Idrus Marham Menjajal Ketua Umum Partai Golkar Paska Pilkada 2018

Rabu, 22 November 2017 | 07:28 WIB
0
217
Idrus Marham Menjajal Ketua Umum Partai Golkar Paska Pilkada 2018

Hasil rapat pleno "Partai Beringin" menetapkan loyalis tersangka korupsi KTP Elektronik Setya Novanto, Idrus Marham, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar dengan Sekjen Yahya Zaini. Keduanya mendapat tugas melaksanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa.

Pertanyaannya, adalah kapan Idrus dan Yahya bakal menyelenggarakan Munaslub? Jawabannya bisa dihitung, yakni paska Pilkada 2018 dengan pertimbangan, jika Munaslub dilaksanakan dalam jangka waktu dekat ini, kekuatan Idrus dan Yahya belum mampu mengamankan seluruh suara DPD Tingkat I dan II Partai Golkat se-Indonesia.

Sebagaimana diketahui bersama, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerungku Setya Novanto untuk menjalankan proses penyidikan atas dugaan korupsi KTP Elektronik. Akibat penahanan ketua umum partai ini, Golkar kehilangan nakhodanya. Seketika konstelasi politik di bawah beringin goyah, masing-masing faksi ingin menunjukkan taringnya.

Demi menjaga stabilitas Golkar, maka DPP Partai Golkar melaksanakan Pleno itulah dengan hasilnya sang Sekjen Idrus Marhan menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketum Golkar, berpasangan dengan Yahya Zaini. Masih ingat Yahya Zaini? Itu loh mantan aktivis mahasiswa yang sempat heboh dengan kasus mesum bersama penyanyi dangdut.

[irp posts="4163" name="Airlangga Hartarto Calon Ketua Umum Golkar Yang Direstui" Pemerintah?"]

Peps telah menurunkan artikel terkait calon Ketum Golkar. Ada nama Titiek Soeharto, Airlangga Hertanto, Ade Komaruddin dan Aziz Syamsuddin. Empat nama tersebut masih memiliki kekuatan dan pemilih. Bila mereka bersatu, sudah pasti genk Setnov akan terjungkal.

Bayangkan saja, Akom di dukung oleh Jusuf Kalla. Pemerintah malah nyaman dengan Airlangga Hartarto. Cendana masih memiliki potensi mengambil alih hak meminpin beringin tua. Terakhir Aziz adalah pemuda Golkar yang sanggup mempengaruhi kontestasi politik DPP.

Jika Munaslub diselenggarakan dalam waktu sebulan atau dua bulan ke delan, artinya sebelum pemungutan dan penghitungan suara Pilkada 2018, Idrus bakal kelabakan dan Setnov berpotensi kehilangan pasukan.

Nah, Idrus harus mencari akal. Apapun akal-akalan Idrus. Harapan Munaslub mesti diundur, sampai jangka waktu yang kondusif bagi Golkar. Atau waktu yang pas untuk mengamankan suara loyalis Setnov.

Pilkada 2018 sebagai penentu

Untuk itu, Idrus dan Yahya harus menahan Munaslub sampai Pilkada 2018 selesai. Hal ini demi mengamankan tanda tangan pengusungan bakal calon kepala daerah tetap melalui jalur rekomendasi genk Setnov.

Setelah itu, Idrus dan Yahya berusaha memenangkan 171 pilkada se-Indonesia. Dengan kemenangan kader sendiri maupun koalisi, Idrus mampu mengamamkan DPD I dan II. Karena Kepala Daerah memiliki kekuatan untuk mempengaruhi atau menjamin suara DPD Golkar tidak lari dari sang pemberi rekomendasi.

[irp posts="4225" name="Jokowi Panik Bila Titiek Soeharto Gantikan Setya Novanto"]

Setelah Pilkada 2018, barulah Idrus membuka wacana Munaslub. Tentu saja dengan hitung-hitungan bisa memenangkan kontestasi demokrasi internal Partai Golkar.

Sekarang Idrus tinggal meyakinkan semua kelompok di Golkar. Apabila Munaslub dilaksanakan sebelum Pilkada 2018, maka suara Golkar bisa turun atau malah konflik berkepanjangan. Lalu, kepala daerah yang diusung oleh Gokar sulit memenangkan Pilkada.

Oleh sebab itu, DPP Golkar sepakat menunda Munaslub. Begitu lah kira-kira penjelasan Idrus.

Selamat berjuang menjaga jabatan Plt. Ingat, salah langkah Luhut Binsar Panjaitan, JK, Akbar Tandjung, Agung Laksono, atau malah tim Jokowi yang mengambil alih Golkar.

***