Kursi Panas Ketua Umum Partai Golkar, Siapa Lihai Dia Okay

Kamis, 16 November 2017 | 12:00 WIB
0
199
Kursi Panas Ketua Umum Partai Golkar, Siapa Lihai Dia Okay

Tatkala masih berstatus tersangka dan aktif sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar saja kursi panas ketua umum partai ini terus digoyang dan diperebutkan, apalagi saat Setya Novanto kini "raib" bagai ditelan bumi dan berpotensi sebagai buronan.

Bisa ditebak, babak selanjutnya kursi panas partai tua dan berpengalaman ini bakal ramai diperebutkan. Dipercaya, dengan menduduki kursi empuk pimpinan partai yang selama 3 dekade berkuasa itu jabatan Presiden RI atau Wapres tinggal selangkah lagi.

Bukan rahasia umum, di tubuh Golkar sendiri para ketua dan anggotanya tidak sealiran, tidak satu kata. Ada sejumlah faksi yang mengerucut pada sosok penting partai. Sosok penting inilah yang akan mendorong rekan satu faksinya atau bahkan dia sendiri untuk maju ke Munas, memperebutkan jabatan tertinggi partai.

Keriuhan ke arah perebutan pun langsung mencuat. Dari banyak faksi itu, tidak bisa diabaikan sosok Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung yang ketiganya sama-sama pernah menjadi ketua umum Partai Golkar. Tersebut pula sosok penting lainnya, Agung Laksono dan Luhut Binsar Pandjaitan yang kini menjabat Menko Bidang Kemaritiman.

Sejak dijadikan tersangka beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Golkar Jawa Tengah Wisnu Suhardono misalnya, mengungkapkan adanya pertemuan dengan sebelas DPD di Hotel Crown hotel  Jakarta, Rabu malam, 26 April 2017. Kabarnya, pertemuan tersebut untuk membicarakan kondisi Setya Novanto saat itu, saat ditetapkan sebagai tersangka untuk pertama kalinya.

Belakangan, Wakil dari sebelas DPD yang hadir pada rapat yang berasal dari berbagai daerah itu seperti dari Jawa, Sumatera, dan Indonesia timur mengaku tingkat elektabilitas partai beringin itu merosot setelah ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka.

Oleh sebab itu, kesebelas DPD Golkar meminta Ketua Umum Golkar Setya Novanto menyerahkan pembenahan dan perbaikan citra Partai Golkar kepada DPD. “Kami minta Ketua Umum menyerahkan kepada DPD untuk membenahi dan memperbaiki sesuai dengan aturan partai, guna mengangkat kembali citra partai Golkar,” kata Wisnu Suhardono sebagaimana diberitakan Tempo.co, Kamis, 28 April 2017.

Namun, gonjang-ganjing kepengurusan Golkar sedikit meredam akibat putusan hakim tunggal Cepi Iskandar yang memenangkan gugatan Setnov dalam sidang praperadilan. Putusan tersebut dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 29 September 2017.

[irp posts="2586" name="Partai Golkar Kini Berganti Nama Jadi Partai Golongan Karaeng""]

Kini, Setya Novanto kembali dijadikan tersangka dalam kasus yang sama. Namun, dia menolak untuk hadir dan tentu saja akan menjadi preseden buruk bagi hukum di Indonesia. Semenjak itu, banyak pernyataan yang kemudian melucur bebas ke tengah masyarakat. Misalnya, kalau KPK berhasil menangkap Setya Novanto, siapa yang akan didapuk menjadi pengganti ketua umum partai.

Mantan Ketua Umum Golkar yang juga Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Setya Novanto segera mundur. Hal itu disampaikan JK jauh sebelum Setya Novanto ditetapkan kembali untuk kedua kalinya sebagai tersangka oleh KPK, September 2017 lalu.

JK menilai, menjadi seorang pimpinan partai bukan semata hanya legalitas semata, namun patut juga melihat citra partai di mata masyarakat. “Sepantasnya begitu (mundur)," kata Kalla di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa, 26 September 2017.

Kalla mengingatkan, keberhasilan sebuah partai apalagi seperti Golkar tentu datang dari penilaian publik. Oleh karenanya, jika publik telah memberikan stigma jelek kepada seorang pemimpin, maka pada pemilu nanti sulit untuk mendapatkan dukungan. "Jadi memang keputusan itu seharusnya demikian (mundur)," ujar Kalla.

[irp posts="3843" name="Setya Novanto Kembali Tersangka, Kursi Panas Golkar Kini Diperebutkan?"]Sementara, Presiden Joko Widodo sepenuhnya menyerahkan kasus tersebut kepada tata acara yang berlaku. Hal itu dikatakan Jokowi dalam merespon alasan Setya Novanto menolak panggilan KPK untuk diminta dimintai keterangan terkait korupsi KPT Elektronik. “Buka undang-undangnya semua. Buka undang-undangnya. Aturan mainnya seperti apa, di situlah diikuti," ujar Jokowi di Istana, Rabu 15 November 2017.

Tentang posisi KPK terhadap Setya Novanto sendiri pakar hukum tata negara Mahfud MD berpendapat, KPK punya kekuatan hukum untuk segera memangil paksa Setnov, apalagi sudah tiga kali mangkir dari panggilan itu. "Kalau mau cara yang tegas, hukum ditegakkan, itu bisa dipanggil paksa dan bahkan bisa ditahan," kata Mahfud MD sebagaimana dikutip Kompas.com, Senin 13 November 2017 lalu.

Pada akhirnya, Rabu 15 November 2017 tadi malam, KPK mendatangi kediaman Setya Novanto berbekal surat penahanan. Namun sebagaimana ramai diberitakan, Setya Novanto tidak berada di tempat dan menghilang bagai ditelan bumi, meninggalkan kursi panas ketua umum Partai Golkar yang siap diperebutkan banyak faksi.

***