Nama Bupati Trenggalek Emil Elstianto Dardak dan Bupati Ponorogo Ipong Muchlissono belakangan ini menghiasai beragam media di Jawa Timur. Kedua nama bupati hasil Pilkada Serentak 2015 itu “ditawarkan” sebagai bakal calon wakil gubernur Jawa Timur 2018.
Menariknya, konon yang menawarkan justru Ketua DPD Partai Demokrat Jatim Soekarwo. Padahal, Emil itu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sebelumnya juga sempat diajukan sebagai bacawagub Saifullah Yusuf pada Pilkada Jatim 2018.
Begitu pula dengan Ipong yang namanya diajukan Soekarwo yang masih menjabat Gubernur Jatim itu. Mantan pengusaha ini adalah kader Partai Gerindra di mana sebelumnya bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) selama di Kalimantan Timur.
Apakah memang mereka ini yang namanya sudah masuk ke Khofifah Indar Parawansa atas rekomendasi “Tim 17”, sehingga Soekarwo yang akrab dipanggil Pakde Karwo masih berani dan ngotot mengajukan dua nama ini untuk bacawagub Khofifah nanti?
Padahal, hingga Sabtu 11 November 2017, Khofifah sendiri maupun Tim 17 belum “berani” membuka kedua nama yang bakal mendampingi Khofifah sebagai bacawagubnya. Menurut KH Asep Saifuddin Chalim, keputusan itu akan dilakukan pekan depan.
Kepada wartawan usai rapat tertutup bersama Khofifah di kediamannya di Siwalankerto, Wonocolo, Surabaya, Minggu 5 November 2017, pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto itu menyatakan, ada dua nama bacawagub untuk Khofifah.
Dua nama itu akan segera diserahkan kepada partai pendukung Khofifah, seperti Demokrat, Partai Hanura, Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Golkar yang mengusung Khofifah pertama kalinya sebelum partai lain mendukung.
“Hasilnya sudah signifikan. Ada dua nama tapi tidak boleh disebutkan namanya,” tutur Kyai Asep kepada wartawan usai rapat tertutup bersama Khofifah di kediamannya di Siwalankerto, Wonocolo, Surabaya, Minggu pekan lalu seperti dilansir media online.
[caption id="attachment_3821" align="alignright" width="515"] Soekarwo (Foto: Tempo.co)[/caption]
Pada pertengahan November 2017, dari dua nama itu diharapkan bisa diputuskan satu nama dan langsung deklarasi. Saat ditanya, apakah dua nama itu adalah Emil Dardak dan Ipong Muchlisoni, Kiai Asep dan Khofifah masih tetap merahasiakannya juga.
“Ya bisa birokrat, bisa politisi,” jawab Kiai Asep. Ia menambahkan, sosok tersebut diyakini cocok mendampingi Khofifah. “Kriterinya bisa mendampingi Bu Khofifah,” lanjutnya. Kiai Asep yakin, bacawagub itu bisa mendulang suara saat Pilkada Jatim 2018.
Tim 17 bersama Khofifah juga membeberkan rekam jejak kedua nama bacawagub tersebut.Khofifah sendiri disebut-sebut sudah sreg dengan dua nama yang disodorkan Tim 17 untuk mendampinginya. “Bu Khofifah senang dengan kedua-duanya,” ujarnya.
“Artinya bisa bekerja sama dengan dua-duanya,” kata Kiai Asep. Menurutnya, tinggal satu langkah lagi pasti segera, “yaitu dimintakan kepada partai pengusung untuk disepakati satu nama dan itu didukung oleh seluruh partai pengusung,” lanjut Kiai Asep.
Jebakan Batman
Kalau memang benar dua nama itu adalah Emil dan Ipong, ada baiknya kita coba telusuri bersama lewat jejak digital media online. Sebab, jangan sampai kedua nama ini justru bisa menjadi “jebakan batman” untuk “melemahkan” kekuatan riil Khofifah.
Nama Emil Dardak mencuat menjelang penetapan pasangan bacagub dan bacawagub Jatim 2018 dari PKB dan PDIP. Namanya sempat digadang-gadang sebagai bacawagub Saifullah Yusuf . Tapi, yang dipilih Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi.
Setelah “gagal” mendapatkan tiket menuju gelaran Pilkada Jatim 2018 melalui PDI Perjuangan, upaya Emil Dardak tak berhenti sampai di situ saja. Manuver untuk meraih posisi bacawagub pun masih tetap dilakukan, antara lain, dengan mendatangi Partai Golkar.
KH Sholahuddin Wahid alias Gus Sholah sempat bertanya, siapa yang mencalonkan Emil Dardak? “Dia kan baru dua tahun menjabat Bupati Trenggalek, ya lebih baik selesaikan sajalah tugasnya sebagai bupati,” ujar Gus Sholah pada PepNews.com.
Gus Sholah meminta agar putra Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan Umum periode 2010-2014, itu lebih baik konsentrasi menyelesaikan tugasnya dulu. “Beda dengan Anas yang sudah jabat satu periode, sekarang 2 tahun periode kedua,” lanjutnya.
Jangan sampai setelah Emil Dardak dipilih sebagai bacawagubnya justru akan menurunkan “nilai jual” Khofifah di mata publik, karena dianggap masih “belia”. Emil Dardak pernah berniat mundur dari dukungan PDI Perjuangan saat Pilkada Trenggalek 2015.
[caption id="attachment_3819" align="alignleft" width="551"]
Ipong Muchlissoni (Foto: Nawacita.co)[/caption]Bagaimana dengan Ipong? Seperti Emil Dardak, Ipong terpilih saat Pilkada Ponorogo 2015, setelah dua kali gagal meraih kemenangan dalam Pilkada Kota Samarinda (2010) dan Pilkada Kalimantan Timur (2013). Saat Pilwali Samarinda, Ipong kalah.
Ipong diusung PDI Perjuangan bersama Eddy Kurniawan sebagai calon wakil walikota Samarinda. Saat Pilkada Kaltim 2013, Ipong kembali mencoba peruntungan sebagai bacagub bersama Imdad Hamid melawan petahana Awang Faroek Ishak, dan kalah lagi!
Kala itu Ipong – Imdad maju melalui jalur independen (perorangan). Meski dua kali gagal dalam pilkada ternyata tak membuat pengusaha ini nyalinya ciut dalam panggung politik. Ia baru meraih kemenangannya saat Pilkada Ponorogo 2015 lalu.
Bersama pasangannya Soedjarno, Ipong yang diusung Gerindra, Nasdem, dan Partai Amanat Nasional (PAN) berhasil menang tipis atas pasangan Sugiri Sancoko – Sukirno yang diusung Demokrat, Gokar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sebelum terpilih menjadi Bupati Ponorogo, sebagian besar kariernya dihabiskan waktunya di Kaltim. Ia pernah memegang beberapa jabatan di beberapa perusahaan di sana, seperti Kepala Sie Administrasi dan Sumber Daya Manusia PT. Kaltim Parna Industri pada 1991.
Kemudian, menjadi Wakil Kepala Tata Laksana (wakatalak) Sumber Daya Manusia PT Kiani Lestari pada 1992. Lalu, menjabat sebagai Katalak SDM PT Alas Helau periode 1992-1994. Menjadi komisiaris PT Diyatama Persada Raya sejak 2000 hingga kini.
Saat masih kuliah, Ipong pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Keluarga Mahasiswa Jatim di Samarinda pada 1991. Ia mulai terjun ke politik dengan menjadi anggota DPW PKB Kaltim dan menjabat beberapa jabatan di sana: wakil ketua (1999), sekretaris (1999-2001), dan ketua (2003-2013). Menjadi anggota DPRD Kaltim 2 periode (1999-2004, 2004-2009).
Sejak 2013, Ipong pindah menjadi kader Gerindra dan menjadi ketua DPD Kaltim. Dan, pada 2015, ia pun terpilih menjadi Bupati Ponorogo. Seperti halnya Emil Dardak, meski baru dua tahun menjabat, namanya diajukan Pakde Karwo sebagai bacawagub Jatim 2018.
Pertanyaannya, mengapa Pakde Karwo ngotot mengajukan dua nama itu sebagai bacawagub untuk Khofifah? Apakah ini strategi untuk tetap bisa “membantu” Gus Ipul karena ia sudah terikat “Perjanjian Lirboyo”, sehingga tidak ditagih dan dikejar terus oleh Gus Ipul?
Menurut seorang Ustadz yang dikenal dekat dengan Gus Ipul, hubungan antara Pakde Karwo dan Gus Ipul belum bisa dipisahkan, keduanya sudah bergandengan selama 10 tahun. Jadi, “Sama-sama pegang kartu as. Seperti lawak, seakan Pakde tidak mendukung Gus Ipul. Padahal mengharapkan Gus Ipul yang bisa mengamankan dirinya,” ujarnya.
Ustadz ini juga mengingatkan agar Khofifah hati-hati dengan pilihan Pakde Karwo tersebut. “Ingat, dua kali KIP (Khofifah Indar Parawansa) dibantai Pakde, yang tentunya dia ketakutan dengan dendam KIP. Hati-hati dengan pilihan Pakde itu. Karena, ini bisa jadi bumerang bagi KIP sendiri nantinya,” tegasnya kepada PepNews.com.
Peringatan ustadz alumni Universitas Darul Ulum, Jombang itu bisa menjadi pertimbangan Tim 17 dan Khofifah sebelum memutuskan pilihan dari dua nama ini. Jangan sampai ngototnya Pakde Karwo ini sebenarnya “wujud” bantuan memuluskan Gus Ipul sebagai konsekuensi dari Perjanjian Lirboyo tadi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews