Airlangga Hartarto Calon Ketua Umum Golkar Yang "Direstui" Pemerintah?

Minggu, 19 November 2017 | 10:28 WIB
0
231
Airlangga Hartarto Calon Ketua Umum Golkar Yang "Direstui" Pemerintah?

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) dalam berbagai media mengatakan Partai Golkar harus segera memiliki Ketua baru setelah penetapan tersangka kepada Setya Novanto untuk kedua kalinya.

Ia menilai, hilangnya -setidak-tidaknya diketahui menjalani perawatan intensif di RSCM- Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR RI itu menjadi batu sandungan bagi partai dan akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Golkar.

"Ya harus segera (ganti) kalau ketua menghilang. Masa kapten menghilang tidak diganti kaptennya. Ketua umum menghilang bagaimana partainya," kata politisi senior Partai Golkar itu kepada Bisnis.com usai menjadi pembicara pada Rakernas Partai Nasional Demokart, di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 16 November 2017.

Namun, kata dia, masalah pergantian Ketua Umum Golkar itu diserahkannya kepada pengusur partai. Sebab, hal itu merupakam masalah internal yang harus diselesaikam Golkar.

"Itu urusan Golkar lah, tapi harus segera sekarang ada yang pimpin Golkar. Kalau pimpinannya lari harus ada yang pimpin ya," kata dia.

Polemik yang menerpa partai Golkar tentu mencoreng nama partai yang didirikan oleh Presiden kedua RI, Soeharto itu. Tercatat, begitu banyak nama besar politikus yang berhasil memainkan perpolitikannya di Indonesia lewat Golkar, mulai Djuhartono (1969), Suprapto Sukowati (1973), Amir Moertono (1983), Sudharmono (1988), Wahono (1993), Harmoko (1998), Akbar Tanjung (2004) Jusuf Kalla (2009), Aburizal Bakrie (2014), Dualisme kepemimpinan (2014–2016) Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, serta tentu saja Setya Novanto (2019).

Namun, Golkar begitu runyam saat KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Berbagai elemen politikus Golkar meminta Novanto untuk mentaati hukum yang berlaku sampai menyerahkan tampuk kepemimpinan Golkar.

Seperti yang diutarakan 11 DPD Golkar beberapa waktu lalu yang meminta Ketua Umum Novanto menyerahkan pembenahan dan perbaikan citra Partai Golkar kepada DPD. “Kami minta Ketua Umum menyerahkan kepada DPD untuk membenahi dan memperbaiki sesuai dengan aturan partai, guna mengangkat kembali citra partai Golkar,” kata Wisnu Suhardono sebagaimana diberitakan Tempo.co, Kamis, 28 April 2017.

Jauh sebelum penetapan tersangka untuk kedua kalinya terhadap Novanto, Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham Idrus sudah mewanti-wanti bahwa jabatan ketua Umum jika akhirnya Novanto ditahan KPK sementara akan diambil alih Ketua Harian Nurdin Halid dan dirinya.

Ia menilai, keputusan itu tentu untuk membersihkan marwah Golkar yang kadung menjadi begitu rusak di mata masyarakat. Keputusan itu pun, kata dia, telah dibicarakan sebelumnya pada rapat pleno beberapa waktu lalu.

“Apabila Novanto ditahan, maka sementara waktu jabatan akan diambil alih oleh Ketua Harian Nurdin Halid bersama Sekjen,” ujarnya, Rabu 30 Agustus 2017.

Sementara, Politisi Partai Golkar Yorrys Raweyai menyakinkan bahwa Golkar pasti akan mengganti Novanto dari posisi ketua umum, dan punya sosok baru yang bisa menggantikan tersangka kasus KTP Elektronik ini.

Namun, mantan Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai Golkar itu mengatakan keputusan tersebut dinilai tergantung siapa yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo.

Sebab, kata dia, partai berlambang beringin itu secara resmi telah menyatakan dukungan mereka terhadap pemerintahan Joko Widodo serta dukungan kembali dalam pilpres 2019 mendatang.

"Golkar 'kan user-nya sekarang itu pemerintah, negara, Jokowi. Kita tinggal lihat gesturnya Jokowi bagaimana, dia mau ke siapa," kata Yorrys saat dihubungi sebuah media online, Jumat 17 November  2017.

Yorrys mengatakan, adapun sosok yang kini menjadi sorotan Jokowi dalam tubuh Golkar adalah Airlangga Hartarto, yang menjabat sebagai Menteri Perindustrian. "Hampir sekarang itu kelihatannya ke Airlangga Hartarto," kata dia.

Oleh karena itu, kata Yorrys, Golkar tidak punya pilihan lain selain mengganti Setya Novanto yang kemungkinan akan menjadi tahanan KPK. Apalagi, tambah dia, tahun 2018 adalah tahun penetapan calon kepala daerah.

"Tidak ada alternatif lain, kalau kita cinta partai ini, segera harus ada perubahan dalam waktu yang secepat cepatnya," sebut dia.

***