Menakar Siapa Pendamping Prabowo; Zulkifli atau AHY?

Rabu, 15 November 2017 | 08:04 WIB
0
660
Menakar Siapa Pendamping Prabowo; Zulkifli atau AHY?

Pilpres 2019 masih jauh. Tetapi hampir dipastikan pemilihan calon presiden dan wakil presiden dua tahun mendatang itu menyisakan dua nama kuat, Joko Widodo dan Prabowo Subinato. Mantan Capres 2014 itu bertarung lagi karena ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold.

Secara sederhana Presidential Threshold dimaknakan alat penyeleksi calon presiden dan wakil presiden. Jadi, kalau engga masuk Presidential Threhold artinya tidak masuk syarat. Atau sama saja dengan menggugurkan para calon sedari awal. Kira-kira begitulah makna Presidential Threshold yang cukup mudah untuk dipahami.

Pada pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (UU Pemilu), Koalisi Partai Pemerintah memaksa Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara nasional. Dengan ketentuan tersebut, kita sudah bisa memastikan Capres ke depan masih menampilkan muka lama.

Apakah pemilu 2019 menutup peluang hak konstitusional warga negara menjadi capres? bisa saja iya, dengan alasan penguatan sistem presidensialisme, Capres harus mengharuskan dukungan mayoritas parpol di senayan.

[caption id="attachment_4013" align="alignleft" width="526"] Prabowo dan Zulkifli (Foto: Kabar3.com)[/caption]

Padahal Pemilu serentak tidak mengenal Presidential Threshold loh. Dalam pemilu serentak, semua partai memiliki hak yang sama dalam mengusung bakal calon presiden. Tetapi politik sungguh kejam, demi menjaga kekuasaan, Undang-undang Pemilu menutup pintu peserta pemilu yaitu parpol untuk mengusung kandidat sendiri.

Muncul pertanyaan, apakah tidak ada cara lain menambah kandidat pesaing Jokowi dan Prabowo?

Sulit meyakini munculnya Capres ketiga pada pemilu 2019. Penyebabnya adalah ketidakmungkinan munculnya koalisi baru selain Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih. Presiden Jokowi memimpin KIH dengan mayoritas kursi DPR. KIH yang disebut dengan nama Koalisi Pemerintah terdiri dari PDIP, Nasdem, Hanura, PKB, PPP, PAN, dan Golkar. Koalisi Presiden Jokowi memiliki 386 kursi di DPR atau senilai dengan 69 persen.

[irp posts="3939" name="Apapun Manuver PAN, Peluang Zulkifli Paling Banter Cawapres"]

Di sisi lain, Prabowo memimpin KMP yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKS. Prabowo memimpin 114 kursi di DPR atau senilai dengan 20.1 persen. Tinggal Partai Demokrat dengan mengemban amanah politik non-blok.

[caption id="attachment_4014" align="alignright" width="455"]

Prabowo dan AHY (Foto: Merdeka.com)[/caption]

Seandainya SBY tidak berkenan untuk damai dengan Prabowo. SBY hanya memiliki mitra koalisi atas hubungan besan dengan Hatta Rajasa, mantan Ketua PAN sebelum Zulkifli Hasan. Itu pun` dengan syarat PAN berkenan keluar dari koalisi pemerintah.

Meskipun PAN dan Demokrat bersatu, Koalisi Cikeas ini tidak bisa memenuhi syarat PT 20 persen. Partai Demokrat pada pemilu 2014 hanya mendapatkan 10.19 persen dari suara nasional atau 10.9 persen kursi di DPR. PAN sendiri meraih 7.59 persen suara nasional atau 8.7 persen kursi di DPR. Jika dikumpulkan, Koalisi Cikeas hanya mendapatkan 19.6 persen kursi DPR atau 17.78 persen suara nasional.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi SBY dan Zulkifli Hasan untuk menjauhi Prabowo. Koalisi Cikeas wajib merapat kepada KMP bila masih ingin menyatakan diri melawan Jokowi. Seandainya KMP-Cikeas bersatu, Prabowo tinggal memilih wakilnya di antara Zulkifli atau Agus Harimurti Yudhoyono.

Kalau sudah begini, apakah hubungan besan bisa mempengaruhi perebutan kursi panas calon wakil Prabowo? Kita lihat saja akhir manggungnya AHY dan Zulkifli Hasan.

Tetapi semua skenario ini akan berantakan jika tiba-tiba SBY dan Cikeas-nya merapat ke koalisi besar milik Jokowi.

***