Siapa Bakal Calon Wapres untuk Jokowi dan Prabowo?

Selasa, 7 November 2017 | 20:17 WIB
0
257
Siapa Bakal Calon Wapres untuk Jokowi dan Prabowo?

Jokowi dan Prabowo adalah dua nama yang meminpin koalisi tetap. Jokowi memimpin Koalisi Indonesia Hebat dan Prabowo pemimpin Koalisi Merah Putih. Koalisi inilah yang kembali berhadap-hadapan merebut hati rakyat meraup suara pemilih.

Namun, muncul pertanyaan, jika calon Presiden hampir bisa dipastikan. Siapkah nama wakil yang akan menemani perjuangan sang tokoh utama? Iya, publik sudah siap menerka-menerka nama pendamping Jokowi dan Prabowo. Debaran jantung para peminat kursi orang nomor dua di Republik Indonesia lebih kencang untuk hari-hari mendatang.

Posisi Jokowi sebagai Presiden saat ini lebih menguntungkan dari pada Prabowo. Koalisi Indonesia Hebat yang dipimpinnya mampu merongrong komposisi Koalisi Merah Putih. Dengan kekuatan KIH yang baru, Jokowi seakan-akan mengalami situasi Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode kedua.

KIH saat ini merupakan koalisi partai PDI Perjuangan, PKB, PAN, Hanura, Nasdem, Golkar dan PPP. Sedangkan KMP hanya beranggotakan Gerindra dan PKS. Satu partai sisa, Demokrat menjadi kekuatan non-blok.

Bagaimana dengan hitung-hitungan data perolehan kursi di DPR? Sederhananya begini... Koalisi Indonesia Hebat memiliki 208 kursi di DPR RI, yang terdiri dari 109 kursi dari PDI Perjuangan, 36 kursi dari Partai NasDem, 47 kursi dari PKB, 16 kursi dari Partai Hanura, sedangkan PKP Indonesia tidak mendapatkan satu kursipun di DPR karena ambang batas yang tidak mencukupi (syarat mendapatkan kursi DPR minimal suara nasional 3,5 persen. Akibatnya perangkat Pimpinan di DPR maupun MPR  dikuasai oleh Koalisi Merah Putih.

Pasca-pemilihan presiden 2014, Koalisi Indonesia Hebat telah mendapatkan pendukung baru yakni Partai Persatuan Pembangunan di parlemen maupun pemerintahan pada Oktober 2014 dan Partai Amanat Nasional pada bulan September 2015.

Dengan bergabungnya PPP dan PAN, maka kekuatan Koalisi Indonesia Hebat berbalik menjadi mayoritas di DPR, yaitu 295 kursi, dibandingkan dengan Koalisi Merah Putih yang memiliki 204 kursi dan Partai Demokrat yang memiliki 61 kursi.

Secara tidak langsung, Jokowi tinggal menunggu saran dan masukan nama capres dari koalisinya. Karena semua anggota koalisi masih bersepakat mendukung Jokowi. Perlu diingat, dua partai baru yang ikut verifikasi partai di KPU yaitu Partai Perindo dan PSI juga telah mengatakan kesediaan mendukung Jokowi maju sebagai capres.

Jadi, mengutip candaan ala Gus Dur, Jokowi seperti mengatakan "mikirin wakil kok repot, tinggal terima setoran nama saja".

Prabowo-SBY harus berdamai

Prabowo sebagai pesaing terberat Jokowi harus berpikir lebih keras. Untuk dapat maju sebagai bakal calon Presiden saja, Prabowo wajib membujuk SBY untuk berkoalisi. Jika tidak, Jokowi akan maju sebagai capres tunggal. Tentu saja ini tidak baik bagi kesehatan politik bangsa. Harus ada minimal dua pasangan calon dalam perebutan kursi RI-1 dan RI-2.

Apabila Prabowo bisa meminta SBY bergabung dengan KMP, potensi perubahan partai pendukung capres bakal terjadi. Meskipun KMP hanya diisi oleh Gerindra dan PKS. Tapi, Demokrat punya hubungan kekerabatan dengan PAN. Sehingga, KMP memiliki harapan baru untuk maju dalam Pilres dan bersiang dengan KIH.

Masalahnya, bila SBY membawa pasukan masuk KMP, internal bisa memanas. Kenapa? Semua ini terkait siapa yang akan menemani Prabowo sebagai Cawapres? Kemesraan Gerindra dengan PKS selama ini tentu membuka ruang bagi PKS untuk menduduki kursi Cawapres. Jikalau Demokrat masuk, sudah bisa dipastikan Agus Harimurti Yudhoyono yang mendampingi perjuangan Prabowo, ikhlaskah PKS?

Sekarang kita akan lihat bagaimana kemungkinan perebutan jatah Cawapres memanas.

Pertama, Jokowi mendiamkan diri dari hiruk pikuk pembahasan cawapres. Menjelang keputusan KIH, tiba-tiba Jokowi menentukan pasangan cawapresnya. Tentu saja KIH terpaksa menerima usulan Jokowi.

Seandainya KIH sudah menyiapkan cawapres, tentu saja cawapresnya adalah orang di luar pulau Jawa. Karena, Jokowi sudah mewakili perwakilan Jawa sehingga membutuhkan cawapres non Jawa. Publik memang sudah mengisukan nama-nama pendamping seperti Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Selain nama-nama tersebut, pendamping Jokowi juga bisa saja dari Golkar seperti Jusuf Kalla. Mendengar nama Golkar, maka potensi wakil Jokowi adalah Setya Novanto.

Lalu, kepanasan akan terjadi, seandainya Jokowi memilih cawapres usulan koalisi tapi tidak bersedia mendaftar jadi capres. Nah, Koalisi tentu wajib mendiskusikan nama-nama tersebut sedari awal. Hati-hati, Jokow lah tokoh utama, bukan ketua parpol pendukung pemerintah.

Kedua, Prabowo bisa saja membujuk SBY dan mendapatkan suara Demokrat untuk maju Pilpres. Lalu, SBY mendorong nama AHY sebagai wakil. Padahal, PKS sendiri memiliki kader partai yang mumpuni untuk mendampingi Prabowo. Jika sudah begitu, kepala Prabowo bakalan pusing tujuh keliling. Belum lagi hitungan besan SBY, sang pemimpin PAN dan ketua MPR, Zulkifli Hasan.

Dengan demikian, Prabowo dan KMP harus menyepakati terlebih dahulu, siapa cawapres agar bisa maju Pilpres. Sembari membuat perjanjian kontrak politik, apabila menang pilpres, berapa jatah menteri untuk PKS dan PAN.

Menunggu bola panas nama cawapres, mari kita nikmati semua kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Capres sudah pasti, cawapres masih saling sikut.

***