Guru dan Birokrat Sering Dimanfaatkan Para Kandidat Gubernur

Sabtu, 4 November 2017 | 19:59 WIB
0
255
Guru dan Birokrat Sering Dimanfaatkan Para Kandidat Gubernur

Setiap kali menjelang Pilkada, beberapa bakal calon kepala daerah selalu meminta kepada guru-guru untuk membantu sosialisasi visi dan misi bakal calon tersebut karena potensi jaringan para guru yang begitu luas sampai ke orangtua atau walimurid.

Melihat data BPS Jatim yang mencatat jumlah guru di Jatim, potensi guru yang begitu besarnya itu tidak bisa diremehkan begitu saja karena para guru itu tidak mengenal dengan istilah pembagian wilayah Tapalkuda, Pendalungan, atau Mataraman lagi.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) Jatim sampai tahun 2017 ini mencatat, jumlah guru TK mencapai 69.089 orang untuk sejumlah sekolah TK 18.173 unit dengan murid TK sebanyak 1.069.297 siswa. Sedangkan jumlah guru SD se-Jatim mencapai 217.693 orang.

Jumlah itu untuk sekolah 19.533 unit dengan murid SD sebanyak 3.170.002 siswa. Untuk guru SMP se-Jatim jumlahnya mencapai 98.131 orang untuk sekolah 4.606 unit. Muridnya 1.223.632 siswa. Sedangkan jumlah guru SMK se-Jatim 68.336 orang.

Sekolah SMK mencapai 1.975 unit dengan murid mencapai 701.029 siswa. Sedangkan untuk guru SMA, hingga kini tercatat sebanyak 40.365 orang untuk sekolah sebanyak 1.426 unit dengan murid sebanyak 482 309 siswa (data terakhir pada 2014/2015).

[caption id="attachment_3473" align="alignleft" width="300"] Sugeng Harianto[/caption]

Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial & Hukum Universitas Negeri Surabaya (FISH UNESA) Sugeng Harianto, potensi besar guru untuk mendulang suara saat Pilkada Jatim 2018 tersebut sangat tergantung pada apakah masing-masing pasangan calon menggunakan pengaruhnya atau tidak. “Secara teoritis, paslon yang mempunyai sumberdaya dapat menggunakan sumberdayanya untuk mempengaruhi guru agar memilih dirinya,” katanya.

Alumni Universitas Airlangga itu mengatakan, pendidikan merupakan sektor pembangunan yang paling strategis untuk menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas ke depannya. Oleh kerana itu Jatim membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai visi misi tujuan dan sasaran strategis yang jelas.

“Salah satunya adalah komitmen anggaran, terutama untuk maayarakat strata sosial bawah. Dan, pendidikan merupakan insttumen penting untuk memutus mata rantai kemiskinan,” ujar Sugeng Harianto kepada PepNews.com.

Ia menambahkan, untuk potensi guru dimobilisasi memilih salah satu paslon tidak semudah seperti dulu. Urusan pendidikan SMA dan SMK menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jatim, sementara  PAUD, TK, SD, SMP menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Oleh sebab itu, beberapa waktu lalu terjadi perebutan kewenangan untuk urusan pengelolaan SMA dan SMK. “Saya tidak menduga bahwa perebutan itu dilatarbelakangi potensi suara guru yang besar,” lanjut Sugeng Harianto.

Kedua, Sugeng Harianto mengingatkan, masyarakat yang serba transparan sulit melakukan mobilisasi. Karena, “Risiko sangat tinggi,” ungkapnya. Jadi jelas, jika melihat potensi suara guru, tentunya paslon harus piawai dalam merebut suaranya.

Selain potensi guru, paslon yang punya akses di kalangan birokrat tentunya juga berpeluang mendulang suara pegawai negeri sipil (PNS). Karena, seperti guru, mereka ini tidak melihat pembagian wilayah seperti Tapalkuda, Pendalungan, atau Mataraman.

DR Soekarwo yang sebelum maju dalam Pilkada Jatim 2008 hanya dikenal sebagai seorang pejabat Sekretaris Wilayah Daerah Provinsi Jawa Timur (baca: birokrat), namun oleh Partai Demokrat akhirnya diusung sebagai bakal calon gubernur Jatim 2008.

Kemenangan Soekarwo itu bukan semata-mata karena ia berasal dari Mataraman (Madiun). Tapi, karena ia berhasil “menguasai” suara dari kalangan birokrat juga. Inilah yang harus bisa dicontoh Khofifah untuk mencari bacawagubnya dalam Pilkada Jatim 2018.

Jika Khofifah tidak cermat dalam menentukan pilihannya, potensi guru dan birokrat tersebut akan dengan mudah “diserobot” oleh bacagub lainnya. Karena, dari guru bisa diraup suara wali murid dan keluarganya. Begitu pula suara birokrat dan jaringannya.

Menjadi ujung tombak

Dalam kesempatan terpisah, KH Sholahuddin Wahid alias Gus Sholah kepada PepNews.com mengatakan, untuk menjawab tantangan tingginya tingkat kemiskinan, Jawa Timur membutuhkan pejabat seperti Khofifah Indar Parawansa yang diharapkan bisa memecahkan masalah ini.

“Bagaimana Jatim bisa menyejahterakan masayarakat. Tingkat kemiskinan Jatim masih cukup tinggi. Khofifah yang punya pengalaman di Kementerian Sosial diharapkan bisa memecahkan masalah tingginya tingkat kemiskinan ini,” ujarnya.

[caption id="attachment_3474" align="alignright" width="465"]

Sholahudin Wahid (Foto: Suara Pembaruan)[/caption]

Sedangkan persoalan penting yang perlu segera diatasi di Jatim, kata Gus Sholah, adalah soal pendidikan. “Karena saya ini orang pesantren, maka pendidikan yang juga perlu diperhatikan. Begitu pula soal kemiskinan dan birokrasi, juga penting,” lanjutnya.

Banyak sekolah, banyak anak SD yang melanjutkan sampai tamat SMA itu cuma separuhnya. Nah, separuhnya itu kenapa? Kedua, mutu guru, kalau mutu gurunya tidak baik ya bagaimana bisa maju. “Saya melihat mutu gurunya masih jauh,” kata Gus Sholah.

Setelah itu kesejahteraan guru. APBN untuk sektor penddikan dari 2004 sampai sekarang tinggi sekali, tapi mutu pendidikan dan gurunya jauh dari harapan. Jadi, “Masa depan bangsa kita tergantung pada generasi muda (mutu pendidikan),” tambahnya.

Menurut Gus Sholah, di samping mutu pendidikan, masih ada lagi, yaitu bonus demograsi. Masa depan kita itu masa depan emas. “Generasi emas, apa betul? Itu tergantung pada gizi mereka. Kalau gizinya itu kurang, anak tidak bisa apa-apa, mikir saja sulit,” ujarnya.

Generasi muda juga rentan dengan ancaman narkoba, rokok, kekerasan, dan sebagainya. Ini yang harus segera diatasi. “Saya sampaikan, menurut statistik, kemiskinan Jatim itu termasuk yang tertinggi. Sekarang, bagaimana memperbaiki itu kan?” ungkap Gus Sholah.

Kemiskinan itu terkait dengan pengangguran. Semua akhirnya bermuara pada kemampuan birokrasi. Kemampuan ini baru efektif kalau birokratnya berintegritas, bukan untuk kelompok dan pribadinya. Kalau sudah berintegritas, pasti hasilnya akan lebih baik.

Jika menyimak penjelasan Gus Sholah tersebut, untuk 5 hingga 10 tahun ke depan, prioritas pembangunan yang sangat dibutuhkan di Jatim adalah mengatasi masalah kemiskinan dengan meningkatkan mutu pendidikan dan penataan birokrasi di pemerintahan.

Guru menjadi ujung tombak untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Jatim. Apalagi, sebaran para guru sudah mencapai pelosok 38 wilayah kota/kabupaten di Jatim. Potensi guru dan segara fasilitas infrastruktur penunjangnya tentunya sangat diperlukan.

***