Ahokers Dipaksa "Move On", Anies-Sandiaga Malah "Step Back"

Selasa, 14 November 2017 | 21:00 WIB
0
408
Ahokers Dipaksa "Move On", Anies-Sandiaga Malah "Step Back"

Enam bulan sudah Ahok meringkuk sebagai terpidana kasus penodaan agama yang menjeratnya. Dengan alasan keamanan, Ahok dipindahkan dari lapas Cipinang ke lapas Mako Brimob, Depok untuk menjalani sisa masa tahanannya.

Sementara ini publik tak lagi mendengar gaduh yang Ahok perbuat, dirinya tentram di dalam kurungan sambil mengisi hari-harinya dengan memperbanyak ibadah dan berdoa di dalam sel, menerima kehadiran para tamu yang menjenguknya, membaca buku-buku favoritnya, maupun membalas surat-surat yang ditujukan kepadanya.

Damainya Ahok didalam tahanan nampaknya tidak membuat sebagian pihak tenang. Hal ini terlihat manakala Gubernur dan Wakil Gubernur baru DKI Jakarta yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang belum genap sebulan menjabat berencana mengubah sebagian kebijakan yang berlaku pada masa kepemimpinan Ahok-Djarot. Sekiranya ada 3 kebijakan yang menarik perhatian pada masa Ahok-Djarot yang ingin Anies-Sandiaga ubah, antara lain;

1. Kegiatan di Monas

Anies-Sandiaga berencana untuk memperbolehkan kembali acara kegiataan keagamaan, kebudayaan, dan kesenian di Monumen Nasional. Hal ini pun sempat direspon Ahok pada saat masih menjabat Gubernur yang menanggapi bahwa seorang Gubernur tidak memiliki wewenang, melainkan harus seizin Presiden dikarenakan kaitannya dengan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah DKI Jakarta yang mengatur bahwa kawasan Monas merupakan zona netral.

2. Larangan sepeda motor

Pada masa Ahok-Djarot menjabat, larangan motor melintasi jalan MH Thamrin sampai jalan Medan Merdeka Barat turut menuai kontroversi di masyarakat. Namun Ahok tidak peduli dengan alasan menekan kemacetan di jalan protokol, Pergub pun ia segera keluarkan.

Dua tahun lebih Pergub berjalan, kini di masa Anies-Sandiaga memimpin Jakarta menginginkan Pergub tersebut direvisi dengan dalih memberikan hak akses jalan kepada siapapun, jalan sebagai penunjang ekonomi masyarakat, dan menghapus diskriminasi yang terjadi bagi para pengendara motor. Tetapi apa benar maksudnya demikian? Bukankah justru ia mengembalikan kontroversi di awal sebelum Pergub larangan dibuat dan mendulang reaksi bagi siapa-siapa yang mendukungnya?

3. Penataan Kampung Akuarium

Keputusan Ahok untuk menggusur Kampung Akuarium agar ditata kembali disesuaikan dengan rencana induk penataan kawasan Kota Tua yang diatur dalam Pergub Nomor 36 Tahun 2014 dimana area tersebut akan terintegrasi dengan Museum Bahari dan Masjid Luar Batang. Nampaknya rencana yang dikemukakan oleh Ahok akan buyar manakala Anies-Sandiaga berencana menata ulang ulang dan menggabungkan konsep tersebut dengan janji kampanye mereka.

[irp posts="3500" name="Tanah Abang di Tengah Pengaruh Anies dan Lulung"]

Di masa kepemimpinan Anies-Sandiaga, pihak Pemprov DKI Jakarta berencana akan membangun shelter atau penampungan sementara yang layak bagi mereka korban penggusuran dan menjadikan Kampung Akuarium sebagai kampung percontohan program "Rumah Berlapis". Sayangnya warga Jakarta belum tergambarkan seperti apa wujudnya dan bagaimana dampak dari realisasinya. Apakah Kampung Akuarium akan kembali kumuh dan tidak teratur?

Entah apa salah dosa Ahok, akan tetapi di mata Anies-Sandiaga apa yang Ahok telah perbuat bagi Jakarta seolah tidak bagus.

Pesan yang dikumandangkan kepada mereka berdua saat terpilih pun seperti tak diindahkan, di mana tak sedikit yang mengatakan program apa-apa saja yang sekiranya bagus di masa kepemimpinan Ahok layak dilanjutkan.

Namun pada kenyataannya, sekarang justru berbanding terbalik. Apa-apa yang menyangkut Ahok-Djarot dengan segera diubah dan biarlah menjadi cerita lalu, kini warga Jakarta berhadapaan dengan penguasa baru yang memiliki ide dan program yang lebih fresh.

[irp posts="3656" name="Bang Yos Tutup Kramat Tunggak, Ahok Kalijodo, Anies Alexis"]

Tak pelak sebagian warga Jakarta yang tidak memilih Anies-Sandiaga pada masa Pilgub DKI Jakarta seolah dipaksa untuk "move on" segera dari kisah kepemimpinan Ahok-Djarot. Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ingin membuktikan diri bahwa mereka mampu menghadirkan sesuatu hal yang berbeda bagi Jakarta, lebih santun, dan lebih baik.

Namun bagi mereka yang tidak termasuk 58 persen pemilih, sikap Anies-Sandiaga yang serba terburu-buru sebaliknya memperlihatkan mereka berdualah yang tidak bisa "move on", sebab bayang-bayang prestasi Ahok bagi Jakarta masih membumbung tinggi dan berbekas di masyarakat Jakarta pada umumnya.

Bongkahan beton yang mengelilingi aliran sungai yang melintasi Jakarta menjadi saksi dari pencapaian Ahok dalam merevitalisasi sungai. Megahnya Jalan Simpang Susun Semanggi sebagai upaya Ahok-Djarot meminimalisir kemacetan yang terjadi di jalan Sudirman.

Revitalisasi Kali Jodo, pasukan Oranye (PPSU), Ruang Terbuka Hijau, dan masih banyak prestasi lainnya yang mungkin belum disebutkan kesemuanya mengisahkan adanya bentuk peran Ahok-Djarot di sana.

Jika saja Anies-Sandiaga tidak bisa "move on" dan terus menerus berusaha menyanggah itu semua serta berencana mengubah apa yang sudah terlaksana, pertanyaannya akankah keduanya menjamin Jakarta menjadi lebih baik ke depannya?

***