Indonesia Bisa Jadi "Role Model" Islam Moderat dan Toleran di dunia

Kamis, 23 November 2017 | 04:00 WIB
0
526
Indonesia Bisa Jadi "Role Model" Islam Moderat dan Toleran di dunia

Kehidupan beragama umat Islam Indonesia dinilai bisa menjadi contoh ideal bagi negara-negara-negara di dunia untuk menghadirkan Islam yang moderat, toleran dan demokratis. Cinta dan loyal kepada Tanah Air adalah fitrah kemanusiaan yang diakui dan diapresiasi oleh agama mana pun sehingga tidak sepatutnya agama dan kewarganegaraan dipertentangkan.

Alasannya, kewarganegaraan muncul dari loyalitas atas dasar kesamaan tempat tinggal, tanah air tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

“Dalam tradisi kaum santri, sangat populer ungkapan hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman). Meski itu bukan hadis, tetapi makna dan substansinya sejalan dan sangat dianjurkan oleh agama (masyru')," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat menyampaikan keynote speech pada forum Konferensi Internasional Tahunan tentang Studi Islam (Annual International Conference on Islamic Studies/AICIS) di ICE BSD Serpong, Selasa, 21 November 2017.

[irp posts="2939" name="Benny Moerdani dan Perjuangan Awal Gerakan Radikal Islam"]

Lukman percaya diri menyampaikan pernyataan tersebut di saat Indonesia sedang menghadapi persoalan berat berupa menguatnya "politik identitas" yang dimainkan segelintir politikus. Masih segar dalam ingatan bagaimana hiruk pikuk "Aksi Bela Islam" pada 2 Desember tahun lalu. Inilah yang menjadi penarik  minat puluhan pakar keislaman dari luar negeri untuk melihat langsung dan mengkaji Islam di Indonesia.

“Semoga forum (AICIS) ini mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan studi-studi keislaman dalam rangka mengembangkan peradaban bangsa,” harap Lukman.

AICIS 2017 ini mengangkat tema Religion, Identity, and Citizenship: Horizons of Islam and Culture in Indonesia. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi tema ini karena dinilai aktual di tengah munculnya berbagai konflik politik di banyak wilayah yang dipicu oleh keragaman identitas; agama, etnik, budaya, dan sebagainya dalam masyarakat.

Tidak jarang konflik tersebut berujung pada kekerasan etnik atau kekerasan atas nama agama, seperti yang terjadi di beberapa negara saat ini.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Kamaruddin Amin mengatakan, dalam forum ini dibahas bagaimana seharusnya relasi antara agama dan negara dibangun serta bagaimana agama hadir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah maraknya gempuran gerakan radikalisme global, kebutuhan pemahaman keagamaan yang moderat itu menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan.

Indonesia, kata Kamaruddin, bisa saja menjadi negara ultra konservatif seperti Saudi, bisa saja menjadi negara sekuler seperti Turki, bisa menjadi negara teokrasi seperti Iran, atau semi teokrasi seperti Pakistan, atau sangat ekstrem seperti Pakistan. "Tapi itu tidak terjadi karena kita punya benteng lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan agama moderat,” yakinnya.

Direktorat Pedidikan Islam Kementrian Agama menyelenggarakan dua agenda besar. Pertama, Konferensi Internasional Tahunan tentang Studi Islam (Annual International Conference on Islamic Studies/AICIS). Kedua, Konferensi International Studi Pesantren (International Conference on Pesantren Studies).

[irp posts="2261" name="Membela Aksi Bela Islam"]

AICIS dan Konferensi International Studi Pesantren merupakan rangkaian acara International Islamic Education Exhibition (IIEE) atau Pameran Pendidikan Islam Internasional 2017 yang dilaksanakan tanggal 21-24 November 2017 di ICE BSD Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

 

Agenda tahunan ini digelar untuk memberikan kesempatan kepada para peneliti baik dari dalam maupun luar negeri untuk dapat mempresentasikan hasil-hasil penelitian mereka, sekaligus menjadi media membangun jejaring intelektual antarakademis.

“Di samping itu, forum ini menjadi wadah bagi para pengkaji Islam untuk sharing ide sekaligus mempertegas watak Islam Indonesia yang moderat dan toleran,” kata Kamaruddin.

Berikut daftar para tokoh yang bakal menggemparkan situasi kebatinan para pegiat toleransi di Indonesia:

Pembicara dari luar negeri tercatat antara lain:

Prof. Farid Alatas, Ph.D (National University of Singapore), Prof. Nico J Kaptein (Leiden University), Prof. Lisolette Abid (Vienna University), Prof. Livia Holden (Oxford University), Prof. Saif Rashid al-Jabiri (University Canada Dubai), Dr. Nargiza F Amiroza (Nagoya University, Jepang), dan Dr. Ahmed al-Senouni (Emirati Development Program dan Muwatta Center Abu Dhabi).

Pembicara dari dalam negeri :

Tercatat sejumlah guru besar di berbagai studi keislaman, antara lain Prof. Azyumardi Azra, MA., Ph.D. (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta); Dr. Idrus Alhamid, MSi. (STAIN Al-Fatah Jayapura); Prof. Amin Abdullah, MA., Ph.D. (UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta); Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA., (PTIQ Jakarta); KH. Husen Muhammad (Fahmina Institute, Cirebon).

Sejumlah pakar akan diundang sebagai narasumber dalam acara ini, antara lain:

[irp posts="1374" name="Apa Yang Dicari Front Pembela Islam di Pilkada DKI?"]

Dr. Muhammad Thayyib (Sudan), Dr. Salim Alwan (Mufti Darul Fatah, Australia), Dr. Syekh Sa’ad Al Ajuz (Global University, Libanon), Dr. Fahdi Alamuddin (Jam’iyyah Al-Masyari, Libanon),KH. Mustofa Bisri (Pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang), KH. Masdar Farid Mas'udi (Rais Suriah PB Nahdlatul Ulama), Prof. Dr. Nur Syam (Sekretaris Jenderal Kementerian Agama), Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin (Direktur Jenderal Pendidikan Islam), Prof. Dr. Abd. A'la (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya), dan lain-lain.

Selain dua agenda besar ini, IIEE 2017 juga diisi sejumlah agenda, di antaranya Deklarasi Jakarta, Apresiasi Pendidikan Islam (API), Anugrah Guru Madrasah Berpestasi (Gupres), Kompetisi Robotik Madrasah, dan Pentas Dongeng Islami PAI. Acara pembukaan hari ini (21/11) dibuka oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan dihadiri 4.000 peserta.

***