Siapakah tokoh baru di mata generasi milineal, sebuah generasi yang pada Pilpres 2019 sudah memiliki hak pilih? Nama Ridwan Kamil, Tri Rismaharini dan Agus Harimurti Yudhoyono menjadi sosok yang disebut generasi ini, setidak-tidaknya merujuk pada hasil survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) baru-baru ini.
Survei CSIS yang dilakukan pada 23-30 Agustus 2017 dengan 600 sampel acak (multistage random sampling) dari 34 provinsi di Indonesia ini masih menunjukkan elektabilitas Joko Widodo yang kini menjabat Presiden RI lebih tinggi dibanding saingan terberatnya, Prabowo Subianto, yakni 33,3 persen berbanding 25 persen.
Namun demikian, munculnya tiga nama yang merupakan sosok baru di mata kaum milenal menunjukkan harapan mereka pada generasi yang tidak jauh-jauh dari usia mereka.
"Porsi dukungan dari dua tokoh utama masih cukup kuat, yaitu Pak Prabowo dan Pak Jokowi," kata peneliti CSIS Arya Fernandes saat merilis hasil survei di auditorium CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat 3 November 2017.
Namun demikian, lanjut Arya, generasi milenial itu membuka ruang bagi munculnya tokoh-tokoh baru, tokoh yang mereka anggap mewakili harapan baru. "Misalnya muncul Ridwan Kamil, AHY, mereka menyeleksi dari tokoh baru yang sesuai bagi harapan mereka," katanya.
AHY adalah kependekan dari Agus Harimurti Yudhoyono, putera sulung Presiden ke-6 RI yang pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu gagal ke putaran kedua.
Di peringkat tiga tokoh pilihan milienal setelah Jokowi dan Prabowo adalah Walikota Bandung Ridwan Kamil dengan elektabilitas 5,8 persen, disusul Walikota Surabaya Tri Rismaharini. AHY sendiri berada di peringkat 8 dengan elektabilitas 2,7 persen atau satu peringkat lebih rendah dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan elektabilitas 3,5 persen.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ayahanda AHY, masih diingat generasi milenial dengan menempatkannya di posisi 5 di bawah Tri Rismaharini dengan elektabilitas 4,7 persen. Ridwan Kamil dan Risma masing-masing meraih angka keterpilihan 5,8 persen dan 4,8 persen.
[caption id="attachment_3487" align="alignleft" width="548"] Sumber foto: Opini.id[/caption]
Nama Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga muncul dalam ingatan generasi milineal. Namun sebagaimana SBY, Gatot yang memiliki elektabilitas 4,2 persen atau satu peringkat di bawah SBY, dianggap sebagai "sosok lama".
Tiga nama lain yang "nyempil" adalah Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti yang elektabilitasnya menyamai AHY, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Hary Tanoesoedibjo yang masing-masing memperoleh angka keterpilihan yang sama, yaitu 2,3 persen.
Responden generasi milenial adalah masyarakat Indonesia yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilu dan berusia 17-29 tahun. Margin of error survei ini sebesar +/- 4 persen. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka dan quality control-nya 20 persen sampel melalui spot-check dan 50 persen diverifikasi via telepon.
Survei itu juga menyigi tingkat pemilihan calon presiden berdasarkan kepemilikan akun media sosial dengan hasil Jokowi mendulang suara terbanyak dari Facebook, yaitu 30,6 persen, sedang Prabowo mendapat suara terbanyak dari Twitter, Path, dan Instagram, yaitu melebihi 20 persen.
Berakhirnya "Gerontokrasi"
Pilihan kaum milenial ini sejalan dengan tampilnya tokoh-tokoh baru pemimpin dunia seperti Barack Obama di Amerika, Justin Trudeau di Kanada, dan Kim Jong Un di Korea Utara. Jokowi sendiri masih tergolong muda saat menjabat Presiden RI, yakni 55 tahun, jika dibandingkan dengan Presiden-presiden RI sebelumnya.
Tampilnya para pemimpin muda dunia, sebagaimana preferensi kaum milenial secara global, lambat laun akan mengikis apa yang disebut sebagai "Gerontokrasi", di mana negara dan pemerintahan dikelola oleh para manusia lanjut usia. Amerika dengan Donald Trump-nya mengalami "kemunduran" dalam konteks ini.
Di beberapa daerah di Tanah Air, banyak gubernur dan bupati atau walikota yang masih berusia muda, setidak-tidaknya berada di rentang usia 30-40 tahun. Kuat dugaan, pemimpin dari kalangan generasi muda membawa pemikiran yang lebih segar dan progresif, berani melabrak aturan lama yang kaku, terlebih lagi berani mendobrak "unggah-ungguh" lama yang biasanya tetap dipelihara pemerintah "Gerontokrasi".
Meniti karier jabatan publik seperti Gubernur dan Presiden, bisa dari berbagai jalur. Akan tetapi, jalur politik dengan bergabung menjadi salah satu anggota atau pengurus partai politik, adalah jalan yang paling umum ditempuh.
Bagi pemimpin muda usia atau kaum milenal yang tertarik menduduki jabatan publik tersebut, mau tidak mau harus akrab dengan politik dan jangan takut berpolitik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews