bukti bahwa para santri sudah lama melek teknologi, penciptaan karya ilmu pengetahuan, mampu memamfaatkan aplikasi, juara dalam diskusi.

Jangan lupa, santri memiliki kemampuan memahami masalah dengan menggunakan ilmu mantik. Ilmu sebab akibat yang menalam seakan membuka ruang filsafat lebih jauh. Dengan kemampuan ini, persatuan santri akan mengolah data, menghimpun massa, memberdayakan ummat untuk lebih berpartisiapasi dalam pilkada.

Apa tidak ada yang mengkaji berapa jumlah santri di antara 32.807.222 pemilih Jawa Barat, 27.409.316 pemilih Jawa Tengah, dan 30.963.078 pemilih Jawa Timur? Ingat kodenya : “Barat-Tengah-Timur untuk nusantara”.

Jika sudah terencana dengan baik. Maka santri akan menduduki kursi kepala daerah di seluruh Indonesia. Bukan tidak mungkin, selain menjadi Gubernur, Bupati dan Walikota. Santri akan kembali mengambil alih kursi RI-1, seperti sang "guru besar" Abdurrahman Wahid alias Gusdur.

[irp posts="4450" name="Toleransi Perlu Terus Diperkuat melalui Pendidikan"]

Dalam kesempatan itu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, cinta dan loyal kepada Tanah Air adalah fitrah kemanusiaan yang diakui dan diapresiasi oleh agama mana pun sehingga tidak sepatutnya agama dan kewarganegaraan dipertentangkan. Sebab,  kewarganegaraan muncul dari loyalitas atas dasar kesamaan tempat tinggal, tanah air tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

“Dalam tradisi kaum santri, sangat populer ungkapan hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman). Meski itu bukan hadis, tetapi makna dan substansinya sejalan dan sangat dianjurkan oleh agama (masyru')," sambung Lukman saat menyampaikan pidato inti pada forum AICIS tersebut.

Acara AICIS dan IIEE tahun 2017 membuka suatu tabir dalam ‘kecintaan santri pada Tanah Air. Cinta itu harus menjaga, membahagiakan dan saling menyayangi untuk kamajuan. Setidaknya begitulah para penyair mengibaratkan cinta.

***