Cara Fredrich Yunadi Bersih-bersih Meme Setya Novanto

Kamis, 23 November 2017 | 15:12 WIB
0
877
Cara Fredrich Yunadi Bersih-bersih Meme Setya Novanto

Ditangkpanya seorang pembuat meme Ketua DPR RI Setya Novanto saat dia sakit di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur beberapa waktu lalu menjadi catatan dan peringatan kepada jagat media sosial saat ini betapa kita hukum di Indonesia buta. Ekspresi sebagai salah satu bentuk demokrasi sepertinya kembali pada zaman yang gelap. Kita tak lagi bisa sembarangan untuk mengkritisi orang lain walau sebenanya kita ingin memberitahu kebohongan yang tengah dilakoninya.

Tentu kita masih ingat betul, beberapa waktu lalu setelah hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan sidang praperadilan terhadap Novanto dikabulkan,  Novanto melalui pengacaranya menjerat pembuat meme dirinya dengan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Pasal 310 dan 311 KUHP.

Salah satu orang yang ditangkap kepolisian setelah menerima laporan dari Fredrich adalah Dyan Kemala Arrizzqi, kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia ditangkap di rumahnya di Perumahan Duta Garden, Tangerang, Selasa 31 Oktober 2017 pukul 22.00 karena diduga telah melakukan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Novanto.

[irp posts="3586" name="Penjara Akan Penuh Jika Setya Novanto Laporkan Semua Pembuat Meme"]

Dalam banyak media, Fredrich mengaku dirinya tidak mau ambil pusing dengan munculnya berbagai cercaan dari warganet yang menyinggung kliennya. Ia menilai pasti ada saja pihak-pihak yang tidak senang dengan kliennya hingga menjadikan meme Novanto sebagai bahan lelucon oleh. Pun begitu, ia bersikukuh tetap akan menempuh upaya hukum yang terbaik untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat.

“Menurut saya, saya tetap melakukan upaya hukum yang terbaik, kan gitu kan. Kemudian dalam upaya hukum ada kelompok-kelompok yang merasa tersinggung dan tidak senang hati,” kata Fredrich seperti dikutip Kumparan.com di RSCM Kencana, Jakarta Pusat, Sabtu 18 November 2017.

Fredrich tentu melakukan hal tersebut bukan karena kepentingan dirinya sendiri. Ia melakukan pelaporan terhadap pembuat meme Novanto pastinya setelah mendapatkan arahan kliennya, yang merasa telah terhina dengan meme tersebut.

Perlu diketahui, Ketua DPR RI yang juga Ketua Umum Partai Golkar Novanto memang menjadi buah bibir yang tak berkesudahan. Ia kerap ‘melarikan’ diri dari tanggungjawabnya untuk memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan merugikan negara miliaran rupiah.

Menanggapi hal tersebut, Inisiator Gerakan Muda Partai Golkar, Mirwan Vauli menilai apa yang dilakukan masyarakat adalah bagian dari respon publik. Sebagai negara demokrasi, masyarakat sebenarnya membuat meme atas diri Novanto sebagai bagian dari kritik terhadap keadaan yang terjadi saat ini.

“Kalau dikatakan sanksi sosial, ya inilah demokrasi. Kritik dari publik itu bagian penting dari demokrasi,” kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu 18 Oktober 2017 lalu.

Mirwan mengatakan, masyarakat era milenial adalah masyarakat yang cerdas dalam menganalisa situasi. Dalam hal ini, kata dia, situasi penegakan hukum yang menjerat Novanto. Seharusnya, tambah dia, Novanto sebagai pejabat publik yang punya news value tinggi, harus mampu mempertimbangkan reputasi dan jabatan atas dirinya. Sebab, apa yang diucapkan dan dilakukan Novanto akan menjadi konsumsi publik dan ada efeknya.

“Pak Novanto ini 'kan news value-nya tinggi. Multiplayer effect-nya banyak, beliau bicara saja ada efeknya. Pak Novanto dengan posisinya harus pertimbangkan reputasi jabatan yang melekat pada dirinya. Ketua DPR kan bukan posisi murahan. Oleh karena itu wajib dijaga,” kata dia.

[irp posts="3744" name="Meme Hilang Digertak Setnov, Medsos Pun Senyap"]

Aktivis Institute for Criminal Justice Refrom (ICJR) Erasmus Napitupulu menganggap apa yang dilakukan Setya Novanto bersama pengacaranga Fredrich Yunadi yang melaporkan pembuat meme ke polisi adalah tindakan yang berlebihan. Ia menilai meme yang diunggah masyarakat ke media sosial tersebut bukanlah penghinaan. Namun, meme tersebut adalah bentuk kritik yang disampaikan warganet sebagai pejabat publik. “Ini menimbulkan iklim ketakutan. Masyarakat jadi takut mengkritik (pejabat),” kata Erasmus.

Selain itu, Erasmus juga mengkritisi pihak kepolisian yang terlalu reaktif terhadap masyarakat yang langsung memburu dan menangkap pembuat meme itu. “ Polisi terlalu reaktif. Ini bukan suatu perbuatan yang harus ditangkap dan ditahan," kata Erasmus kepada Kompas.com, Kamis 2 November 2017.

Erasmus menambahkan, sejak awal ICJR mendesak pasal penghinaan dihapuskan dari Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebab, pasal tersebut selalu menjadi pasal karet oleh para pejabat. Polisi juga kerap tak bisa membedakan kritik dan penghinaan. “Ini kan membuktikan, polisi tidak bisa bedakan lagi kritik dan penghinaan. Kalau Setya Novanto tetangga pelaku ini masalah pribadi sah-sah saja. Tapi ini kan Novanto pejabat publik,” kata dia.

Sementara, Kepala Subdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komber Asep Safrudin mengatakan, hingga saat ini pihaknya sedang mendalami berbagai meme yang sudah dilaporkan Fredrich ke polisi. Saat ini, kata dia, ada 32 akun yang telah dilaporkan terdiri dari 15 akun Twitter, 9 Instagram, dan 8 akun Facebook. “Ada beberapa lagi akun yang dilaporkan, sekitar tiga puluh,” kata dia.

***